"Dara, sejak kapan kamu disini?"
Dara yang diajak bicara pun tersenyum, "Aku sudah disini daritadi, kamu saja yang tidak menyadari."
"Asya sama Ara kemana?" tanya Raina saat tak melihat kedua sahabatnya.
Dara hanya menggeleng
Cklek!
"Halo Eline, kamu sudah bangun nak?" Avio tersenyum lebar saat melihat putrinya duduk bersandar di kepala ranjang.
Raina yang sedaritadi tersenyum karena obrolan dengan Dara seketika mendatarkan wajahnya
"Kamu mau makan apa sayang? Ini Bunda belikan Pizza," jelas Avio masih mencoba merayu putrinya.
Raina melirik kearah Avio, "Mulai sekarang panggil saya Raina," jelas Raina dengan nada dingin.
"Tap-"
"Tolong tinggalkan Raina sendiri," sela Raina dingin tanpa memperdulikan Avio yang menatapnya sendu.
"Raina!" pekik Ara girang saat berada disebelah Raina.
Raina tersenyum lebar, "Hallo Ara."
"Keadaan lo gimana Raina? Udah baikan?" tanya Ara.
Raina mengernyit, "Emang Raina kenapa sih?"
Ara diam membeku, yang terjadi pada sahabatnya ini akibat dari kejadian beberapa bulan lalu
"Ara?"
"RA!"
"E-eh, kenapa Rain?" tanya Ara sedikit linglung.
"Ara kenapa sih ngelamun terus," cibir Raina karena Ara terlihat kaget saat ia memanggilnya.
"Gu-"
Cklek!
"Selamat malam Nona Raina, ada keluhan?" tanya seorang dokter dengan ramah.
Raina hanya menggeleng
"Baik, saya periksa dulu ya."
Dokter tersebut langsung memakai Stetoskop nya dan mulai memeriksa Raina
"Semuanya cukup baik, Nona. Istirahat yang cukup ya supaya Nona lekas sembuh," ucap dokter tersebut dengan tersenyum hangat.
Raina hanya diam tanpa berniat membalas ucapannya
"Kalau gitu saya permisi."
Setelah dokter tersebut pamit, Raina menatap langit-langit kamarnya dengan pandangan kosong
***
Sudah dua bulan semenjak Raina sadar, tak ada yang berubah dari gadis tersebut. Masih sama dengan sifat dinginnya yang selalu mengacuhkan kedua orang tua serta Kakaknya. Sampai detik ini, Arta belum memberitahukan perihal Raina yang diijinkan beraktivitas diluar rumah termasuk bersekolah.
Cklek!
"Hallo Adiknya Kakak yang paling cantik."
Suara seorang perempuan yang sangat dikenali membuat Raina melirik sekilas tanpa menjawabnya
"Raina, Kakak punya kejutan buat kamu!" pekik orang tersebut dengan girang meskipun tak dihiraukan Adiknya.
Raina hanya merespon dengan lirikan tapi itu membuat Erl sangat bahagia
"Minggu depan, Kakak mau ajak kamu ke Amerika," jelas Lia dengan sumringah.
Raina yang mendengar itu kembali menajamkan pendengarannya. Buru-buru ia menormalkan ekspresi.
Amerika?
Huh!
Membayangkan saja membuat d**a Raina sesak. Kedua orang tuanya tak akan mengijinkannya pergi meskipun dengan kakaknya sendiri.
Wajah Lia seketika tertekuk, "Kamu gak mau ya?"
"Amerika?"
Mendengar suara Adiknya setelah bertahun-tahun tidak dapat ia dengar membuat Lia sangat bahagia. Bahkan kebahagiaannya tak dapat diukur saat ini.
"Yes, baby. Berdua dengan kakakmu yang cantik ini!" pekik Lia girang. "Eh gak berdua sih, sama pacar Kakak." Lanjutnya dengan menggaruk kepalanya kikuk.
"Kakak punya pacar? Pasti asik ya, bisa jalan bersama dengan pacar Kakak," ujar Raina dengan iri. Ya, dia iri dengan Kakaknya yang bebas melakukan apapun. Bahkan Kakaknya juga memiliki kekasih. Ia juga ingin menemukan pria yang dia cinta dan juga mencintainya.
Lia terkekeh ringan. "Rain mau punya pacar? Biar dicarikan Ayah."
'Pacar? Sepertinya mimpiku terlalu tinggi. Mana ada pria yang mau denganku?' batin Raina miris.
"Benar Raina, kalau kamu memang mau bisa Ayah carikan," timpal seseorang di ambang pintu.
Raina yang diajak mengobrol pun hanya menatapnya malas
Arta dan Avio yang mengerti pun segera memahami bagaimana perasaan putrinya
"Ayah, aku mau ajak Adek ke Amerika minggu depan. Boleh kan?" tanya Lia dengan jurus puppy eyes nya.
Arta terkekeh melihat putrinya. "Tanpa kamu pasang muka gitu juga bakalan Ayah kasih ijin, Erl."
Raina menajamkan pendengarannya, khawatir telinganya bermasalah. Jika memang benar, ia akan segera periksa karena saat ini berada di rumah sakit.
Ayahnya?
Mengijinkan?
Lelucon apalagi ini? Jika memang ini mimpi. Biarkan Raina merasakan kebahagiaan dari mimpi tersebut. Sungguh ia ingin merasakan dunia luar yang indah
"Kamu mau kan Raina?" tanya Avio dengan tersenyum.
Raina nampak menimbang sebelum menjawabnya. Ia hanya takut ini jebakan dan ia semakin tersiksa. "Ya."
"Hore aku shopping sama Raina cihuy!" pekik Lia girang. Tangannya yang mengepal diangkat ke udara.
"Wah ada apa ini bahagia banget?"
Semua yang berada diruangan sontak menoleh kearah sumber suara
"Jelas dong Bang! Aku mau shopping ke negara orang sama Adek," seru Lia dengan binar yang tak surut.
"Negara orang? Kemana?" timpal Rafel yang datang bersama dengan Erlang.
"Amerika," jawab Lia dengan angkuh.
Rafel yang kesal langsung meraup wajah adik kembarnya tersebut, "Norak bocah."
"Ya biar, sirik aja lo," cibir Lia dengan bibir mengerucut.
"Halo sayang, gimana keadaan kamu?" tanya Erlang dengan mengecup puncak kepala Raina.
Raina langsung menguselkan kepalanya ke d**a bidang Erlang. Ia sangat rindu dengan Abangnya tersebut karena sudah seminggu tak bertemu. Erlang yang sangat sibuk dengan kantor cabang sehingga tak dapat menghabiskan waktunya bersama Raina.
Dengan senang hati Erlang membalas pelukan Adiknya dengan erat. Membungkus tubuh mungil sang Adik dengan tangan kokohnya. Mereka yang berada di ruangan memutuskan untuk keluar karena tak ingin mengganggu kebersamaan kedua orang tersebut.
Hiks
Hiks
Air mata Raina mengalir tanpa diminta, Erlang yang mendengar isakan Adiknya langsung mengecup pipi tembam itu.
"Raina pengen apa? Bilang sama Abang," ucap Erlang khawatir.
Raina mendongak menatap abangnya yang sedang menatap sendu kearahnya. "Tadi di depan ada Dara nggak Bang?" tanya Raina dengan sesenggukan.
"Nggak ada," jawab Erlang dingin.
Raina kembali menangis membuat Erlang ikut meneteskan air matanya. "Jangan nangis sayang." pinta Erlang dengan mengecup kepala adiknya berkali-kali.
Seketika Erlang teringat sesuatu, "Raina," panggil Erlang, "Abang punya kejutan buat kamu." lanjutnya.
"Apa Bang..hiks."
"Janji nggak akan nangis lagi?" Erlang mengacungkan jari kelingking nya.
Raina mengangguk ragu
Cklek!
***
Seorang pemuda tampan berjalan di lorong bangunan mewah bernama Rumah Sakit. Gayanya yang keren membuat para suster menatapnya penuh minat. Namun pemuda tersebut tak peduli.
"VVIP 201 sebelah mana?" tanya pemuda tersebut dengan dingin.
Sang resepsionis meneguk ludahnya susah payah melihat pemuda tampan dihadapannya. "Eum di lantai 5."
Tanpa mengucapkan terima kasih, pemuda tersebut melenggang pergi meninggalkan sang resepsionis yang menatap cengo.
Dilantai 5, pemuda tersebut mengedarkan pandangannya. Terlihat sebuah ruangan di ujung lorong. Langsung saja ia melangkah ke arah ruangan tersebut.
Cklek!
Pemuda tersebut melangkahkan kakinya mendekat kearah brankar seorang pasien yang membuat dirinya terasa aneh. Seperti ada sengatan.
"Eum..Hai," sapa pemuda tersebut canggung.
Seseorang yang berada di brankar tersebut menatapnya bingung. Bagaimana tidak bingung jika pertama kalinya bertemu dengan orang asing dan orang tersebut menyapanya.
"Sayang, kenalin dia teman baru kamu," jelas pemuda di sebelahnya.
Gadis tersebut terlihat bingung, "Teman?"
Pemuda yang tadi menyapa langsung memberanikan diri untuk mendekat ke arah gadis tersebut
"Halo, aku Roy," ucap pemuda tampan tadi seraya mengulurkan tangannya.
Gadis tersebut ragu-ragu mengulurkan tangannya. "A-aku Raina."
Roy tersenyum tipis. "Nama yang cantik, seperti orangnya," puji Roy jujur. Raina memang cantik.
"Eum Raina. Roy itu orang yang tolong kita waktu di Indonesia," jelas pemuda yang duduk di brangkar bersama Raina.
Raina hanya mengangguk tanpa memberikan tanggapan
"Semoga kita bisa berteman baik, Raina."
***