Bab 9

1914 Kata
Kita akan membangun gudang besar, agar dapat memproduksi beras berkualitas dengan harga terjangkau dan beras Premium." "Kita mengusahakan gabah dari petani setempat. dan untuk beras kualitas super. kita juga akan bekerja sama dgn petani desa ini, kita berikan bibit dan penyuluhan. Hasilnya kita tampung. Kita kemas dengan merk resmi dan kita yang memasarkan." Sejenak dia berhenti. Diteguknya kopi hangat. Lalu kembali meneruska bicaranya. "Papa juga sudah bicara sama Mamamu, dia sangat setuju dengan rencana besar ini." "Saya juga setuju Pa." Saut si Jo. Melihat mereka bertiga sangat serius. Mama Endah Pun ikutan nimbrung. "Ikutan donk, Mama jadi penasaran nick!. Rapat terbuka?, apa rapat rahasia?" Tanya Mama Endah. Perbincangan kian hangat. Ada tawa, canda, dan serius. "Papa sudah menghubungi kakakmu Rama, untuk mengurus IMB dan mengenai desain gambar Papa punya temen profesional." "Untuk penyuluhan, Papa percayakan Mama Endah, sesuai bidangnya. Manajemen Marketnya, Anak Papa yang imut. dan anak Papa yang Ganteng kayak Arjuna di bagian pengawasan perusahaan." "MANTAP. Papa memang RUAR BIASA." Kata si Jo semangat. Pagi ini cerah. Udara, sudah gak diragukan lagi. Pasti tanpa polusi. "Mungkin sore, Papa baru datang. Jadi nanti makan siang gak usah nunggu Papa." Dicium kening Ummi. dan si Jo mencium tangan Pak Tjandra. "Hati-hati di Jalan Pa. Nanti baliknya ajak aza pak Tarjo, biar Papa gak nyetir sendiri. Titip salam buat Mama Silvie dan semua... tolong sampaikan Ummi sayang mereka semua." Kata Ummi. "Anak Papa yang Imut. Terimakasih perhatiannya dan terimakasih, Papa dah diangetin." Mereka berdua mengantar, hingga mobil jalan dan sampai di tikungan, baru mereka masuk rumah. Hari ini tak ada kerjaan yang berarti. Diambilnya gitar. Ummi mengalunkan lagu lama. Pejamkan matamu, mimpikan diriku. kita kan berjumpa. Walaupun dalam mimpi... "aaaaaaaaaaaaah, Gak mauuuu... kita sudah bersama kok, ngapain hanya dalam mimpi? Gak seru donks!" Teriak si Jo. Mereka berdua pun tertawa. "yaaank.. Hari ini Mimi terlihat cantik bingit." Sapa si Jo. "Sebentar ya tayank". Kemudian Ummi bergegas masuk. Tak lama kemudian, Ummi menyodorkan dua uang koin seribuan kepada si Jo suaminya. "Mimi nyuruh Pipi beli apa? Kok cuman dua ribu?" Tanya si Jo sedikit heran. Ummi Pun tertawa, sambil berkata : "Tuuh, Buat Pipi. Karena sudah bikin kepala Mimi jadi besar. Gara-gara pujiannya sampai di telinga Mimi....hahahahaha." Panggilan Mimi, Pipi terasa makin romantis buat pasangan si Jo dan Ummi, walau mereka tinggal di desa. "Tiba-tiba, Mama kok pengen main layang-layang. Siapa mau ikut?" Kata Mama Endah. "ikuuuuuuuuuuuut." Teriak Ummi. Sambil berlari menghampiri Mama Endah. "mas Jo, jangan diajak Ma.” Sambungannya. "Enak ajjaaaaaa." Sahutnya, sambil berlari menghampiri mama Endah dan Ummi "Ternyata berat juga ea? aaaaaiiiiis, sakiiiit. Talinya kena jari Ummi." Teriaknya. "Coba sini, Mama ajari cara pegangnya. Heeeem, gini caranya!" Kata mama Endah. "Maaaaaa. ikat ajja talinya di pohon kelapa." Teriak si Jo. Bertiga, mereka duduk di tempat yang rindang. Sesekali Ummi memandang layang-layang yang telah terbang tinggi, meliuk kekanan dan kekiri. Terkadang membumbung tinggi. "Sejak suamimu masih kecil, kami berdua selalu pergi ke tempat ini, menerbangkan layang-layang. Terlebih, ketika kami merasa sedih. Mengikatkan layang- layang di pohon ini. Kemudian kami berdua mencari ikan disungai. Kadang membendung sungai, kadang kami memancing." Cerita Mama Endah pada Ummi. "Mencari daun semanggi berdua. Kadang saling lempar lumpur, hingga kami berdua belepotan dan kotor penuh lumpur." Lanjutnya. "Kami berdua berlari kejar-kejaran dan melompat ke sungai yang di sebelah sana. Itu dibawah pohon rindang itu." Sambil menunjuk jari ke arah yang dimaksud. "Ummi bangga, punya Mama, yang bukan saja penuh kasih, penuh perhatian. Namun Mama sekaligus sebagai sahabat, teman bermain, teman disaat suka dan duka." Kata Ummi, sambil menatap Mama Endah. "Terima Kasih." Jawab Mama Endah, lalu melanjutkan ceritanya. "Suamimu memang, hanya sekolah sampai kelas 4 SD, tapi Mama mengajarnya sendiri dirumah. Mama gak tega saat melihat dia diperlakukan seperti anak i***t oleh teman di sekolahnya." Lanjutnya. "Mama bersyukur, dia dgn baik dapat mengikuti semua pelajaran yang Mama berikan. Bahkan Bhs Inggrisnya lebih fasih dari yang Mama perkirakan." Ceritanya bangga. "Hayoooo, ngomongin siapa?" Sela si Jo. "Yuk kita pulang. Ntar Papa Tjandra dateng, kita gak tau." Tambahnya. "Terus, layang-layangnya?" Tanya Ummi "Dia sudah terbiasa sendiri diatas sana. Kita bisa melihat liukannya di depan rumah." Jawab si Jo. Bertiga mereka pulang sambil bergandengan tangan. Ummi berada di tengah. si Jo di kanan dan Mama Endah berada di sisi kiri. Sungguh kebahagiaan yang semakin lengkap yang Mama Endah rasakan. Terlihat dari kejauhan, pak Tarjo sudah asik berburu mangga di samping rumah, bik Tarmi asik mengambil mangga yang berjatuhan. yang nyadam (tua dan setengah matang). Dan yang mentah disisihkan. Melihat hal itu si Jo langsung tanggap. Dia berlari meninggalkan Ummi dan Mama Endah. Menuju kebun sebelah, mencari Nanas yang sudah siap dipetik untuk rujakan, dipetiknya juga beberapa mentimun. Pepaya yang hampir matang. "eeeeeeeee... Non Ummi dan Mama Endah." Kata Tarjo. "Mana, Mas Jo?" Lanjutnya. "Mas Jo, gak tau kemana. Tadi kami bertiga menerbangkan layang-layang. Saat pulang sih kami bersama. Setelah itu di ke kebun sebelah." Jawab Ummi "Sudah tadi datang?, Papa mana?" Tanya Ummi balik. "Kami datang berempat. Papa, Mama dan kami berdua." Mendengar itu. Mama Endah langsung bergegas masuk kedalam. Sambil dipeluknya Mama Silvie, dia berkata : "Aduuuuuuuh, maaf. Kami bertiga lagi menerbangkan layang-layang. Kebiasaan kami berdua sejak si Jo masih anak-anak." "Ya, itu sangat baik buat ngilangi kejenuhan". Jawab Mama Silvie. "Mumpung libur, kami mo nginep disini. Sekaligus menata rencana kedepan anak-anak kita." Lanjutnya. "Kita bicarakan sambil santai." Kata Pak Tjandra sambil menyalami Mama Endah. "Menurut Mama Endah, sebaiknya di sebelah mana kira- kira bangunan gudang selib dan pengepakan beras." Tanya Pak Tjandra. "Saya sih lebih setuju kalau kita bangun di sebelah timur. Jadi jalan depan rumah kita gak sampai dilalui lalu lalang truk yang bakal ngangkut beras atau gabah menuju pabrik." Usul Pak Tjandra. "Mana yang terbaik. Saya setuju." Ungkap Mama Endah. Setelah mereka berkumpul semua di ruang tamu. Pak Tjandra mengeluarkan sesuatu. "Ini, titipan terakhir bapakmu, saat ke rumah Papa." Diletakkannya di atas meja bungkusan besar yang terbuat dari kantong tepung terigu, terlihat sedikit berat. Ummi, Mama Endah dan si Jo terdiam. Mereka hanya memandang bungkusan itu. "Ini, hanya hasil panen terakhir dari kebun saja. Sedangkan hasil panen padi seluruhnya diberikan kepada pengerja sawah, oleh bapakmu. Papa gak sempat bertanya saat itu, apa alasannya. Papa hanya tau kalau bapakmu memang orangnya dermawan dan peduli." Lanjutnya. Dibukanya bungkusan itu. Mereka menghitungnya bersama- sama. "Hasil panen sawah dan ladang itu gak pernah dibelanjakan sepeserpun. Bapakmu selalu menabungnya, sejak Ummi berusia dua tahun, dan ini panen yang terakhir dititipkan ke Papa dgm alasan suatu saat uang ini akan diperlukan." Tambahnya. "Uang ini, sudah lebih dari cukup untuk membangun pabrik beserta keperluan yang lain." Ujar pak Tjandra. Sore ini, para tukang akan datang, untuk sementara biar mereka tidur di gudang. Besok mereka akan membangun bedeng untuk tidur. Truk pengangkut besi baja, bahan bangunan seperti. Pasir, semen, batu bata, dan sejenisnya sudah berdatangan. Pemborong sudah mendapat gambar bangunan yang akan dikerjakan. Pak Tjandra juga sudah memberikan lokasi yang akan dibangunnya. Seratus meter jarak dari rumah menuju pabrik yang akan dibangun. Ternyata tak harus dilengkapi dgn IMB, karena tidak dibangun secara permanen. "nuwun sewu, Non Umminya ada?" Tanya salah satu dari sepuluh orang itu. Bik Tarmi dan pak Tarjo yang sedang asik menikmati rujak manis pun serentak berdiri dan menjawab : "Oooooo.. monggo pinarak. Non Ummi ada didalam. Silakan masuk." Pak Tarjo langsung berlari dan memanggil Ummi. Para tamu, duduk di bale, menunggu tuan rumah. Tak lama kemudian Ummi, si Jo dan Mama Endahpun keluar dan menyambut para tamu. "Lhooo, kok diluar. Ayo masuk. Gak perlu sungkan." Kata Mama Endah. Dihampirinya para tamu. Dan diajaknya masuk. "Neng Ummi. Kami ini yang mengerjakan sawah almarhum tuan Suryo dan Almarhumah Nyonya Ningtias, ibunya eneng." Kata salah satu tamunya. "Kami semua turut berdukacita, atas kepergian tuan dan nyonya. Semoga neng Ummi diberi ketabahan. Sekaligus, Turut berbahagia Buat neng Ummi dan tuan Jo. Semoga cepet dapat momongan." Kata mereka. "Terimakasih. Tapi gak perlu pake panggil Tuan begitu. Jadi gak bisa akrap nanti. Panggi biasa ajja. nak Jo. lebih pantas." Kata Ummi ramah. Gak tau, apa yang menyebabkan para tamu itu merasa sepertinya sudah sangat akrab sekali dengan semua keluarga Mama Endah. "Kenalkan ini Papa Tjandra dan Mama Silvie. Ini orang Tua Ummi." Mereka semua saling berjabat tangan. "Langsung saja, kami akan memberitahukan tujuan kedatangan kami ke tempat ini." "o... iya, kok tau kalau kalau Ummi tinggal disini?" Tanya Ummi. "Semua penduduk desa, bahkan desa disekitarnya. Semua sudah mendengar kabar yang menimpa keluarga neng Ummi. itulah sebabnya. Mengapa pada waktu neng Ummi menikah. Selama Sepuluh hari, bahkan lebih. Tamu yang datang itu penuh dari pagi sampai malam." Sejenak dia berhenti. "Disamping Tuan Suryo yang terkenal dermawan, juha membuat banyak penduduk menjadi makmur karena pertolongan beliau. Pernikahan anak beliau semata wayang yang tidak didampingi oleh beliau membuat penduduk ingin membalas kebaikan beliau." Sang Tamu tak kuasa menahan air matanya. "kok saya jadi cerita yang lain- lain. Maaf." Katanya, sambil mengusap air mata yang menetes dipipinya. "hem..gak apa.. kami kan jadi tau. Ayo diminum. Jajannya jg dicicipi. itu oleh-oleh yang dibawa dari kota. Mama Silvie yang bawa kemarin." Jawab Mama Endah. "terimakasih. Jadi merepotkan." "Aaaaaah, nggak kok, kami semua malah senang. Apalagi kalau bapak ibu mau menganggap kami disini ini keluarga." Saut Ummi. "Baik. Kembali ke permasalahan yang ingin kami sampaikan. Bulan depan itu sudah waktunya panen padi. Seperti yang dipesankan oleh almarhum. Bahwa musim tanam ini beliau meminta untuk menanam padi unggul." "oooo... iya. Panen yang sebelumnya total dihadiahkan kepada kami. Pesannya supaya kami semua dapat membangun rumah kami. Bukan untuk yang lain. Dan yang rumahnya sudah bagus. Harus dibelikan sapi. atau ditabung. itu pesan tuan kepada kami semua." Kata tamu yang lain. "Beberapa hari yang lalu pak Darjan adiknya, meminta semua hasil panennya dan merubah bagi hasil menjadi 30-70. dengan ancaman, kalau kami gak mau. Bakal diberikan oleh petani yang mau. pak Darjan juga bilang. bahwa yang berhak memiliki warisan itu adalah pak Darjan katanya. Tapikami diam gak menjawab. Kami harus izin ahli waris yaitu neng Ummi." Mendengar hal itu Ummi langsung melihat ke arah pak Tjandra. dan pak Tjandra Pun angkat bicara. "Kalau boleh tau, sebelumnya bagi hasilnya gimana." "Dulu itu. 50-40-10. 50 bagian Tuan, 40 untuk kami yang mengerjakan dan 10 harus kami tabung atau biaya sekolah buat yang punya anak masih sekolah. Ditabung dan diberikan kepada anaknya yang menikah nanti. Itu sudah berjalan sejak awal." Semua memperhatikan dengan penuh kekaguman. Gajah mati meninggalkan gading. Macan mati meninggalkan belangnya. Kata pepatah ini sangat tepat. "Kalau boleh tau, berapa orang yang mengerjakan, sawah, ladang dan kebun?" Tanya Mama Silvie. "heeeemmm... kalau gak salah. Hampir mencapai 100 orang. Pastinya kami kurang tau. Tapi kami kenal semua." Katanya. "Kalau kami minta tolong, agar semua datang ke tempat ini, kira-kira bisa nggak?" Pinta pak Tjandra. "Kami. Keluarga neng Ummi, pengen berkenalan sama mereka semua. Kalau bisa secepatnya." Lanjutnya. "Sangat siap pak. Kapanpun kami diundang. Pasti datang. Sebenarnya, kami semua berencana kesini. Tapi kami takut kalau keluarga disini kaget. Makanya kami yang datang ini mewakili mereka semua." "Ya sudah, Hari ini bapak, ibu, menginap disini. Besok pagi biar diantar sama pak Tarjo menemui mereka semua". Pinta pak Tjandra. "Gak, terimakasih. Sore ini kami pulang. Lha wong gak terlalu jauh dari sini. Nanti malam akan kami temui mereka. Besok pagi kami sudah sampai disini." Ujarnya. "Ayo. Monggo disambi. Dicicipi jajannya. Diminum kopinya. Keburu dingin." Kata Mama Silvie. Soal masak memasak Bik Tarmi memang jagonya. Super cepat, juga soal rasa memang tidak pernah mengecewakan. "Ngobrolnya ditunda dulu, ayo kita makan dulu. Kanggo Kan seadanya. Tapi pasti enak kok. Tukang masaknya dari Kota... hehehehehehe." Canda bik Tarmi. "Yah. Ayo monggo disekecakaken... gak perlu sungkan." Kata Mama Endah.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN