04: PERTEMUAN KEMBALI

1519 Kata
Lisa sudah kembali ke istana setelah ia bertemu dengan teman-temannya. Ia tidak tahu kalau orang tuanya menerima tamu yang datang dari negeri Terate. Ia sendiri tidak tahu alasan kunjungan yang dilakukan sehingga hanya menemui sebentar kemudian menuju kamar untuk membersihkan diri. Hari sudah senja, jadi ia ingin berendam air hangat yang telah disiapkan oleh Agil. Ia pun bergegas menuju ruangan yang bisa digunakan untuk berendam. “Kamu bisa melepas gaunmu dulu, Putri.” Agil baru saja ingin mendekati Lisa tetapi ia terkejut dengan kedatangan Savana yang tiba-tiba. “Ada perlu apa kamu datang kemari?” Agil menatap Savana yang membisikkan sesuatu pada Lisa. Memang ada beberapa hal yang bisa Savana tahu tetapi dirinya tidak jadi memaklumi saja dan mengambil perlengkapan untuk mandi. Jelas saja orang tuanya tidak akan membiarkan tamu datang tanpa menghidangkan makan malam, jadi ia tidak heran lagi apabila disuruh mempersiapkan diri. Ia menatap air hangat kemudian mengalihkan pandang pada Agil setelah Savana pergi untuk mempersiapkan gaun. “Sepertinya aku tidak bisa berendam hari ini, Agil. Orang tuaku sudah menunggu di ruang makan.” Lisa merasa kalau badannya terlalu pegal tetapi tahu ia tidak bisa menolak keinginan orang tuanya. “Baiklah kalau begitu. Ini perlengkapan mandinya,” ujar Agil sambil memberikan kotak berisi perlengkapan mandi pada Lisa. Ia sudah biasa menyiapkan air hangat tetapi tidak jadi dipakai karena alasan yang bisa cukup dimengerti. Jadi, ia pun melangkah meninggalkan kamar Lisa setelah putri semata wayang dari keluarga istana ini memasuki kamar mandi. Setelah selesai mandi, Lisa menghampiri Savana yang sudah menunggu. Ia sejenak mengamati gaun yang dipersiapkan oleh pelayan yang setia padanya itu dengan tatapan yang penuh kebingungan. “Apakah aku harus memakai gaun yang mewah? Ini kan hanya makan malam biasa,” ucap Lisa tanpa merasa enggan untuk menggunakan gaun berwarna merah yang sangat memukau. Savana memilihkan gaun yang biasa digunakan untuk datang ke pesta atau acara besar, meski begitu ia tidak menolak untuk memakainya karena ia tahu pilihan Savana memang yang terbaik. “Aku tahu kalau kamu pasti sangat kaget dengan gaun pilihanku tetapi Nyonya Kiela menyuruhku mendandani kamu menjadi cantik. Maka, ini yang bisa aku lakukan.” Savana hanya mengikuti perintah karena ia bekerja di istana ini. Ia tidak berani membantah atau mempersiapkan hal yang bertentangan. Ia menikmati pekerjaan yang sudah lama digeluti sehingga tidak berharap untuk meninggalkan istana dengan tingkah laku yang tidak menyenangkan. Lisa hanya mengangguk pasrah sebab ia juga tidak akan menolak permintaan sang ibu. Ia sendiri tidak tahu mengapa malah merasa gugup padahal tadi ia merasa ingin segera keluar agar bisa menyelesaikan makan malam. Ia tadi sempat bertemu dengan Danius dan lelaki itu telah tumbuh menjadi pria yang sangat dewasa. Ia tidak pernah melihatnya lagi setelah negeri Etanio menjadi terkenal, mungkin lelaki itu juga sibuk sehingga ia tidak seharusnya mengharapkan pertemuan. Ia menatap Savana yang sudah membukakan pintu. Ia berjalan setelah mengembuskan napas berat. Langkah Lisa mendadak terhenti karena ia memandangi ruang makan yang didekorasi dengan cantik. Ia tidak pernah tahu kalau orang tuanya akan mempersiapkan makan malam yang indah seperti ini. Ia juga tidak bertanya pada Favia yang tadi sempat lewat, mungkin ingin mengambil makanan karena belum terlihat adanya makanan di meja makan. Ia juga tidak melihat kehadiran orang tuanya atau pun tamu yang datang dari negeri Terate. Ia sepertinya datang begitu cepat. Jika tahu begini, ia tadi berendam saja dulu. Ia hendak membalikkan badan tetapi ketika berbalik ia menatap Danius yang berjalan ke ruang makan. Ia seketika terpana pada sosok tampan yang tersenyum padanya sembari berjalan mendekat. “Sudah lama kita tidak bertemu,” ucap Danius ketika langkahnya sudah berada di depan Lisa. Ia tidak tahu alasan pasti orang tuanya untuk datang ke ruang makan lebih dulu tetapi tidak menyesal juga karena ia bertemu dengan Lisa. Ia tidak bisa mendekati perempuan itu ketika ada di pendopo karena Lisa sedang bersama teman-temannya. Lisa dengan gugup menjawab, “Kamu benar. Kita sudah lama tidak bertemu. Apa kabarmu?” Lisa merasa seharusnya ia tidak bertanya hal yang jelas ia sudah tahu jawabannya tetapi karena sudah keluar dari mulutnya maka ia membalas senyuman Danius. “Kabarku tentu saja baik. Jika tidak, aku mungkin tidak berada di sini.” Danius memerhatikan yang penampilan Lisa yang sangat cantik malam ini. Ia bisa saja melayangkan pujian untuk putri negeri Etanio tetapi mengurungkan niat karena ia bukan lelaki yang melakukan gombalan. Ini pasti efek dari buku yang ia baca. “Apakah kamu mendapatkan undangan ulang tahun dari Finia?” Mendadak Lisa lupa akan kalimat yang ingin dikatakan ketika Danius bertanya mengenai ulang tahun Finia. “Aku mendapatkannya dan tentu pasti datang. Dia sahabat yang baik untukku. Apakah kamu juga diundang?” Menatap Danius yang mengangguk, Lisa agak terkejut tetapi ia tahu lingkaran pertemanan Finia memang besar, tidak seperti dirinya yang hanya bisa berteman dengan beberapa orang saja, itu pun ia harus mencari teman yang tulus guna tidak memanfaatkan dirinya. “Aku bertemu dengannya di pendopo. Apakah aku harus menyebutnya perpustakaan? Aku sekarang tahu alasan kenapa negeri Etanio sangat terkenal. Aku bahkan tidak menduga kalau kalian bisa menciptakan tempat yang bagus dari bangunan yang tidak terpakai.” Danius masih tidak bisa melupakan betapa menakjubkannya perpustakaan yang ia kunjungi. Ini semua karena ia mengikuti Lisa sehingga ketika ia datang ke istana ternyata orang tuanya sedang cemas mencarinya dan beberapa prajurit sudah dipersiapkan oleh orang tua Lisa untuk mencari keberadaannya. Untung saja, ia datang tepat waktu sehingga orang tuanya bisa bernapas lega. Lisa benar-benar tidak tahu kalau Danius mendatangi perpustakaan, jika ia tahu maka ia bisa pulang lebih cepat karena menyadari ada tamu di istana. Namun, bukankah segalanya sudah terjadi maka ia tentu tidak bisa mengulangnya lagi. “Terima kasih atas pujianmu. Pendopo itu diubah menjadi perpustakaan karena sudah ada ruangan rapat di istana sehingga tidak dibutuhkan lagi. Tadinya berniat untuk dijadikan museum oleh ayahku tetapi atas saran seorang penduduk, pendopo itu diubah menjadi perpustakaan. Setidaknya bisa digunakan menjadi tempat yang berguna.” Lisa menatap Danius dengan tatapan tidak enak hati. “Sebaiknya, kita bicara sambil duduk.” Lisa harus tetap memperhatikan tata krama tetapi ia hampir melupakan sehingga ketika ingat, ia mempersilakan Danius untuk duduk. “Terima kasih.” Danius menarik kursi kemudian duduk. Ia belum melanjutkan pembicaraan dengan Lisa karena ada pelayan yang sedang mempersiapkan makanan dan minuman. Ia jadi merasa tidak harus berada di sini ketika semuanya belum siap tetapi mungkin beginilah yang ada di istana Etanio dan ia bisa memakluminya. “Sampai di mana tadi pembicaraan kita?” Mendadak Danius lupa setelah memperhatikan pelayan yang sangat sigap bekerja. “Pendopo?” Lisa memerhatikan Danius yang tampak lucu ketika lupa. Keningnya akan mengerit dan setelahnya raut wajah akan kembali ke semula. “Apa kamu tahu orang tua kita sedang melakukan apa?” Lisa sangat penasaran karena sedari tadi orang tuanya dan orang tua Danius tidak kunjung datang ke ruang makan. Padahal, ia sudah sangat lapar sekarang. Danius mengangkat bahu. “Aku juga ingin tahu apa yang mereka bicarakan tetapi aku malah diusir untuk datang ke sini.” Sungguh, Danius pula sedang menunggu orang tuanya kemari tetapi mereka tidak menampakkan diri sama sekali. “Mungkin mereka membicarakan mengenai kerja sama kedua negeri. Aku pikir bukankah akan jauh lebih baik apabila ada komunikasi mengenai hal itu? Orang tuaku tidak mungkin datang ke sini tanpa tujuan.” Jika membicarakan mengenai kerja sama, Lisa tentu tidak heran lagi karena pasti akan lama. Namun, bukan berarti malah menyuruhnya untuk cepat-cepat mandi dan mempersiapkan diri. Ia juga tentu tidak boleh berpikiran negatif terhadap orang tuanya, mungkin mereka menyuruhnya cepat-cepat agar bisa menemani Danius sebab ada hal penting yang ingin mereka bicarakan. “Apa yang kamu katakan mungkin benar. Aku pikir kerja sama ini bisa sangat lancar karena orang tua kita saling percaya. Bagaimana menurutmu?” Lisa menyuruh pelayan untuk tidak menuangkan minuman ke gelas karena ia akan menuangkan sendiri ketika haus. “Aku selalu mendengar kalau orang tuaku begitu merasa beruntung bisa bekerja sama dengan negeri Etanio. Aku sendiri tidak tahu tepatnya karena tidak pernah membicarakan hal itu dan tentu mereka hanya memintaku untuk menurut sembari terus menanyakan mengenai kapan aku akan menikah.” Danius memerhatikan pipi Lisa yang memerah, ia tidak tahu bagian mana dari ucapannya yang membuat Lisa tersipu. “Aku akan diberi tahu mengenai kerja sama dan hal-hal lain ketika mereka ingin memberi tahu. Selama belum, aku pikir tidak akan diberi tahu.” Lisa tidak tahu harus menanyakan apa tetapi ia tentu penasaran dengan kisah cinta Danius. “Apakah kamu sudah mempunyai kekasih?” Mendadak Lisa gelagapan. “Maksudku, orang tuamu tidak mungkin menyuruhmu menikah apabila kamu belum mempunyai pasangan. Mereka pasti berharap kamu sudah mempunyai calon istri. Bukankah begitu?” Lisa tidak berani menatap Danius dan ia mengalihkan pandang sembari menuangkan minuman ke gelas. Ia merasa deg-degan sekarang. Pernyataan yang diajukan oleh Lisa membuat Danius tersenyum tipis. Ia memerhatikan Lisa yang sedang menuang minuman pada gelas, ia merasa Lisa sangat menggemaskan ketika sedang malu. “Aku belum mempunyai calon istri sehingga aku sedang mencarinya. Kalau kamu, bagaimana? Apakah orang tuamu sudah menyuruhmu menikah?” Danius menelisik raut wajah Lisa yang terkejut dengan pernyataannya. Ia hampir saja merasa cemas saat Lisa menuangkan minuman terlalu banyak, tetapi perempuan itu segera menghentikan kegiatannya ketika minuman sudah memenuhi gelas. Hampir saja tumpah, hampir.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN