Lovely Master

1000 Kata
Sesampainya kedua pasangan itu dikediaman Arthur, Jane terpekik ketika lengan besar milik Arthur menggendong dirinya. Sontak Jane langsung mengalungkan lengannya keleher Arthur dan memeluknya erat. "hm, Uncle" rasa nyaman menjalar ketubuh gadis itu, bahu yang tegap dan d**a yang bidang selalu dapat membuat Jane seakan melayang keudara. Belum lagi aroma maskulin parfum yang bercampur dengan aroma tubuh pamannya itu membuat Jane selalu mengendus sisi leher Arthur. "Uncle, i want you..." racau Jane, Arthur terus menaiki tangga menuju kamarnya tanpa mengubris racauan gadis itu yang ia yakini tengah mabuk berat. Jane bukan tipe gadis yang pemabuk, sedikit saja ia menegak minuman berakohol tinggi pasti akan membuatnya mabuk. Arthur menggeser pintu hingga sedikit terbuka dengan tubuhnya sementara kedua tangannya masih menggendong Jane, ia membaringkan tubuh langsing itu keatas pembaringan dengan sangat hati-hati dan perlahan. Takut membangunkan gadis yang sepertinya telah tertidur lelap itu. Mata lentiknya tertutup rapat, begitu juga dengan bibir mungil yang sudah tidak terdengar meracau lagi. Arthur membuka gaun Jane yang terasa sangat basah dibagian d**a akibat banyak minum, jika saja kondisi Jane saat ini tidak mabuk berat ia pasti akan memberi sedikit hukuman untuk gadis ini. Mungkin nanti, bila pagi tiba... Kini tubuh gadis itu telah dalam keadaan naked, tanpa ada gairah Arthur membersihkan tubuh Jane dengan sangat perhatian. Entah mengapa mengurus gadis ini sama seperti ia mengurus mendiang istrinya sendiri, Arthur beralih ke walk-in-closet. Mencari dress wanita milik peninggalan Samantha yang masih ia simpan. Dengan hati-hati Arthur mengenakan dress floral berlengan panjang tersebut, ia tersenyum simpul setelah mengetahui pakaian tersebut ternyata sangat pas ditubuh Jane. Arthur lalu memakaikan selimut menutupi seluruh tubuh Jane hingga leher guna menghangatkan tubuh mungil itu. Ia melirik arloji, jam tepat menunjukan pukul 2 dini hari. Arthur berpikir jika ia tidur sekarang esok harinya ia pasti akan terlambat bekerja. Hingga ia memutuskan untuk begadang, tapi sebelum itu ia harus membersihkan diri terlebih dahulu. Arthur menuju kamar mandi, meninggalkan Jane yang telah terlelap kealam mimpi dengan nafasnya yang teratur. Dalam keadaan ruangan yang hanya dihiasi cahaya bulan. … Pagi menjelang, sinar matahari mengintip disela-sela gorden ruangan tidur itu. Jane mengerjapkan mata beberapa kali menyesuaikan cahaya yang masuk kenetra indahnya. Kepalanya terasa berdenyut namun aroma maskulin yang ia hirup dikamar itu membuatnya rileks seketika, Jane mengedarkan pandangannya. Kamar tak asing yang selalu ia kunjungi, namun Jane tidak pernah sampai tertidur dikamar yang selalu menjadi saksi bisu kegiatannya dengan pria itu. Tidak pernah hingga sepagi ini gadis itu berada dikamar pribadi Arthur. Hingga otaknya bekerja keras dan mengingat kejadian semalam, Jane mengingat kala ia sedang mabuk berat dengan sangat terpaksa ia harus diseret paksa oleh Arthur dari perayaan itu. Pipinya memerah... Oh, pasti ia akan membuat malu pamannya itu. Apalagi jika awak media merekam kegiatan mabuknya semalam, Jane terus mengumpati dirinya dalam hati. Saat gadis itu ingin beranjak, Jane tercengang melihat tubuhnya yang telah berganti pakaian tanpa mengenakan dalaman apapun. Begitu ia menyibakan selimut yang membungkus seluruh tubuhnya Jane baru sadar jika ia telah tidak mengenakan dress mahal permberian Arthur itu lagi. Jane berpikir keras, Apa Uncle yang melakukan ini? Apa semalam sesuatu telah terjadi? Batin Jane bertanya-tanya. Saat mabuk Jane tidak mengingat apapun lagi, ia harus menahan malu jika dirinya semalam akan lebih agresif dari biasanya karena pengaruh alkohol. Jane mendengar suara pancuran air dari dalam kamar mandi, menandakan bahwa pamannya itu sedang mandi. Cekle... Pintu kamar mandi terbuka, menampilkan pemandangan indah yang menjadi sarapan untuk Jane dipagi harinya. Ia bahkan menelan salivanya sendiri, melihat pamannya yang hanya terbungkus handuk yang melilit dipinggulnya dan membiarkan bagian d**a terekspos sempurna. Sungguh pahatan yang sempurna jika pamannya itu diibaratkan dengan patung dewa yunani, perut rata dengan bentuk sixpack yang selalu diidamkan setiap wanita. Lengan besar nan kokoh, jemari berurat yang terlihat sangat keras dan kecoklatan. Serta tak lupa rahang tegas yang makin menyempurnakan pria yang berumur matang itu. Jane menahan panas ditubuhnya seakan dunia akan terbakar, bahkan dipagi hari ia sudah sepanas ini. Arthur menatap Jane yang kini telah sadar, seakan mengerti kegelisahan gadis itu Arthur membuka suara. "tidak ada yang terjadi semalam" ujar pria iu, Jane membulatkan bibirnya membentuk huruf O seraya mengangguk mengerti. Arthur memakai pakaiannya yang sedari tadi sudah ia genggam tanpa ada rasa malu ditatap oleh Jane. "kenapa? Kau sudah pernah melihatnya bukan?" cecar Arthur, Jane makin dibuat kebingungan memposisikan dirinya saat ini. "uh, Uncle... Perihal semalam-" "sudahlah!" potong Arthur. "kau hanya terlalu banyak minum" ucap pria itu seakan tak ada nada kemarahan disetiap katanya, benarkah pamannya itu tidak akan marah dan menghukum dirinya? "kau tidak akan menghukumku?" tanya Jane dengan wajah polosnya yang selalu disukai Arthur. Pria itu melangkah pelan kearah Jane yang masih terduduk diatas ranjang dengan wajah datar yang tak dapat diartikan seperti yang biasa pamannya itu tunjukan. Langkah sepatunya terhenti saat berada disamping ranjang lalu tubuhnya setengah membungkuk kearah Jane. "tidak. Mungkin nanti... Tapi sekarang Uncle harus pergi bekerja little one" bisik Arthur ditelinga Jane dengan erotis, geraman pria itu terasa panas ditelinga hingga menjalar kewajahnya. Jane hampir saja bergidik ngeri jika saja ia tidak mengingat Arthur adalah pamannya sendiri, pria yang selalu membuatnya nyaman disaat terkejam sekalipun. "minumlah obat yang telah kusediakan Jane! Itu akan membuat sakit dikepalamu menghilang, dan hari ini kau tidak usah pergi bekerja!" titah Pria itu tepat diwajah Jane, ucapan dingin dengan penuh penekanan membuat Jane segera menganggukan kepalanya. "yes Uncle..." ucap Jane parau. Arthur meringai lebar dan segera mengecup dahi gadis iti dengan sayang dan segala kelembutan, membuat Jane terhanyut dan ikut memejamkan matanya merasakan deru nafas panas yang ada diwajahnya. Aroma sabun yang sangat wangi ditambah aroma wangi pria itu selalu menjadi candunya. "goodgirl..." ucap Arthur melepaskan kecupannya dan mengelus rambut pirang milik Jane dengan satu jemarinya. Pria itu lalu berlalu pergi meninggalkan Jane sendiri, yang masih termenung menikmati aroma Arthur yang tersisa diranjang itu dan segala perlakuannya barusan. Entah mengapa semua itu membuat hatinya terasa nyaman, berada didekat Arthur adalah hal yang paling diinginkannya saat ini. Dan Jane rela membayar itu semua meski dengan tubuhnya, meski dengan segala permainan gila yang dilakukan pria itu, dan lagi... Jane sangat menyukai permainan pamannya itu...
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN