Romantisnya suamiku

1412 Kata
** Jangan mudah terlena pada suami yang selalu bersikap mesra dan manis. Siapa tahu, mereka menyembunyikan rasa bersalah dengan berusaha mengambil hati istrinya. Seperti suamiku, meski baik padaku diam-diam dia membuat seseorang merintih di dalam kantornya. ** Sejak menikah dengan Mas Farid--bertahun tahun lalu-- hari-hariku terasa dipenuhi dengan berkah dan kebahagiaan, setiap hari seperti sebuah hadiah, merasa berkah diberikan suami yang baik serta penuh perhatian, ditambah kami dianugerahi anak-anak yang sholeh dan sholehah. Mereka tumbuh cerdas dan selalu membawa kebanggaan tersendiri untuk orang tuanya. ** Tepat dua puluh tahun anniversary pernikahan, ketika pagi ini aku berdiri di depan figura foto keluarga dengan tatapan bangga dan senyuman lebar di bibirku. Netra ini menatap lengkap pada foto berukuran cukup besar dan menjadi poin utama di ruang keluarga. Di gambar itu, ada aku dan suamiku yang duduk berdampingan dengan ekspresi penuh cinta dan saling genggam tangan sementara anak-anak kami berdiri di sekitar kami. Ada rasa bangga, bahagia, serta haru bahwa aku bertahan dan berhasil membersamai suami meniti perjalanan hidup yang tidak mudah sampai berada di titik yang sekarang, di mana kami telah mapan dan bahagia. Ingin kuucapkan selamat pada diriku sendiri yang telah berhasil jadi istri dan ibu yang setia, juga punya uang suami dan pemberinya semangat saat dia merasa lelah dan jatuh. "Apa yang kau pandang?" Lelaki yang selalu santun dan mengucapkan kata-kata lembut itu menghampiriku, dia memelukku dari belakang lalu mengecup di bagian leher kiriku. Postur tubuhnya yang tinggi membuatku seperti boneka kecil di dalam pelukannya tatapan matanya yang selalu melelehkan serta senyum bibirnya yang tersungging hangat, membuatku jadi orang yang beruntung bisa mendapatkan tatapan itu setiap hari. "Tidak ada." "Apa kau terpesona pada lelaki tua yang ada di foto itu. Kontras dengan pasangannya yang cantik, bagiku, kau seperti seorang Dewi sementara aku hanya kurcaci yang beruntung," bisiknya. "Jangan menggoda begitu." Aku membalikan badan dan menatap matanya sementara dia semakin erat merangkul pinggangku. "Aku tidak pernah berhenti mengutarakan cinta karena itulah yang kurasakan setiap kali menatap matamu, aku selalu jatuh cinta, lagi dan lagi." Aku tersipu, hatiku berbunga seperti pucuk yang hendak mekar kemudian dibasahi oleh embun pagi serta gerimis yang lembut, hatiku dilanda cinta yang bergelombang untuknya, untuk suamiku seorang. "Pagi-pagi sudah menggoda," ujarku sambil mencubit pinggangnya. "Ini adalah waktu yang tepat untuk memulai hari dan mengungkapkan perasaan yang tersimpan. Siapa tahu aku tidak akan bisa mengungkapkan lagi ucapnya sambil mengecap bibirku. Hariku selalu seperti ini, dihujani oleh cinta, kasih sayang dan sapaan yang lembut darinya. Kadang timbul dalam hati keserakahan tersendiri--karena merasa begitu mencintai-- bahwa hanya aku yang boleh memilikinya dan semoga perlakuan manis ini tidak dilakukan pada orang lain. Selalu kutepis ide-ide gila yang kadang terlintas di benakku, anggapan bahwa di luar sana mas Farid akan iseng-iseng ... Tidak! Kamu bagi bibir ini untuk menyebut kata-kata haram itu! Aneh rasanya, meresapi sebuah perasaan aneh yang kadang membuatku tergelitik sendiri. Mana mungkin Mas Farid akan berselingkuh dari istri yang sangat dia cintai. Tidak akan, tidak mungkin. Berulang kali kuucapkan puji syukur kepada Tuhan karena aku adalah istri yang beruntung di dunia mendapatkan dirinya lelaki yang bertanggung jawab lagi penuh cinta padaku. *** Pukul 03.00 sore suamiku pulang dari kantornya, dia yang menjabat sebagai direktur eksekutif perencanaan perusahaan nampak sedikit lelah, tapi saat berpapasan dengan ibu lelaki itu selalu tersenyum. "Apa kau ikut di pesta nanti malam?" "Pesta apa?" Aku yang sedang merangkai bunga bertanya padanya. "Pesta tahunan merayakan keberhasilan dan pencapaian kantor." "Aku rasa aku tidak perlu ikut." "Kenapa?" "Setiap tahun aku ikut jadi orang-orang akan bosan melihatku," jawabku sambil tertawa. "Aku tidak akan pergi tanpa dirimu," ujarnya sambil mendekat, mengangkat bahuku lalu menatapku dengan pandangan mata yang sulit ku gambarkan. Yang jelas itu melelehkan hatiku. "Aku tidak pernah bosan untuk menggandengmu karena kau wanita terbaik dalam hidupku." "Aku sudah tua, wajahku keriput dan kulitku sudah tidak secemerlang dulu." "Itulah sisi eksotis dirimu," balasnya berbisik. Kami nyaris saling berciuman andai putra kami tak segera datang. "Cie cie ... ayah bunda selalu bikin kami baper," ujar Fikri anak sulung kami. "Iya, kak, kayak dunia punya mereka," balas Cindy adiknya. "Hei, ayolah, jangan mengganggu suasana indah antara ayah dan bunda, "ujar suamiku balik menggoda anak-anaknya. Putra putriku yang baru pulang les itu lalu beranjak ke kamar mereka sambil berseloroh tentang ayah mereka yang bucin, sementara aku melanjutkan merangkai bunga mawar dan lili untuk kuletakkan di meja ruang tamu. ** Malam hari. Kupatut diriku di cermin, menatap diri yang memakai gaun merah dengan rambut di gerai dan anting berlian. Suamiku datang dari latar belakang dan langsung melingkarkan tangannya di pinggangku lalu mengecup pipi ini dari kiri. "Kau yang terbaik, aku tak bisa bayangkan bagaimana jadinya aku tanpa dirimu." "Kau berlebihan." "Aku bersumpah," tenggorokannya sendiri aku tertawa sementara Dia segera mengajakku pergi. ## Saat tiba di lokasi acara petugas parkir mengambil alih mobil dari depan lebih utama, aku dan suami berjalan masuk jemari tangan kami saling bertautan di mana ia tidak pernah alpa melakukan itu selama puluhan tahun. Selalu, saat kami berada di luar rumah, aku harus berjalan di sekitarnya, memegang tangannya, dan aku tidak boleh lepas dari tatapannya. ** Tiba saat acara dibuka suamiku yang merupakan pejabat penting di kantornya disuruh untuk memberikan sambutan dan memberikan presentasi nilai keberhasilan mereka di tahun ini. Sekilas suamiku naik ke panggung, lelaki yang sudah mengenakan tuksedo hitam dan dasi kupu-kupu, serta tatanan rambut yang dibuat sangat rapi membuatnya nampak tampak seperti James Bond. Aku terpesona. "... Keberhasilan dan pencapaian kita tahun ini tidak luput dari keberhasilan yang dikerjakan oleh seorang pegawai kami yang cemerlang. Dia arsitek yang hebat, dan hasil karyanya sudah dipuji oleh sejumlah klien kami dalam proyek besar. Beri tepuk tangan yang meriah untuk Nona Niken Alisia." Tepuk tangan menggemuru di seluruh ruangan, sementara wanita yang disebut itu nampak naik ke panggung, dia begitu anggun dengan gaun berwarna ungu yang belahan kakinya cukup naik hingga ke paha, rambutnya nampak indah, wajahnya cantik dan bibirnya s*****l, dia naik, menerima ucapan selamat lalu bersalaman dan melakukan cipikan-cipiki dengan suamiku. Mas Farid nampak bangga berdiri di samping wanita itu dan menyentuh belakang punggungnya dengan hormat. "Saya juga berterima kasih untuk mentor saya Tuan Farid Arisandi, tanpa beliau Saya tidak akan bisa menciptakan bangunan yang kokoh dan dihargai, terima kasih Tuan Farid," ujarnya sambil membungkuk penuh hormat. Suamiku menyambutnya dengan senyum bangga. Entah kenapa di antara riuhnya tepuk tangan hanya aku satu-satunya yang merasa ada yang aneh. Entar aku terlalu overthinking ataukah ini memang firasat. Entah kenapa aku merasa wanita itu terlalu akrab pada suamiku. Terbukti, setelah acara sambutan suamiku langsung berbaur dengan teman-temannya dan mengajak wanita itu turut serta, dia memperkenalkannya kepada beberapa kolega dengan bangga. Wanita itu juga menatap suamiku dengan tatapan penuh makna, mereka bertukar pandangan mata dengan gesture yang mencurigakan Suamiku sibuk memperkenalkan wanita itu sementara aku terabaikan di sudut lokasi pesta. Untungnya aku punya beberapa orang yang kukenal sehingga aku agak teralihkan dengan obrolan dan sedikit cemilan. Tak terasa suasana pesta serta kemeriahan yang membuatku lupa sejenak dengan keberadaan suamiku. Waktu menunjukkan pukul 10.00 malam saat aku mencarinya untuk mengajaknya pulang. Entah kenapa, aku tidak menemukan ya di lobby utama kantor berlantai 5 itu. Lobby yang sudah disulap dan di dekorasi menjadi tempat acara perayaan. Karena aku tahu dia suka menyendiri untuk mencari inspirasi maka aku naik ke lantai dua untuk memeriksa Apakah dia ada di kantornya atau tidak. Aku berjalan perlahan, sementara lampu-lampu koridor memberikan cahaya temaram. Dari kejauhan, dari balikpanel kaca yang diberi garis-garis berwarna putih aku melihat siluet Wanita bergaun ungu sedang bersama dengan seorang pria berjas hitam. Hatiku bergemuruh bukan main, aku berdebar dengan firasat bahwa itu mungkin adalah suamiku. Saat jarak semakin dekat aku sengaja memelankan langkahku, aku bersembunyi dari balik pintu lalu pelan-pelan itu. Suara rintihan terdengar dengan intens, suara desa*** dan lenguhan seakan mereka menikmati sesuatu. Ya, saat aku benar-benar bisa melihat mereka aku terbelalak, mulutku terbuka tapi suaraku, bola mataku nyaris lepas dari rongga mata. Astaghfirullah, tungkaiku nyaris lepas mereka sedang memadu asmara di meja kerja dalam posisi berdiri, si wanita menyadarkan tangannya di meja sementara Mas Farid ada di belakangnya. Lelaki itu sangat menikmati permainannya, menikmati ritme percintaan hingga matanya terpejam. w***********g itu juga mengimbangi suamiku, dia merintih, melenguh, minta ampun dan minta lagi. Mereka bermain dengan ganas sampai wajah dan pakaiannya berantakan. "Ayo Mas, lagi Mas!" Ah, menjijikkan! Beberapa detik aku menatap permainan laknat mereka, tiba-tiba wanita bernama Niken itu memergoki diriku memandangi mereka. Kami saling bertatapan, saling memandang dengan tegang. Herannya dia tidak terkejut sama sekali, dia malah tersenyum, tersenyum dengan tarikan bibir yang naik sebelah seakan-akan ia sedang mengejekku, dia melecehkanku.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN