“July!”
Anne menggedor pintu kamar July berkali-kali. Ia sudah mencoba untuk meneriaki namanya, tapi lelaki itu tidak menjawab. Tidak ada sahutan dari lelaki yang ia panggil namanya berkali-kali itu. Hanya terdengar suara-suara yang ia yakini berasal dari laptop milik July.
‘Apa dia tertidur lagi?’ Perempuan itu membatin. Tapi, ada hal mendesak yang harus ia tanyakan sekarang. Anne kembali menggedor-gedor pintu kamar July sambil terus meneriakan namanya.
“July! I know you’re inside! So open the door!”
Namun, July lagi-lagi tidak menggubris panggilan-panggilan Anne sampai perempuan itu kembali berteriak.
“Hei, July!”
Hari ini perempuan itu memang pulang cepat. Setelah berangkat saat gelap tadi, ia bisa kembali ke rumah ketika matahari sudah di atas kepala. Ia hanya perlu melakukan beberapa kerjaan saja dan mendapatkan libur selama dua hari. Seharusnya memang sejak kemarin ia sudah mendapatkan libur, sejak ia pulang pada pukul satu dini hari. Hanya saja, seorang teman yang seharusnya masuk pagi tadi berhalangan untuk melakukan piket dan meminta Anne untuk menggantikannya untuk beberapa jam sebelum ia tiba. Karena temannya itu memohon-mohon karena sesuatu yang mendesak, akhirnya Anne mengiyakan permintaan rekannya itu untuk menggantikan posisi piketnya di pagi hari, setidaknya sampai rekannya itu datang dan bergantian untuk piket.
Mendapatkan hari libur seperti sekarang selama dua hari ke depan adalah hal yang langka dan menyenangkan baginya dalam waktu-waktu dekat ini, terlebih ketika virus mulai mewabah ke segala tempat di dalam kota, ia tidak pernah dapat hari libur yang layak apalagi di rumah sakit tempat ia bekerja itu kekurangan tenaga medis untuk menangani pasien yang membludak. Namun, ada sesuatu yang membuatnya harus bangkit lagi dari tempat tidur setelah sebelumnya ia berniat untuk berleha-leha sepanjang hari, menikmati hari libur yang bahkan bisa dihitung jari. Semua itu, karena July. Lelaki yang sudah bersama dengannya sejak ia berusia empat tahun.
Siang tadi, selepas ia pulang dari tempatnya bekerja, Anne melepas jaket dan seluruh pakaian yang ia kenakan saat pergi bekerja di rumah sakit. Kemudian perempuan yang jarak usianya berbeda hanya lima tahun dari July itu berniat untuk membersihkan diri di kamar mandi. Ia berpikir untuk melepaskan penatnya setelah full selama dua minggu, tidak menikmati hari libur yang cukup panjang. Bagi Anne, mendapatkan libur dua hari merupakan hari libur yang panjang, meskipun bagi sebagian orang itu hanyalah sebentar. Karena biasanya, perempuan itu hanya bisa beristirahat paling tidak sebanyak empat jam dalam setiap harinya. Itu pun yang paling lama. Biasanya, apalagi ketika ia mendapatkan giliran untuk piket malam, Anne hanya bisa tidur selama dua jam saja.
Perempuan itu sudah mengganti bajunya dengan you can see berwarna hitam dan hotpants yang juga berwarna senada. Perempuan itu juga mengambil Scrunchie dan mulai mengikat rambutnya ke atas. Ia tahu kalau hari ini cuaca akan begitu panas. Terlebih memang karena musim kemarau sudah dimulai. Setelah memastikan semuanya sudah beres, ia kemudian merebahkan tubuh di kasur. Belum memejamkan mata. Perempuan itu masih memikirkan sesuatu. Ia berpikir kalau ada hal yang mungkin ia lupakan, ‘Tapi apa?’ batinnya bertanya-tanya.
Sesaat kemudian, terjawab sudah apa yang menjadi masalah dalam kepala perempuan itu. Setelah ia merasa perutnya keroncongan, ia urungkan niatnya untuk tidur. Anne lupa kalau ia belum makan siang. Sarapan pun ia lewatkan karena ia bangun terlambat dan harus segera berangkat ke rumah sakit.
Akhirnya, perempuan itu merasa lapar. Ia berjalan menuju dapur dan mulai mendekati kulkas untuk mencari tahu, apa yang bisa ia makan sekarang. Sebelum ia membuka pintu kulkas, ia baru ingat, kalau yang mengganjal pikirannya adalah ia harus mampir ke minimarket untuk membeli bahan makanan karena subuh tadi, kulkas mereka kosong. Stok makanan di dalam kulkas telah habis dan seharusnya hari ini adalah jadwal Anne pergi berbelanja. Anne juga tidak akan mungkin meminta July untuk pergi karena ia sedang di isolasi. Membuat July keluar rumah adalah satu hal yang sangat berbahaya karena bisa saja July yang membawa virus di dalam tubuhnya membuat orang lain turut terjangkit. Meskipun tidak ada gejala serius yang menimpa July dan juga ia sudah beberapa hari dikurung di dalam kamar, Anne berpikir kalau sebentar lagi sepupunya itu akan sembuh. Tapi, tetap saja. Sebelum hasil negatif terpampang di surat pemeriksaan, Anne tidak akan membiarkan July berkeliaran dan menjadi penebar virus untuk orang-orang yang imunnya lemah di luaran sana.
Seketika, perempuan itu kaget. Ia melihat dengan mata kepalanya sendiri kalau kulkas mereka sudah terisi penuh bahan makanan. Ia merasa kalau tadi subuh penglihatannya tidak salah, kulkas benar-benar kosong dan hanya menyisakan beberapa batang daun bawang dan kecap asin. Anne bahkan sudah membuat list belanjaan untuk mengisi stok makanan mereka karena niatnya, ia akan mampir ke minimarket saat ia kembali dari rumah sakit yang akhirnya malah ia lupakan.
“Apakah dia keluar rumah?” batin Anne menebak-nebak. Ia curiga kalau July yang memang sudah muak di dalam rumah itu nekat untuk berkeliaran.
Tiba-tiba, terdengar suara notifikasi dari handphone miliknya. Ia kembali ke dalam kamar dan mengambil handphone itu. Sebuah pesan masuk dari akun p********n bank. Lagi-lagi Anne dibuat tercengang dibuatnya. July harus memberikan penjelasan sekarang juga atas apa yang terjadi. Dengan cepat ia berlari menuju kamar lelaki itu. Ia menggedor-gedor pintunya dengan keras sambil berteriak, menyerukan nama July.
“July! Apakah kau tertidur?”
Anne mengetuk pintunya sekali lagi dengan begitu keras sampai akhirnya lelaki di balik sana menjawab panggilannya yang sejak siang tadi terabaikan.
“Kau sungguh mengganggu, Anne! Kenapa ribut-ribut di tengah hari begini? Aku sedang menikmati tidur siangku!”
Masih dengan pintu yang tertutup, mereka akhirnya melakukan percakapan dengan sedikit berteriak karena terhalang pintu.
“Apakah kau mengisi bahan makanan di kulkas?” tanya Anne lagi. Segera setelah ia berteriak, ia menempelkan telinganya di daun pintu demi mendengar jawaban dari July.
“Lalu, siapa yang akan mengisinya? Hantu?”
Sambil asyik melanjutkan game yang semalam, July menjawab sekenanya. Benar. July sebenarnya tidak tidur siang. Ia sedang asyik bermain game dan tidak ingin diganggu. Maka sejak tadi, begitu Anne menggedor-gedor kamar, July hanya diam. Ia juga memakai headphone sehingga suara Anne itu tidak terdengar olehnya. Sampai di ketukan terakhir tadi, tepat ketika July sedang melepas headphone yang akhirnya tak tahan lagi mengabaikan teriakkan-teriakkan dari mulut Anne.
“Kau pergi keluar? Bodoh! Sudah berapa kali kubilang, kau harus diam di dalam rumah. Kau mungkin sudah baik-baik saja, tapi kau tidak pernah tahu virus itu masih bersarang di tubuhmu atau tidak! Kalau kau menulari orang lain, bagaimana?” tanpa pikir panjang, semua omelan keluar dari bibir Anne layaknya kereta ekspress di India.
July menoleh ke arah pintu. Menekan tombol pause, kemudian berjalan ke sana. Ia berdiri di balik pintu tersebut sambil memandanginya. Mendengar Anne yang mendumal seperti itu, akhirnya July menjawab, “Aku juga ditulari orang lain, apa masalahnya?”
Anne begitu kesal mendengar jawaban yang keluar dari mulut July. Ia tahu kalau lelaki itu memang begitu frustasi karena virus sialan itu merambah di tubuhnya. Tapi, apa lagi yang bisa ia lakukan? Itu sudah takdir. Mereka setidaknya sudah berupaya untuk tidak terinfeksi, tapi kenyataannya? Takdir berkata lain.
Sebagai nakes yang berdiri di paling depan melawan virus dengan segala lelah, jelas Anne tidak Terima dengan apa yang dikatakan July padanya. Ia tidak hanya membahayakan diri tapi juga khalayak ramai jika memang apa yang Anne duga itu benar-benar terjadi.
“Kau baik-baik saja karena imun mu kuat, bagaimana jika orang yang kau tulari memiliki imun lemah? Kau sama saja membunuh mereka!” teriak Anne lagi.
“Persetan dengan virus sialan ini, Anne. Lagipula aku tidak keluar rumah. Seperti yang kau perintahkan.”
“Jangan khawatir, Anne! Aku memakai jasa. Kusuruh letakkan di depan pintu!” tambahnya.
Seketika Anne terdiam. Sedikit bernafas lega karena ternyata July masih mendengarkan perkataan Anne sebelumnya untuk tidak meninggalkan rumah mereka. Setelah mendengar tidak ada lagi perkataan yang keluar dari mulut Anne, July kembali membanting tubuhnya di kasur dan menghadap ke layar laptop untuk kembali memutar permainan. Namun, belum sempat ia menekan tombol play dalam laptopnya, Anne kembali meneriakkan sesuatu padanya.
“Lalu, ini apa?”
Akhirnya Anne kembali berbicara. Ia bertanya tentang apa yang baru saja ia dapatkan dari July melalui ponselnya.
“Apa lagi sekarang?” dengan nada datar July menjawab.
“Kau habis menang lotre?”
Setelah mendengar pertanyaan itu, July segera paham. Pasti perempuan itu sedang membicarakan tentang uang yang dikirimkan July padanya beberapa waktu lalu. Ia hanya tersenyum kecil.
“Bukankah uang pesangonmu sudah habis bulan lalu?” tanya Anne lagi.
July tertawa, kemudian ia menimpali, “Aku bahkan tidak dapat pesangon, Anne. Itu gaji terakhirku. Kau tidak hafal bagaimana pelitnya si Welt sialan itu?” kelakar July, memang benar kenyataannya bahwa ia tidak mendapatkan pesangon. Ia hanya memperoleh gaji terakhir atas kerja kerasnya sebelum akhirnya ia ditendang dari perusahaan tersebut.
“Lalu, apa ini?”
Anne yang masih belum mendapatkan kejelasan itu tetap berusaha mencari tahu.
“Anggap saja aku sedang berpatungan untuk membayar tagihan listrik, Anne!” kekeh July, masih dengan posenya yang telungkup di atas kasur. Ia menekan tombol play di laptopnya dan mulai melanjutkan permainan yang sempat terjeda tadi.
“Hey, aku serius!”
Anne berkacak pinggang di depan pintu meskipun jelas, July tidak akan melihatnya.
“Aku seribu rius. Pakai saja uangnya untuk bayar tagihan,” celetuk lelaki itu.
“Tapi, darimana kau dapat uang ini? Bukankah ini terlalu-“ ujaran Anne terpotong, ia melihat dan menghitung angka nol yang berjajar di layar handphonenya.
“Banyak?”
Matanya terbelalak. Ini mungkin nominal terbanyak yang pernah dikirimkan July untuknya.
“Kalau begitu, kau bisa gunakan untuk bersenang-senang, Anne!”
Anne tetaplah Anne. Ia belum mendapatkan jawaban yang jelas dari mana sumber uang yang dikirim July untuknya siang itu. Maka, ia akan terus mengorek-ngorek informasi sampai ia tahu apa yang ingin ia ketahui.
“Sekali lagi aku bertanya, July. Aku tidak ingin menghabiskan suaraku untuk terus berteriak di depan pintu!”
July hanya terkekeh geli. Ia berpikir, kalau Anne pasti tidak akan percaya dengan apa yang ia alami. Sama seperti July beberapa waktu lalu. Bahkan sampai sekarang pun sebenarnya July masih kebingungan atas apa yang terjadi. Namun, uang yang masuk ke dalam rekeningnya benar-benar nyata. Ia bahkan bisa mentransferkan separuh miliknya untuk Anne yang selama ini memang banyak membantu. Jadi, kenapa tidak? July hanya menganggap ini sebagai keajaiban yang katanya akan datang sekali seumur hidup.
“Kau tidak akan percaya ini, Anne!” July mulai antusias.
“Apa?”
“Kau penasaran kan?”
Pertanyaan yang keluar dari mulut July membuat Anne semakin penasaran. Apa yang sebenarnya disembunyikan oleh July? Ia terus menerka-nerka. Di kepalanya, sudah banyak pikiran-pikiran negatif akan hal ini.
“Sekarang kau ke kamar, ambil masker dan face shield mu!” perintah July yang masih berteriak dari dalam kamar dengan tangan yang masih sibuk menekan tombol-tombol pada keyboard laptopnya.
“Kau mau apa?” tanya Anne yang tidak mengerti apa yang akan diperbuat oleh July. Kenapa July membutuhkan masker dan Face shield?
“Kau ingin tahu kan bagaimana aku dapat uang sebanyak itu? Ikuti saja perintahku, Anne!”
Akhirnya perempuan itu melengang pergi, menuju kamar. Mengambil masker dan face shield yang entah apa yang akan July perbuat setelahnya. Beberapa menit kemudian, Anne yang sudah memakai masker dan Face Shield kembali berdiri di depan pintu kamar July.
“Sudah! Sekarang apa yang akan kau lakukan?”
“Jangan terlalu dekat dengan pintu. Mundur beberapa langkah, Anne!” perintah July. Anehnya, perempuan itu tetap menurutinya. Ia mengambil beberapa langkah ke belakang.
Ceklek.
Tak lama, pintu kamar July sudah terbuka.
“Kau hanya perlu melihatku dari situ. Okay?” July lagi-lagi berujar.
Lelaki itu kemudian kembali ke kasurnya dengan pose telungkup. Ia menaruh kepalanya di dekat laptop yang masih memutar permainan yang memang sejak tadi ia mainkan. Sementara itu, Anne yang melipat tangannya di d**a, hanya berdiri mematung memperhatikan apa yang July lakukan sambil terus membe nak, sebenarnya apa yang akan dilakukan July untuk menjawab rasa penasarannya itu.
July tidak berkata apa-apa. Ia mulai tertidur di atas laptopnya. Sementara Anne yang melihat July malah tertidur di atas kasur kemudian memanggil namanya.
“July?”
Lelaki itu tidak menjawab. Ia benar-benar sudah tertidur pulas. Anne menunggunya sekitar lima menit. Sampai akhirnya, ia merasa kalau July telah mempermainkannya.
“Apa-apaan dia ini? Aku serius dengan pertanyaanku dan yang ia lakukan adalah hal konyol ini?”
Anne terlihat kesal. Ia kemudian menarik gagang pintu dan membantingnya dengan keras sehingga July terkejut dan bangun dari tidurnya.
Perempuan itu melenggang pergi dengan wajah yang kesal setelah berteriak pada July, “KURASA OTAK MU SUDAH TAK BERES, JULY!”