Cinta Pandangan Pertama

1567 Kata
Meeting pun akhirnya berlangsung dengan membahas masalah kerjasama mengenai pembangunan tempat wisata, kebetulan perusahaan milik Byan bergerak di industri pariwisata dan perusahaan keluarga Gunawan bergerak dibidang properti. "Apa kabar By? Lama kita nggak ketemu ya, terakhir ketemu waktu kita reunian di kampus setahun yang lalu." Robby tampak santai dan ramah ketika bertemu dengan Byan, sedangkan sang putri yang ada disampingnya tampak tegang serta gugup saat melihat Byan, akan tetapi Clara berusaha sebisa mungkin untuk tetap terlihat biasa saja didepan pria tampan itu. "Saya baik pak, bapak juga gimana kabarnya?" Tanya Byan pada Robby. "Saya juga sangat baik, tapi kamu terlihat sangat berbeda, apa kamu sedang tidak sehat? Wajah kamu pucat sekali." Ucapan Robby barusan membuat Byan memaksa senyumannya. "Enggak pak saya... Saya hanya sedang berduka, ibu saya kemarin baru saja meninggal, jadi maaf kalau saya terlihat sedikit berantakan." Jelas Byan pada Robby, mendengar itu tentu saja Robby dan Clara agak terkejut dibuatnya. "Ya Tuhan benarkah? Kalau tau begitu harusnya kita tunda saja dulu pertemuan kita." "Nggak masalah pak, saya adalah orang yang menjunjung tinggi profesionalitas, apalagi ini pertama kalinya kita bekerjasama. Dan kebetulan bapak adalah senior saya." "Tapi kamu masih dalam kondisi berduka." "Saya sudah baik-baik saja sekarang." Dusta Byan, padahal ia sedang berusaha untuk terlihat baik-baik saja disaat hatinya sedang hancur berkeping-keping. "Kamu sudah sarapan? Jika belum, biar Clara yang siapkan untuk kamu." Clara jadi bingung melihat sikap ayahnya yang begitu perhatian kepada Byan, padahal Clara juga tidak begitu tahu tentang hubungan antar Byan dan ayahnya, ia pikir hanya hubungan pertemanan saja, tapi sepertinya lebih dari itu. "Nggak perlu pak, terimakasih banyak atas tawarannya." Tolak Byan secara halus. Clara sendiri sejak tadi tampak mengamati Byan dari atas sampai bawah, menelisik secara lebih menyeluruh sosok pria yang benar-benar telah mencuri perhatiannya. "E-ekhm! Cla!" Deheman Robby langsung membangunkan Clara dari lamunannya. "I-iya pa? Eh maksudnya pak?" Clara sampai lupa jika sedang berada di kantor ia harus memanggil sang ayah dengan sebutan pak. "Siapkan hidangan serta kopi untuk Byan dan sekretarisnya!" Titah Robby. "Baik pak." Dan Clara pun segera melaksanakan perintah Robby. Setelah kepergian Clara, Robby dan Byan segera membicarakan tentang kerjasama mereka. Byan sendiri meski tadi sempat terpaku akan sosok Clara, namun sekarang pria itu sudah mampu menguasai dirinya. Namun berbeda jauh dengan Clara, sejak tadi pikirannya benar-benar tidak fokus sama sekali. Baru kali ini ia melihat rekan bisnis ayahnya tampak begitu mempesona, meski terlihat seperti sudah berumur, namun penampilan dan wajah tampannya benar-benar menghipnotis Clara. "Hmmm... Napa kalian bisik-bisik? Kerja sana! Ngegosip melulu." Clara tampak memperingati beberapa karyawati yang tengah bergosip ketika mereka sedang bekerja. "Sssttt... Mbak Cla!" Panggil salah satu karyawati. "Apa?" "Yang tadi itu siapa mbak? Rekan bisnis baru?" Mendapat pertanyaan seperti itu, tentu saja wajah Clara langsung berubah sewot. "Kepo banget, pengen tau aja. Udah kerja sana!" "Alah mbak tanya doang, soalnya wajahnya persis banget kayak yang ada dimajalah bisnis, masak mbak nggak tau sih kalau dia itu cukup terkenal? Dia itu duren Lho mbak, udah cere alias single parent." "Sini coba lihat!" Clara pun segera menyambar majalah bisnis yang dibawa oleh salah satu karyawati. Saat melihat foto Byan yang begitu tampan, Clara benar-benar merasa sangat kagum, namun jika wajah Byan yang ada difoto tampak segar, lain halnya dengan wajah Byan sekarang yang terlihat begitu pucat. "Udah mbak jangan lama-lama lihatnya, ntar jatuh cinta lho!" "Nih aku balikin!" Clara pun segera mengembalikan majalah tersebut. "Titip fotoin ya mbak!" "Dih, enak aja. Ngapain kamu nyuruh-nyuruh saya?" "Yah mbak, siapa yang nyuruh? Kan saya cuma mau titip doang." "Males banget, udah sana kerja!" Clara pun segera bergegas menuju kantin guna memesankan makanan dan minuman untuk Byan. Sebenarnya bisa saja ia menelepon bagian kantin dan membawakan makanan ke ruangan sang ayah, namun Clara memilih dengan cara manual supaya bisa meredakan kegugupannya karena sosok Byan. *** Siang hari Byan buru-buru pamit karena mendapatkan telepon dari sekolah Cinta, biasa masalah yang sama, apalagi kalau bukan soal sang putri yang suka membuat onar dan masalah disekolahannya. Cinta memang tipe anak yang tak bisa mengendalikan emosinya, jika ada salah satu teman sekolah yang mengejeknya maka Cinta tidak akan pernah tinggal diam, apalagi jika ada yang mengejek tentang keluarganya, tentang ibunya yang seorang artis dan tukang selingkuh. Bahkan tak ada satupun pria yang melirik cinta karena latar belakang keluarganya. "Ada apa By? Kenapa buru-buru?" Tanya Robby pada Byan. "Ada telepon dari sekolah putri saya, saya harus kesana sekarang juga pak. Saya undur diri dulu!" Pamit Byan. "Ah ya sudah, sampai ketemu lusa ya!" "Iya pak, nanti kita akan meeting bersama arsitek saya." "Iya, hati-hati!" Seru Robby pada Byan. "Permisi pak! Mbak!" Pamit sekretaris Byan pada Robby dan Clara. "Iya." Balas Robby dan Clara. Clara tampak menatap kepergian Byan, sedangkan Robby kini malah terpaku dengan berkas penting yang tertinggal diatas meja kerjanya. "Cla!" Panggil Robby. "Iya pak?" "Berkas Byan tertinggal, sebaiknya cepat kamu antarkan ke dia." Titah Robby. "Berkas?" Clara pun langsung menerima berkas dari ayahnya. "Iya, nanti dia pasti akan bingung mencarinya, cepat kamu serahkan padanya!" "Ya sudah pak, saya akan antarkan sekarang." Clara pun segera bergegas untuk menyusul Byan. "Hm. Berkas itu harus sampai ketangannya!" Imbuh Robby dengan suara yang cukup lantang. *** Clara sudah sampai dihalaman depan kantor, dan iapun akhirnya menemukan Byan baru saja masuk ke dalam mobilnya, Clara lantas segera berlari menghampiri Byan, namun sayangnya mobil Byan tiba-tiba melaju dengan kencang. Saat bersamaan, Clara tak sengaja melihat taksi dan langsung menyetopnya untuk mengejar Byan, ayahnya bilang jika berkas yang ia bawa harus sampai ke tangan Byan, maka tentu saja Clara harus mengejar mobil milik Byan sekarang juga. Selang beberapa menit, Clara akhirnya sampai disebuah sekolahan elit bertaraf internasional. Dan iapun tak sengaja melihat mobil Byan terparkir dihalaman sekolah menengah atas tersebut. Clara pun buru-buru turun dari taksi setelah membayar taksi yang ia tumpangi, Clara lantas masuk ke dalam sekolahan tersebut dengan ragu, menghampiri mobil Byan untuk menemui supirnya. "Maaf pak, ini mobilnya pak Byan kan?" Tanya Clara pada supir Byan. "Bener Bu, ibu cari bapak?" Tanya supir tersebut sembari keluar dari dalam mobil. "Iya, ini ada berkas pak Byan ketinggalan di kantor saya." Balas Clara. "Oh... Tempat bapak meeting tadi?" "Iya bener." "Bapak masih ada urusan sama guru BP-nya non Cinta Bu, sebaiknya ibu tunggu sebentar." "Emmm... Gimana kalau saya nitip sama bapak aja?" "Wah lebih baik ibu kasihin langsung aja." "Gitu?" "Iya Bu." "Ya udah kalau gitu." Clara pun akhirnya mau tidak mau menunggu Byan keluar dari dalam gedung sekolah. Cuaca sekarang sedang terik-teriknya dan Clara paling tidak suka berpanas-panasan dibawah terik matahari yang sangat menyengat, maka ia pun segera mencari tempat untuk berteduh dari panasnya matahari. *** Byan kini tengah berbicara dengan guru BP Cinta, dan setelah selesai berbicara serta berdamai dengan salah satu murid yang Cinta sakiti, Byan kini segera membawa putrinya untuk pulang ke rumah. "Bisa nggak sih sebentar... Saja jangan membuat masalah seperti ini lagi? Kenapa sih kamu selalu membuat masalah yang sama? Mau jadi jagoan? Untuk apa? Kamu itu anak perempuan Cinta, anak papi satu-satunya. Papi kira kamu sudah berubah, tapi lagi-lagi kamu membuat papi kecewa." Ujar Byan pada Cinta yang tampak mengepalkan kedua tangannya sambil menahan tangis. "Pi! Bisa nggak sih papi nggak cuma nge-judge aku aja? Papi coba deh lihat dari sisi yang lain, jangan cuma negatifnya aja. Yang mulai duluan tuh Fania pi! Dia yang selalu cari gara-gara sama aku, bilang aku anak haram lah, anak pelakor lah, mamiku tukang selingkuh lah, kayak gitu masak aku harus diem aja? Papi coba pikir dong gimana rasanya ada diposisi aku, jangan bisanya cuma marahin aku aja. Aku juga capek papi marah-marah terus sama aku tanpa mau tau kejadian yang sebenarnya kayak apa." "Ya papi paham sayang, tapi tetap saja tindakan kamu itu salah. Untung pihak sekolah masih memberikan keringanan karena papi adalah donatur tetap, coba saja kalau papi bukan siapa-siapa, mungkin kamu sudah dikeluarkan sejak lama dari sekolah ini." "Papi tuh nggak pernah paham apa-apa, mana pernah papi paham sama perasaan aku? Aku tuh capek Pi diledekin terus kayak gini, dan semua ini gara-gara siapa? Gara-gara wanita gila itu, papi nggak pernah ada diposisiku, mana bisa papi paham sama semua yang aku rasain?" Setelah mengatakan hal itu, Cinta pun buru-buru berlari menuju mobil milik Byan dengan tangisan pilu. "Hhh... CINTA! Jangan lari! Papi belum selesai bicara!" Byan pun segera mengejar Cinta dengan berlari-lari kecil. Ketika hampir sampai di mobilnya, langkah Byan tiba-tiba terhenti karena perutnya semakin melilit, pria tampan itupun tampak merintih kesakitan. Ini semua memang kesalahannya yang begitu ceroboh meminum kopi di kantor Robby tadi pagi, padahal Byan tidak boleh mengkonsumi kafein sama sekali karena ia penderita maag akut. Byan terpaksa meminum kopi tersebut untuk menghormati Robby, namun apa yang ia lakukan justru membawa petaka pada dirinya sendiri. "Pak Byan!" Clara yang melihat sosok Byan, tentu saja segera berjalan cepat menghampiri pria itu. Namun Clara masih belum sadar jika saat ini Byan sedang menahan sakit. "Ini berkas bapak, tadi ketinggalan di kantor, maaf kalau saya nyusul bapak kesini, soalnya pak Robby bilang ini berkas penting dan harus sampai ketangan ba-" "Ugh..." Ucapan Clara tiba-tiba saja terhenti ketika mendengar Byan merintih kesakitan, pria itu bahkan kini terlihat jauh lebih pucat dan mengeluarkan peluh yang sangat banyak. "Bapak kenapa? Bapak baik-ba-" Bruk Karena sudah tidak kuat lagi, Byan pun tiba-tiba pingsan dan Clara dengan sigap langsung menyangga tubuh pria tampan itu. "Pak! Pak Byan, ya ampun badannya panas banget. Pantesan dari tadi dia pucet banget. TOLONG!!!" Clara pun segera meminta tolong, berharap jika supir dan putri Byan segera datang untuk membantu Clara.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN