Chapter 5

1117 Kata
Suasana ruang makan terlihat tenang dan biasa-biasa saja. Padahal jika diputar sedikit ke belakang, antara Riani dan Tian baru saja saling berhubungan badan. Mungkin sikap santai itu hanya ditujukan untuk Tian, tapi tidak untuk Riani. Riani justru selalu mencuri pandang pada pria tersebut. Saat netrananya melirik batang hidung Tian yang tajam, Riani langsung meneguk ludahnya. Sungguh sempurna ciptaanmu ini ya Tuhan. "Apa sebegitu tampannya aku?" suara dingin dari Tian berhasil mengagetkannya. "A...apa? Si..siapa yang melihatmu..." sanggah Riani cepat. "Aku tak mengatakan kau melihatku.." SKAKMAT!! Benar juga. Tian tak melihatnya, lalu kenapa ia kalang kabut begini.? "Itu... Itu...dari gaya bicaramu kau seolah menuduhku..." Riani terus mencoba menjawab. "Cih! Memang kau tahu, aku bicara dengan siapa tadi? Kenapa kau percaya diri sekali." "Kau...." Riani geram bukan main. Dua hari di sini, ia bisa membaca karakter Tian bagaimana. Walaupun pria di depannya ini dingin dan kejam, ia seperti merasa ada jiwa anak-anak dalam diri Tian. Yaitu tak mau kalah. Ia melihat, jika Tian mendapatkan lawan bicara, ia yakin Tian akan menjadi Aktiv. Walaupun candaan aktivnya sungguh keterlaluan. Tanpa sadar Riani tersenyum setan. Ada ide gila terlintas di otaknya. Dia punyaa cara untuk agar Tian mau berdebat terus dengannya. Ia ingin Tian nanti merasa kalau jika tanpa Riani, hidupnya akan hampa. Riani kembali menatap Tian. Ia melihat Tian lahap dengan makanannya. "Kau mau ayam lagi?" tawar Riani lembut. Tian menatap Riani tajam. Seolah ditawari sesuatu dari Riani adalah sebuah kesalahan besar. "Aku hanya menawarkanmu makanan... Kenapa kau menatapku begitu?" "Siapa yang memintamu melakukan itu? " tanya Tian tajam. "Aku.  Lagian apa salahnya menawari seseorang." "Tak ada yang salah. Tapi aku tak mau. Kau paham?" "Tidak. Aku hanya ingin melakukan itu sekarang. Kau mau ayam lagi?" Riani masih nekat mengganggu Tiaan. Jujur dalam hatinya kini sama sekaali tak ada rasa takut.  Ia hanya ingin membuat Tian berbicara padanya. Tian tak membalas. Pria itu kembali diam dan fokus dengan makanannya. Riani berdecak karena lagi-lagi Tian tak merespon dirinya. "Tian.." panggil Riani. Namun pria itu masih diam. "Tian!!" panggilnya lagi, tapi sekarang dengan volume yang sedikit keras. Membuat Tian terganggu dan menatap Riani tajam. "Aku ingin bekerja di sini. Jadi pembantu juga tidak apa-apa.." ucapnya sedikit gugup. Tian menatap Riani tajam. "Kau jadi wanita tidurku." mendengar jawaban Tian, Riani melongo kaget tak percaya. "Bukan teman tidurmu Tian. Tapi pembantu..." "Disini sudah kelebihan pembantu. Kau mau bekerja apa lagi?" ucap Tian geram. "Apa saja. Tukang kebun pun boleh. Kau punya peliharaan? Biar aku yang jaga.." ucap Riani santai. Tian tersenyum meremehkan. "Kau yakin ingin menjaga peliharaanku?" tanya Tian meremehkan. "Yakin. Melihat dari kau yang dingin tak jelas, palingan peliharaanmu burung atau kucing." "Kau yakin?" "Aku yakin. Apa boleh." Tian diam sejenak. Ia melirik Riani dengan satu alis mata terangkat ke atas. "Oke. Kau diterima." Riani yang mendengar jawaban bahagia dari Tian, langsung bersorak senang. Tanpa Riani sadari semua ART di rumah Tian malah tengah menatapi gadis itu miris. "Aku akan bekerja keras." ucap Riani tegas dan yakin. "Baiklah. Kau diterima. Dengan syarat, sebelum sebulan kau tak boleh mengundurkan diri." ucap Tian. “Siyaap.  Sebulan doang.  Aku malah pengennya selamanya.. " ucapnya senang. "Okey. Dia ada di taman belakang. Kau bisa ke sana." "Serius?" antusias Riani. Tian mengangguk. "Asiiikk..oookee..aku ke sana.." tanpa melirik makanannya lagi, Riani segera berlari kebelakang. Biasanya di belakang pasti banyak pelihara burung. Sambil bersenandung kecil ,Riani berlari kebelakang namun seketika langkahnya terhenti, tubuhnya mematung dan bibirnya memucat. "Nggak mungkin..." ucapnya tegang. Tepat di depan matanya saat ini ada empat ekor anjing pemburu jenis bergian malinois tengah duduk santai dikandang mereka masing-masing. Sedangkan di dalam Tian masih asik menikmati makanannya. "Tuan, apa anda yakin menempatkan Riani di sana..?" tanya kepala pelayan. "Dia yang minta..." "Tapi Tuan... Dia..." "KYYYAAAAAAAAAA....." Suara teriakan keras Perempuan dari arah belakang diiringi suara gongongan anjing membuat tawa Tian pecah. Ia tahu ini akan terjadi. Tak apalah, ia butuh sedikit hiburan pagi ini. "TIAAAAAN. KAU MEMBOHONGIKU!!! " teriak Riani kencang.  Suara teriakan wanita itu semakin dekat pertanda jika Riani tengah menuju ke dalam. "TIAAANN..."teriak Riani kembali. "Kau..." Tian masih saja tertawa. Wajah pucat Riani menjadi hiburan menarik baginya. "Apanya yang lucu!!" teriak Riani geram. "Kau.. Kau yang lucu...lihat wajahmu.." ledek Tian sambil memegangi perutnya yang sakit. Dibalik pertengkaran kedua insan tersebut, tanpa mereka sadari, Tian ditatap takjub oleh semua ART nya yang ada di rumah itu. Seumur-umur mereka bekerja dengan Tian, tak pernah sekalipun ia melihat Tian tertawa lepas seperti itu. Selama ini yang ia lihat hanya wajah kelam yang sialnya sangat tampan. Namun saat ini, wajah kelam itu berubah menjadi wajah bak malaikan. Cerah dan merona. Tampan dan rupawan. Sempurna. Hanya kata sempurna yang mampu mereka sampaikan. Terutama bagi ketua pelayan, Naima. Sejak kecil, ia sudah menjaga Tian. Dan jarang sekali anak itu mau tertawa lepas. Tapi... Naima menatap Riani yang masih berdebat dengan Tian. Riani masih suka mencak-mencak sendiri di depan Tian, walaupun pria itu tak menghiraukannya. "Kenapa anak itu seperti akan membawa cahaya untuk Tian..." bisik Naima dengan mata yang berkaca-kaca. "Kau menjebakku!!" teriak Riani masih emosi. "Aku tak menjebakmu. Kau yang bodoh.." Wajah Riani sudah memerah karena emosi. Ia merasa Tian benar-benar menjebaknya. Kenapa anjing? Kenapa Tian tak bilang jika peliharaannya itu seekor anjing. "Kau tak bilang peliharaanmu empat ekor anjing besar. Ya Tuhaaan. Anjing itu sangat besar. Bagaimana jika mereka lepas dan mengejarku." ucap Riani penuh drama. Tian berdecak."lebay.." "Aku tidak lebay. Kau pikir saja jika anjing itu lepas." "Dia akan memakanmu, sudah itu saja. Kenapa harus direpotkan.." Riani mengeram kesal. "Kau...." "Kau itu gila Riani. Aku sudah memberimu pekerjaan enak, kau malah meminta yang lain." "Aku pikir peliharaanmu itu burung, atau kucing, atau kelinci.." "Ck! Aku laki-laki." "Yang bilang kau perempuan siapa?" jawab Riani ketus membuat Tian seketika menatapnya tajam. "Untung binatang mengerikan itu dalam keadaan terikat dan dikandangi. Jika tadi mereka sedang lepas, aku diterkam dan mati, aku pastikan akan menggentayangimu sampai kapanpun." ancam Riani tegas. "Ck! Aku tak takut hantu." "Sombong sekali kau..." Tian sudah tak mau membalas lagi. Ia memilih untuk beranjak dari duduknya, berjalan menuju taman belakang. Riani masih belum selesai dengan pria itu. Ia masih ingin menyumpahi Tian dengan kata-kata termanisnya. Dengan perlahan, Riani mengikuti Tian. "Kau ingin memberikan aku pada anjing-anjingmu?" tanya Riani marah. "Jika kau mau.." "Gggrrr..Tian aku serius..."geramnya. Tian terus saja berjalan menuju belakang, Namun sebelum menuju kandang anjing, Tian membelokkan langkahnya menuju satu pintu yang dipenuhi pohon yang menjalar. Tian menarik gagang yang sudah ditutupi pohon. "Dimana i...waaaaawwww...." Riani melongo tak percaya. Ia bahkan tak mampu berkedip saat pintu itu terbuka dan ia masuk ke dalam. "Apa ini mimpi? Ini nyata? Kelinciiiii....!!" Riani berlari dengan cepat ke dalam. Bahkan saking senangnya, ia tanpa sadar mendorong sedikit tubuh Tian. "Apa ini serius.? Kelincinya banyak sekali." teriak Riani kegirangan. Ia berlari kesana kemari mengejar kelinci tersebut yang berusaha menghindari Riani. "Mereka akan ketakutan jika kau kejar..!" teriak Tian. "Tapi mereka lucu..." Riani berhenti berlari. Ia menatap kesekeliling, di sana juga ada lahan yang ditumbuhi berbagai buah dan sayur. "Tian ini milikmu?" tanya Riani antusias. "Tidak. Punya tetanggaku.!" ketusnya membuat Riani seketika cemberut. Tian langsung memutar tubuhnya keluar dari tempat itu. "Kau mau kemana?" tanya Riani. "Bukan urusanmu." tubuh Tian sudah menghilang. Meninggalkan Riani yang masih berdiri di dalam tempat itu. "Ck! Dasar pria dingin..." ketusnya, namun setelah itu seulas senyum manis terbit dari bibir Riani. ******
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN