9. Berbagi Tempat Tidur

1371 Kata
Mayleen menghempaskan tubuhnya ke ranjang, ditatapnya langit-langit kamar tempat ia berbaring. Gadis itu sedang berpikir bagaimana caranya agar ia bisa ikut bersama David ke lokasi syuting. Gadis itu harus berusaha membuat David luluh dan mengizinkannya ikut pergi. Tapi bagaimana caranya? Mayleen menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Mayleen mencoba memejamkan mata mencari ide yang mungkin bisa ia gunakan besok. Tanpa terasa waktu menunjukkan pukul 23.00 tapi gadis itu belum menunjukkan gejala mengantuk, padahal besok ia harus bangun pagi supaya bisa ikut dengan David. Pingsan selama beberapa jam membuat ia kesusahan tidur sekarang. Mayleen membolak balikkan badanya mencari posisi yang nyaman tetap saja matanya sulit terpejam. Mayleen mengacak rambutnya kesal, ditutupnya seluruh tubuh dengan selimut untuk bisa memejamkan mata. *** Prank… Benda pecah belah berserakan di atas lantai. Guci kecil di atas meja menjadi salah satu korban keganasan seorang wanita. Wajah penuh air mata dengan rambut panjang yang acak-acakan melengkapi penampilan frustasi Jia Li. Bertahun-tahun gadis itu mendekati David tapi dengan mudahnya wanita yang bernama Mayleen merebut posisinya. Tidak … Ini tidak oleh terjadi. David hanya mencintainya seorang sampai kapan pun. Pikiran egois itu selalu hadir dalam emosinya. “Aku tidak akan melepaskanmu David. Kau hanya miliku.” Jia Li menatap foto semasa senior high school. Foto satu-satunya dengan David yang masih ia miliki sampai saat ini. Jia Li tidak akan pernah melupakan perhatian dan sikap lembut David saat itu. Bahkan seluruh siswa-siswi sekolah mengakui bahwa mereka adalah pasangan serasi dan idaman setiap orang. Banyak orang hanya melihat mereka pasangan yang  kompak, saling sayang dan mencintai, jauh dari persepsi mereka hubungan David dan Jia Li ada penghianatan yang terjadi yang membuat hubungan mereka kandas. David, pria itu seperti pisau bermata dua. Jika orang lain baik padanya maka ia akan memperlakukan orang itu dengan baik, begitu pula sebaliknya. Jia Li berhasil menorehkan luka yang cukup dalam hingga membekas bertahun-tahun dalam hati David. Jia Li menyesal ketika menyadari ia masih mencintai David, nasi sudah menjadi bubur. David membencinya, bahkan untuk melihat wajah dirinya pun pria itu enggan. David selalu menghindar hingga pergi ke Indonesia selama satu musim. “Aku akan merebutmu David,” gumamnya dengan mata merah menahan amarah mengingat David dekat dengan wanita selain dirinya. Suara ponsel Jia Li membuat gadis itu melupakan sekejap kenangan masa lalunya. Di tatapnya layar ponsel yang menampilkan nama tunangannya. Jia Li mengumpat kesal kemudian menolak panggilan itu. Suasana hatinya benar-benar kacau. *** Suara musik berdentum dengan keras membengkakkan telinga. Wanita-wanita sexy menari di setiap sudut. Bau minuman beralkohol dan asap rokok memenuhi tempat itu. Suara lenguhan, lengkingan bahkan sorakan manusia-manusia penikmat dunia mengalun begitu bebas, melupakan malam telah berganti pagi. Musik DJ menghentak setiap orang yang berada di tempat itu. Ruangan yang hanya diterangi lampu warna-warni dengan pencahayaan yang redup mampu membuat manusia-manusia itu betah menghabiskan waktu sepanjang  malam. Termasuk Wang sean. Entah sudah berapa gelas ia habiskan bir sejak duduk di tempat itu. Ia terlihat kacau, perasaannya hancur. Hari ini seharusnya ia merayakan hari jadi bersama sang kekasih, tapi nyatanya ia hanya sendiri meneguk bir sampai mabuk. Memori masa lalu kembali berputar dengan sendirinya. Sean menangis kemudian tertawa seperti orang gila, ia sudah kehilangan arah sejak lama. Sikap dingin dan ketenangannya adalah topeng yang cukup kuat untuk menyembunyikan luka dan dendam di masa lalu. Suara ponsel pintar miliknya bahkan diabaikannya sejak tadi. Mingmei sang kakak terus meneleponnya tanpa henti. Sean tahu kakaknya pasti sedang cemas mencarinya sekarang, tapi pria itu belum ingin pulang. Ia ingin menghabiskan waktunya di tempat hiburan, membahagiakan perasaannya walau sesaat. Seorang wanita cantik mendekati Sean, rambut pendek dengan wajah bulatnya membuat wanita itu memesona. Sean mengernyit saat si wanita duduk di sampingnya. Sean yakin ia bukan wanita malam seperti wanita-wanita yang menari di atas panggung yang hanya mengenakan pakaian minim bahkan nyaris tanpa busana. Wanita itu terlihat lebih sopan dengan jelana jeans dan atasan yang mempertontonkan bahu telanjangnya, kaki mungilnya dibalut dengan high heels yang cantik. “Aku selalu melihatmu minum sendiri,” teriaknya pada Sean. Suara musik yang berdentum kencang membuat mereka menaikkan volume suaranya jika ingin di dengar oleh lawan bicara. Sean tersenyum. Bir membuat kepalanya sedikit pusing namun ia masih bisa sadar. “Kenapa? Ada masalah?” Wanita itu menoleh kemudian tersenyum saat Sean menanggapi pertanyaannya. “Aku kira kau pria yang kaku,” kata wanita itu. “Cih, jangan menilai seseorang jika kau belum kenal.” Sean kembali meneguk bir yang ada di dalam gelasnya, kemudian menuangkannya kembali dari botol. Sean memberikan gelas itu pada wanita di sampingnya.  “Mau menemaniku minum?” “Kau tahu minum di gelas yang sama itu berarti kita telah berciuman,” ujar wanita itu dengan mengedipkan matanya. Sean terkekeh mendengar ujaran wanita di sampingnya.  “Aku rasa kau tidak sepolos itu.” Sesaat pandangan mereka bertemu sebelum wanita itu menerima gelas yang Sean berikan dan meneguknya hingga habis. Sean tersenyum dan menuangkan lagi bir ke dalam gelas itu. “Siapa namamu?” tanya Sean membuat wanita itu menopangkan kepalanya dengan satu tangan sambil menatap Sean. “Jangan bilang kau tertarik?” “Aku hanya ingin tahu, jika kau keberatan aku tidak masalah.” “Namaku Jane, siapa namamu tampan?” godanya sambil mengusap lengan Sean. “Aku Wang Sean,” jawab Sean menatap mata coklat di depannya. “Kau seorang turis?” Pertanyaan Sean membuat wanita itu tertawa, apa wajahnya seperti orang Asia yang membuat pria tampan di depannya masih menanyakan hal itu. “Aku dari LA, senang bertemu denganmu Sean.”  Jane menarik kerah pakaian Sean dan mencium bibir pria itu, sedikit melumatnya sesaat sebelum melepaskannya. “Sampai bertemu lagi, tampan.” Jane turun dari kursi bar yang tinggi, meninggalkan Sean yang mematung karena ciuman sepihak itu. Sean tersadar kemudian turun dari kursinya. Tiba-tiba selera minumnya hilang. *** David menatap gelapnya langit bertabur miliaran bintang. Perasaannya tergelitik ketika membayangkan tingkah-tingkah ajaib dari Mayleen. Gadis itu membuatnya marah besar untuk pertama kali, tapi kadang kala membuatnya tersenyum dengan tingkah konyolnya. David mengingat membuatnya  nyaris gila karena ia kabur di saat wartawan berkerumunan di depan rumahnya. Bukannya marah, kali ini David tersenyum bahkan hampir tertawa. Kejadian yang membuat sport jantung itu tidak akan ia lupakan. David membuka layar ponselnya sebuah pesan masuk dari Manager Li yang mengingatkan jadwalnya esok hari. Padahal David masih ingin menikmati udara luar, tapi ia harus segera tidur mengingat ia akan kembali syuting. David naik ke atas ranjang setelah mematikan lampu kamarnya. Belum matanya terlelap  sempurna suara pintu terbuka membuatnya kembali terjaga. Seseorang masuk ke dalam kamar dengan mengendap-endap. Pintu kembali tertutup, sesaat kemudian ranjangnya bergerak pelan. David tahu ini wangi tubuh Mayleen, untuk apa gadis itu masuk ke kamarnya malam-malam tanpa izin. Pikiran aneh berkecambuk di kepala David, tidak ada pergerakan lagi di sisinya membuat pria itu mengernyit bingung. David memiringkan tubuhnya menghadap Mayleen. Dipeluknya tubuh wanita itu dari belakang, kakinya mengunci pergerakan Mayleen membuat gadis yang baru saja terlelap itu kembali terjaga. Pelukan David terlalu erat membuat gadis itu susah bernapas. “Apa yang kau lakukan di kamarku?” bisik David di telinga Mayleen menimbulkan sensasi geli disekujur tubuh si putri duyung. “Aku mau tidur,” sahut Mayleen mencoba melepaskan diri dari David. “Kenapa tidak di kamarmu saja?” ujar David sedikit melonggarkan dekapannya. “Atau kau ingin merenggut kesucianku?” Mayleen melepaskan diri dari belitan kaki dan tangan David kini mereka saling bergiring berhadapan. “Aku tidak bisa tidur sendiri,” jelas Mayleen membuat David menghembus napas kesal. “Cepat pergi!” David menarik kedua kaki Mayleen untuk turun dari ranjangnya. Namun Gadis itu memegang erat tepian tempat tidur. “Mayleen jangan membantah. Kau mau aku hokum?” Mayleen memanyunkan bibirnya dengan mata terpejam membuat David mendengkus kesal. “Apa maksudmu memanyunkan bibir seperti ikan?” Mayleen membuka matanya, kali ini gadis itu duduk di tengah-tengah tempat tidur. “Bukankah kau mau memberikan aku hukuman?” Tatapan polos Mayleen membuat David gugup. Seolah ingin memancing dirinya untuk segera menerkam tubuh mungil itu. David berkacak pinggang mencoba menenangkan pikirannya yang kacau. “Kali ini aku izinkan kau tidur di kamarku, tapi ingat jangan menyentuhku selama aku terlelap,” ujar David memperingati. “Jangan macam-macam. Ok?” “Oke.” Mayleen menurut, ia pun tidur dengan tenang di samping David. Berada di dekat pria itu membuatnya mengantuk. David pun berbaring memunggungi Mayleen dan mencoba menutup matanya. 
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN