Agni meletakkan sapunya setelah ia selesai menyapu teras rumahnya, Agni membalikkan badannya namun terkejut ketika ia melihat ibunya tiba-tiba berdiri dibalik badannya hingga ia hampir terjatuh.
“Ibu ngagetin Agni aja.” ujar Agni sembari mengelus dadanya pelan.
“Tadi Ibu dari dalem kayak denger suaranya Puput, tadi Puput kesini?” tanya Yuni dengan pandangan ke kanan dan ke kiri memncari keberadaan Puput yang sudah lebih dulu pulang.
“Iya Bu tadi Puput ke sini.” jawab Agni.
“Ada apa ke sini? Tumben kok langsung pulang.” Yuni menanyakan kembali karena memamng biasanya jika Puput mengunjungi rumahnya pasti tidak sebentar.
“Tadi Puput itu kok Bu mampir aja abis dari warung terus mampir ke sini sebentar.” Agni tidak mungkin menjawab apa maksud kedatangan Puput tadi ke rumahnya karena ia belum siap jika harus membicarakan tentang lowongan pekerjaan itu.
“Oh yasudah kalau gitu.” balas Yuni sambil mengenakan sandalnya.
“Ibu mau kemana?” tanya Agni ketika melihat ibunya seperti bersiap akan pergi.
“Ibu mau ke rumah Bu Siti dulu buat bantuin bikin pesenan cateringnya.” jawab Yuni.
“Pesenannya banyak Bu? Biar Agni aja yang bantuin Bu Siti, Agni takut Ibu kecapekkan.” ujar Agni khawatir jika ibunya akan kelelahan.
“Enggak Ni, kalau capek ya pasti Ibu istirahat sebentar, yasudah ibu pergi dulu, oh ya Ibu minta tolong nanti siang kamu ke sawah ya anterin makan siang buat Bapak, nanti kalau kamu mau keluar pintunya dikunci.” Setelah dirasa tidak ada yang diobrolkan kembali, Yuni bergegas pergi meninggalkan Agni dan pergi ke rumah tetanggnya untuk membantu mengerjakan pesanan catering.
“Iya Bu, hati-hati.” ucap Agni setelah ibunya berjalan meninggalkan rumahnya.
Agni masuk ke dalam rumah sembari menutup pintu rumahnya dari dalam, ia berjalan masuk ke kamarnya dan duduk sejenak di atas kasurnya. Wajahnya terlihat bimbang ketika memperoleh informasi dari Puput. Di sisi lain ia harusnya merasa lega karena ditawari pekerjaan yang bisa ia lakukan, namun di sisi lain ia bignung ketika mendengar jika tempat tawaran itu berada di Jakarta yang artinya ia harus merantau jika ingin mengambil pekerjaan tersebut. Agni mengusap wajahnya denga kedua tangannya pelan seraya memikirikan bagaimana langkah yang tepat untuk memutuskan tawaran tersebut, karena jika ia terlalu lama berpikir bisa-bisa pekerjaan tersebut akan diambil terlebih dahulu oleh orang lain, dan ia akan kehilangan kesempatan untuk memperoleh penghasilan.
Memang di keluarganya masih ada ayahnya yang bekerja sebagai petani, namun karena penghasilan ayahnya tidak menentu setiap harinya, keluarganya juga tidak bisa bergantung pada penghasilan ayahnya saja. Terlebih juga adiknya yang membutuhkan uang lebih banyak untuk membayar biaya kuliahnya. Dari kemarin pikirannya selalu tak bisa tenang, ia bertanya kepada dirinya sendiri bagaimana caranya untuk membicarakan keinginannya merantau untuk mengambil pekerjaa yang ditawarkan Puput barusan.
Agni keluar dari kamarnya, ia menyiapkan bekal makan siang yang akan ia bawa ke sawah untuk makan siang ayahnya. Agni memasak terong balado, menu kesukaan keluarganya terutama ayahnya apalagi disajikannya bersama nasi yang maish hangat, pasti akan menambah selera makan. Setelah selesai memasak terong balado, tempe goreng, dan juga telur dadar, Agni segera memasukkan makanannya ke rantang yang biasa di pakai. Agni sengaja membawa dua porsi karena ia juga akan makan di sawah menemani ayahnya. Ia bergegas keluar dari rumah sambil membawa rantang, tak lupa ia mengunci pintu rumah terlebih dahulu sesuai perintah ibunya. Agni berjalan menyusuri panasnya jalan siang hari ini sambil mengenakan cardigan rajutnya untuk menutupi tangannya dari panasnya sinar matahari. Jarak sawah dari rumahnya tidak terlalu jauh namun tidak terlalu dekat juga. Butuh waktu sekitar sepuluh menit untuk sampai ke sawah dengan berjalan kaki.
“Bapaakk.” Agni memanggil Ayahnya dari kejauhan ketika ia sampai di depan sawah sambil menunjukkan rantang yang ia bawa sebagai pertanda waktunya makan siang.
Pardi membalikkan badannya dan melambaikan tangannya ke arah putrinya yang sudah datang mengantarkan makan siang untuknya. Pardi meletakkan peralatan yang berada di tangannya dan berjalan menghampiri putrinya.
“Kok tumben kamu yang ke sini? Ibu di rumah?” Pardi menanyakan mengapa putrinya yang mengantarkan makan siang karena biasanya yang mengantarkan makan siang adalah istrinya.
“Ibu lagi di rumah Bu Siti Pak bantuin bikin catering.” jawab Agni sembari menata makan siang untuk dirinya dan ayahnya.
“Ayo makan Pak.” Ajak Agni setelah ia selsai menata menu makan siangnya.
Pardi mulai menyantap makan siangnya dengan sangat lahap, tak dapat dipungkiri jika perutnya sudah kosong dan merasa lapar karena bekerja sejak tadi pagi. Saat sedang menyantap nasinya, Agni memandangi wajah ayahnya yang tengah fokus melahap menu makan siang ia buatkan. Ia dapat melihat dengan jelas keringat mengucur di pelipis wajah ayahnya setelah setengah bekerja
Mereka berdua menghabiskan makan siangnya dengan waktu yang lumayan cepat, entah karena lapar atau makanannya yang sangat enak atau malah dua-duanya. Selesai makan Agni kembali membereskan rantangnya dan menuangkan segelas air putih untuk minum ayahnya. Agni dan ayahnya berbincang-bincang sejenak sebelum akhirnya memutuskan pulang ke rumah bersama. Pardi memakaikan caping yang tadi ia kenakan ke kepala Agni agar putrinya itu tidak merasa kepanasan.
***
Laeli mengemasi buku catatannya dan segera memasukkannya kembali ke dalam tas setelah kuliahnya selesai. Laeli keluar dari kelas bersama temannya unutk menuju ke perpustakaan. Saat akan masuk ke dalam perpustakaan tersebut, langkah Laeli terhenti ketika melihat poster yang tertempel pada mading yang berada tepat di depan perpustakaan.
“Eh kamu duluan aja ke dalem, aku mau baca-baca mading dulu.” ujar Laeli kepada seorang temannya.
“Oh oke deh.” Teman Laeli yang bernama Wati masuk terlebih dahulu ke dalam perpustakaan dan meninggalkan Laeli yang sedang fokus menatap poster pada mading kampusnya.
Matanya fokus pada selembar kertas yang terlihat seperti lowongan pekerjaan bagi mahasiswa yaitu menjadi asistem dosen.
“Apa aku ngelamar aja ya jadi asisten praktikum, lumayan kan buat nambah-nambah uang biar nggak ngebebanin Mbak Agni.” Batin Laeli sembari menatap selebaran kertas itu.
Laeli meraih ponsel di sakunya, ia segera membuka kamera dan memotret kertas itu agar ia tidak lupa syarat berkas apa saja yang harus ia kumpulkan untuk melamar menjadi asisten dosen di kampusnya. Setelah itu Laeli langsung menyusul temannya yang sudah lebih dahulu masuk ke dalam perpustakaan.
Laeli tampak meminjam beberapa buku yang harus ia pelajari untuk presentasi besok pagi, Laeli mengahbiskan waktu sekitar dua jam di dalam perpustakaan untuk memahami beberapa meteri yang tertuang di dalam buku tersebut. Setelah dirasa waktu belajarnya cukup, ia segera mengembalikan buku itu kembali ke dalam rak, lalu pulang ke rumah karena hari sudah mulai sore dan langit juga sudah mulai mendung.