“Oh My Godness! Aku bermimpi aneh itu lagi!”
Segera, setelah ia terbangun dan menemukan matahari sudah naik ke permukaan, July meraba-raba sakunya. Ia langsung mengecek apakah lagi-lagi sesuatu tertinggal di sana seperti sebelumnya. Akan tetapi, ia lupa satu hal. Hari itu, ia tidak memakai baju bersaku, pun celananya. Tidak ada satu pun saku di sana. Ia tidak dapat menemukan kepingan emas seperti pada mimpi sebelumnya yang secara ajaib berubah menjadi uang sungguhan.
Lupakan soal kepingan emas. Ada sesuatu yang lebih ia pikirkan. Tentang bagaimana ia masuk ke dalam dunia ini. Lebih tepatnya, bagaimana cara yang tepat untuk masuk ke dalam dunia game yang aneh ini.
“Mengapa kemarin, ketika ada Anne tidak terjadi apa-apa? Sementara malam harinya, aku kembali masuk ke dalam dunia game itu?”
Ia terus bertanya pada dirinya sendiri. Apakah mungkin ia tidak bisa masuk ke dunia game ini sebelumnya karena sebuah faktor? Atau mungkin ada pintu pembuka rahasia yang bisa mengantarkannya ke dunia game itu?
Tak lama, layar laptop milik July meredup. Spontan, lelaki itu menoleh ke arah laptop tersebut. Sebuah notifikasi terlihat. Rupanya laptop tersebut harus diisi daya karena sudah low battery. Benar juga, lelaki itu belum sempat mencolok kabel charge nya pada laptop sejak kemarin. Ia menjulurkan tangan ke depan. Mencoba untuk merogoh charger yang terletak di belakang laptop, terhalang oleh benda kotak itu. Namun, bukannya menemukan kabel charger, ia malah menemukan hal lain yang sebelumnya tidak ia pikirkan.
“Kantung?”
Sebuah kantung dari bahan kain ada di balik laptop itu. Ia tidak pernah merasa memiliki kantung kain seperti itu sebelumnya. Namun, jantung yang Ia temukan ini tidak begitu asing.
“Tunggu dulu, jangan-jangan iini-“ ucapannya terjeda, ia sebenarnya sudah menebak kalau ini adalah salah satu keajaiban yang ia dapatkan dari tempat tak masuk akal itu.
Perlahan, July membuka kantung kain tersebut. Benar saja dugaannya, kalau di dalam kantung yang entah dari mana asalnya itu terdapat cukup banyak keping emas. Keping emas yang sama dengan yang ia dapatkan kemarin. Meskipun, tidak ada permata biru. Hanya kepingan emas saja.
July mengambilnya dari dalam kantung dan ia biarkan keping-keping emas itu tergeletak di atas telapak tangannya. Sambil terus memandanginya, ia melihat lebih jelas detail yang ada di dalam keping emas tersebut. Terlihat sebuah tulisan yang bertuliskan ‘Hot plants'. Dan seperti yang terjadi pada hari kemarin, keping emas itu kemudian menghilang secara perlahan. Sampai akhirnya, tidak ada lagi keping emas yang tersisa. Tak lama, notifikasi kembali masuk ke dalam ponselnya. Lagi-lagi, uang dengan nominal yang tak kecil itu masuk ke dalam rekening milik July sama seperti sebelumnya ketika ia berhasil melewati permainan yang ia pilih. Lelaki itu kemudian ingat sesuatu. Ia harus menunjukkan ini pada Anne agar perempuan itu percaya. Ia berlari ke depan kamar Anne dan berteriak, “Anne, lihat! Aku mendapatkannya lagi!”
Nihil. Tidak ada jawaban dari dalam kamar. Padahal, kemarin Anne berkata kalau ia mendapatkan dia hari libur. Jelas, hari ini seharusnya Anne ada di rumah, tidak pergi bekerja. Atau mungkin Anne sedang mempunyai keperluan lain di luar sana.
“Anne?”
Sekali lagi ia menggedor pintu kamar perempuan itu. Masih sama, tidak ada jawaban. July bahkan sudah menempelkan telinganya ke daun pintu, tapi ia tidak mendengar apapun selain keheningan dari dalam kamar.
July yang mengetahui kalau perempuan itu tidak ada di dalam kamarnya, kemudian kembali ke dalam kamar. Ia duduk di atas ranjang dengan senyuman yang tidak pernah lepas dari bibirnya sejak notifikasi dari akun banknya itu terlihat di layar ponsel. Kini ia begitu bersemangat. Lelaki itu bahkan menebak-nebak, berapa nominal yang akan ia dapatkan kali ini atas usahanya yang sampai banjir keringat demi membasmi para makhluk pemakan otak itu.
“Sepertinya akan lebih sedikit, aku tidak dapat permata biru tadi malam,” gumamnya sambil menunggu layar di handphone nya itu menunjukkan angka yang ia nantikan.
Seketika matanya terbelalak. Lagi-lagi ia disuguhkan oleh angka yang jauh dari ekspektasi nya. Padahal sebelumnya ia sudah berekspetasi bahwa ia hanya akan dapat uang yang lebih kecil dibanding hari pertama saat ia mengalahkan para makhluk aneh itu dengan kacang-kacang kenari raksasa.
“Li-lima puluh... Lima puluh juta?”
Lelaki itu hampir ambruk setelah melihat nominal yang masuk. Ia belum pernah melihat nominal sebanyak itu masuk ke dalam rekeningnya. Terakhir kali, dari kantor tempatnya bekerja, ia hanya mendapatkan gaji yang tidak lebih dari satu digit saja.
“Ini bahkan lebih dari gajiku selama satu tahun! Gila! Ini benar-benar gila! Aku harus tidur lagi dan masuk ke dalam permainan agar dapat uang yang lebih banyak!”
Lelaki itu lompat ke atas ranjang dan begitu bersemangat. Ia berpikir bahwa ini adalah jalan untuk mendapatkan uang yang lebih banyak dengan begitu mudahnya. Ia hanya perlu bermain game secara live, memenangkan permainan, membunuh para makhluk-makhluk sialan itu dan uang yang besar akan masuk ke dalam rekeningnya. Maka ia mulai merebahkan diri menghadap ke arah laptop dan mencoba untuk tertidur lagi meskipun ia belum lama bangun. Lelaki itu berharap kalau caranya ini akan berhasil dan ia akan kembali mendapatkan uang ke dalam akun bank miliknya hanya dalam waktu yang singkat.
“Baiklah, yang perlu kulakukan sekarang adalah tidur, bukan? Ayo, July! Mari kita pejamkan mata!”
Lelaki itu mencoba memejamkan matanya, masih dengan video game yang berputar tanpa ia mainkan sama sekali. Di dalam kepalanya, ia hanya memikirkan untuk tidur.
'Kenapa aku belum tidur juga? Apa karena aku tidak mengantuk? Aku kan baru bangun beberapa waktu yang lalu,’ July membatin. Ia belum juga terlelap meskipun sejak tadi ia sudah memaksa matanya untuk terpejam. Kemudian, ide muncul dari kepalanya dengan tiba-tiba.
‘Saat aku kecil dulu, ketika aku tidak bisa tertidur di malam hari, aku selalu menghitung domba lalu aku akan tertidur. Kalau begitu, ayo bayangkan banyak domba di kepala. Kau harus tidur, July! Ayo, July!’
Lelaki itu terus berbicara dalam hati. Akhirnya, tidak lagi terdengar gaduh seperti beberapa waktu yang lalu. Yang terdengar hanyalah suara yang berasal dari video game dalam laptop July. Lelaki itu juga sudah memejamkan matanya sejak beberapa waktu yang lalu. Meskipun awalnya ya, hanya pejam pejam ayam.
Lima menit kemudian. Sepertinya July sudah mulai tertidur. Tidak lagi ia membatin dalam hatinya dan mendumal mengapa ia belum juga tertidur. Sepuluh menit, tidak ada yang terjadi. Semua masih sama dan masih pada tempatnya. Sampai di menit ke lima belas, akhirnya July membuka mata. Rupanya benar, ia tidak bisa tertidur sama sekali.
“Kenapa tidak ada yang terjadi? Kenapa aku tidak bisa tidur dengan lelap juga?”
Ia terlihat kesal karena tempat di mana ia membuka mata, masih di dalam kamarnya. Bukan di Zen Garden seperti yang ia inginkan. Padahal ia sudah mencoba begitu keras.
“Berati bukan begitu caranya. Syarat apa yang belum aku penuhi?”
July memutar bola matanya ke atas. Mencoba memikirkan apa syarat yang seharusnya ia penuhi untuk bisa kembali masuk ke dalam dunia yang sebenarnya ia pun masih percaya tak percaya apakah dunia itu nyata atau tidak.
July akhirnya bangkit dari pembaringan setelah beberapa waktu. Ia berjalan ke dekat jendela. Sinar matahari menerobos dari celah di atasnya. Silau. Lelaki itu kemudian melirik ke atas celah tersebut. Sesekali ia mengerjapkan mata karena terkena sinar matahari yang sudah mulai meninggi.
“Benar juga!”
Ia mendapatkan sesuatu. Sepertinya ia tahu, mengapa pada akhirnya ia tetap terbangun di dalam kamar, tidak seperti harapannya di mana ia akan bangun di Zen Garden seperti dua waktu yang lalu.
“Masih ada sinar matahari. Sepertinya itu akan bekerja ketika malam telah tiba,” ujarnya yang menemukan kesimpulan kenapa usahanya gagal kali ini. Ia menyadari bahwa sudah dua kali ia masuk ke dalam dunia game itu, ketika ia tidur di malam hari. Ketika matahari sedang sembunyi di balik awan gelap dan bergantian dengan bulan.
July akhirnya berjalan ke dapur setelah ia menyimpulkan sebuah jawaban atas kegagalannya untuk masuk ke dalam dunia itu. Ia membuka lemari es, perlahan melirik dari atas sampai bawah, kemudian mengambil satu buah apel dan memakannya. Sambil menunggu matahari yang kembali pada peraduan demi melancarkan aksinya, ia membuka ponsel dan melihat-lihat situs belanja karena ia melihat kulkas mereka mulai kosong. Hanya tersisa satu buah apel yang ia ambil tadi dan menyisakan tiga batang daun bawang. Ia memesan beberapa barang yang mereka perlukan karena kebetulan, hampir semua kebutuhan di dalam rumahnya pun sudah hampir habis. Seperti tissue toilet, cairan sabun cuci piring, hand sanitizer, sampai ke cairan pel lantai. Entah, kenapa itu yang terpikirkan oleh July, padahal dengan uang sebanyak itu, July bisa membeli sepatu-sepatu mahal ataupun membeli jaket, kaus, kemeja, jam tangan atau hal-hal nyentrik lainnya. Lelaki itu malah memilih untuk membeli semua perlengkapan rumah.
“Lihat saja, Anne pasti akan terkejut begitu ia pulang ke rumah,” gumamnya sambil membayangkan kalau apa yang ia lakukan ini akan membuat Anne tercengang.
July memutar musik dengan keras. Ia mengambil barbel yang ia buat sendiri beberapa waktu yang lalu dari cairan semen yang dicetak menggunakan pot kecil. July tidak tahu lagi harus melakukan apa untuk membunuh waktu. Ia tidak ingin menyelesaikan permainannya agar ia bisa memainkan itu secara live. Akhirnya, ia berolahraga meskipun belum sampai dua puluh menit, ia sudah merasa kelelahan. Sejak bekerja, lelaki itu jarang sekali melakukan olahraga rutin. Tapi, untuk seorang lelaki yang sangat jarang sekali berolah raga seperti July, ia memiliki badan yang cukup bagus. July berjalan menuju dapur. Ia membuka kulkas dan mengambil sebotol air dingin dari sana demi memuaskan dahaganya, ia merasa haus setelah berolah raga selama dua puluh menit. Entah ide dari mana, tiba-tiba saja muncul dorongan kuat untuk mendekati pintu belakang.
July menarik selot pengunci pintu dan mulai memutar knop. Ia membukanya, pintu belakang yang selalu menjadi akses dimulainya permainan. Di balik pintu sana, masih seperti biasa, tidak ada yang berubah. Halaman berumput tipis yang cukup luas dengan pagar kayu yang mengelilinginya. Termasuk pagar belakang yang tadinya hilang di setiap kali permainan di mulai. Benar-benar tidak ada yang berbeda. July mulai berpikir kalau apa yang terjadi memang ada di luar dimensinya. Bukan di dunia yang sama dengan dunia yang ia pijaki saat ini. Ia seperti masuk ke dunia paralel. Atau istilahnya, ia melakukan teleportasi ke universe yang berbeda. Setelah puas melihat ke sekeliling dan tidak menemukan apapun di sana, July akhirnya putar badan dan kembali masuk ke dalam rumah.
Namun, geraknya terhenti begitu ia melihat sesuatu yang janggal pada pintu halaman belakangnya itu.
“Bukankah ini bekas pukulanku semalam?”