Bab 4

1288 Kata
Keluar dari Bandara Ngurah Rai, mereka pun langsung menuju ke Hotel yang memang sudah dipesannya, sampai hanya dalam hitungan menit. Mama Silvie meminta satu kamar dengan Ummi serta mak Ijah. Pak Tjandra dan si Jo. Tiga kamar buat Rama bersaudara. Tarjo dan supir lainnya satu kamar, sedang Bik Tarmi dan kedua rekannya satu kamar. Usai beres-beres, Rama mengajak jalan- jalan mencari Bebek goreng, tak jauh dari Hotel mereka menginap. Restoran itu jadi penuh sesak dgn kehadiran mereka, bukan karena tempatnya yang kecil, tapi memang tamu bule sangat banyak. Ditambah lagi Kehadiran keluarga ini yang mencapai delapan belas orang. Usai makan mereka berkeliling santai. Mama Silvie, mak Ijah dan Ummi asik dengan obrolan mereka sendiri, walau sesekali ikut ketawa bila mendengar hal yang lucu. "Makin malam makin ramai saja turisnya. heeeemmm jadi kayak di luar negri aja. Sepertinya kayak kita aza niiick Turisnya, mereka penduduk aslinya. Hehehehehehehehehe." kata Tarjo sambil melihat bule bule yang berkeliaran dengan berbagai model yang dikenakan. "Waduuuh, apa gak masuk angin tho, kok pake pakean gak lengkap begitu!!" tambahnya. Saking asiknya ngeliatin turis yang lalu lalang, Tarjo kebentur Tiang listrik. "Hadoooooh!!" teriakan. "Kapokmu kapan. Makanya kalau jalan itu yang bener. Hahahahahahahaha. Tuh liat bibirmu berdarah. emang enak nyium tiang listrik?!" saut Sokran. Sontak mereka pun ketawa ngakak. "Ini siiich namanya, Bahagia diatas penderitaan orang lain." kata Tarjo sambil nyengir kesakitan. Bukannya diam, mereka semua malah ketawa terbahak-bahak, mendengar kata yang diucapkan si Tarjo. Melihat ada supermarket yang masih buka, Irvan dan Shintia adik ke empat serta Clara masuk, Membeli camilan dan minuman. Malam itu mereka sepakat untuk Begadang. Sesampainya di Hotel, mereka duduk di Bale Bengong, di Halaman depan kamar Hotel tempat mereka menginap. Canda tawa, haha hihi. Terlihat sekali disitu terasa, gak ada majikan, gak ada pembantu, gak ada supir, gak pula ada calon menantu ataupun calon besan. Saat itu terasa sama. Pagi itu mini bus yang akan mengantar keluarga ini tlah siap di halaman parkir Hotel. Kunjungan awal yang sudah direncanakan adalah Tanah Lot. "pak, sebelum ke Tanah Lot, tolong antar kami ke restoran yang menu masakan nya "Ayam Betutu" yang terkenal enak ya pak." Pinta Rama kepada pak supir. Selama diperjalanan, tak henti-hentinya mereka bercanda. Tarjo memang biangnya, membuat semua ngakak sampai gigi kering. Sesaat hening, Tarjo kembali buka suara: "Dulu sebenarnya waktu bulan madu sama bik Tarmi itu rencananya juga di Bali, eeeeeeeee.. sama bik Tarmi madunya dijual ke tetangga. setelah saya tanya kenapa dijual, dia menjawab, untuk beli obat kuat." Katanya sambil meringis. Cekakak cekikik pun kembali terdengar. "ooo iya, Sayangku, cintaku, istriku,. nanti kalau sampai di Tanah Lot, kita beli Barong ya, biar Mimi bisa cepat tidur setiap kali habis memandangnya." Canda Tarjo memancing tawa. Entah sudah berapa lama perjalanan tadi, yang jelas sudah sampai di Rumah Makan Ayam Betutu. "weleh, weleh, weleh ini yang punya Restoran pasti takut laris, takut kalau masakannya dibeli orang." kata Tarjo cengengesan. "Mana ada orang buka Restoran takut laku tho, bapak ini ada ada saja?!" kata Shintia. "weleh, ini buktinya. lha buka Restoran kok di tengah sawah, masuknya jauh, eeeeee...malah di tengah kolam. Berarti yang punya takut kalau masakannya dibeli orang, kaaaaan?!!!" jawabnya ngakak. Cukup lama juga mereka berada di Restoran itu, sambil menikmati hidangan yang di pasan, ada canda ceria penuh dgn kehangatan. Ini pengalaman yang mungkin tak akan pernah terlupakan seumur hidup buat Ummi, si Jo dan mak Ijah. "Papa sekeluarga memang pandai membuat Ummi menangis haru, ahli membuat Ummi Bahagia. Terimakasih Tuhan Engkau berikan Keluarga yang mampu membuat Ummi selalu tersenyum dan menangis karena bahagia." Doa Ummi dalam hati. Turun dari minibus di tempat parkir, pak supir menyarankan agar membeli tiket. Mata Tarjo tertuju pada penjual makanan yang paling dia suka, yaitu klepon. "mbak Shintia, bapak boleh tanya gak." bisik pak Tarjo. "Mau tanya apa?!" sautnya. "Kalau beli klepon pake credit card bisa gak?" tanyanya sambil mesem. "heeeeeeeeem" Shintia tersenyum sambil membuka dompet dan memberikannya kepada pak Tarjo. "hehehehhheheh...matur thank kiu... uang ini dibelikan semua mbak?" "Terserah pak Tarjo, yang penting saya juga kebagian." Sepanjang jalan setelah loket masuk wisata Tanah Lot, kiri kanannya adalah pedagang oleh-oleh, mereka mampir membeli topi dan beberapa kain pantai. Air pasang, saat mereka sampai di tempat tujuan, debur ombak tak henti menyapa pura. Tampak kian cantik, seakan pura tempat penduduk asli melakukan sesaji itu berada di laut. Karena ombak sedikit jalang, para pengunjung tak ada yang berani mendekati pura itu. Pengunjung hanya berfoto ria dari atas. Rombongan pak Tjandra, berjalan menuju samping, dan melihat dari samping kanan pura itu. Makin cantik memang bila melihat pura itu dari tempat yang lebih tinggi. Tak terasa matahari mulai condong ke barat, sebenarnya mereka ingin menikmati matahari tenggelam disana, tapi nampaknya masih terlalu lama menunggu. Setelah berfoto ria, mereka sepakat untuk kembali ke Hotel tempat menginap. Hari ini tampaknya ada yang berbeda, menurut pengamatan mak Ijah. si Jo selalu bergandengan tangan dgn Ummi dan sesekali Ummi menyandarkan kepalanya di pundak siJo tanpa ragu. Itu membuat hati mak Ijah merasa makin damai. Lelah merambat setelah seharian berkeliling, mulai Kebun Raya Bedugul, Danau Bratan hingga naik turun menuju air terjun Git Git. Jalan yang sedikit macet karena berbarengan dengan arak-arakan upacara adat menuju pura diiringi tetabuhan khas, membuat jantung berdebar saat mendengar iramanya. arak-arakan itu di Desa Luwus, dan satu lagi berdekatan dengan Pasar Desa Baturiti. Mampir sejenak di Taman Ayun, namun hanya melepas kepenatan. sesampainya di Hotel, mereka mempunyai acara sendiri-sendiri, Rama bersaudara memilih untuk berenang. Mama Silvie, pak Tjandra dan mak Ijah memilih duduk santai di ruang santai. Ummi dan si Jo duduk berduaan di bale di taman depan kamar mereka. Sedang pak Tarjo bersama ketiga supir dan tiga pembantu mama Silvie ingin jalan-jalan ke Pantai Kuta sambil melihat matahari terbenam, mumpung ke Bali katanya. Malamnya memang tak ada acara, Ummi dan si Jo pamit, izin ke Pantai yang kebetulan tidak jauh dr Hotel mereka menginap. Ummi dan si Jo bergandengan tangan sepanjang perjalanan menuju pantai, ada kebahagiaan yang terpancar dari dua sejoli. Duduk di hamparan pasir putih, diiringi desiran ombak. Semilir angin yang ramah menyapa, dan bulan bulat penuh. Kala itu memang tepat bulan purnama, menambah Indahnya suasana hati mereka berdua. Ummi menyandarkan kepalanya, saat si Jo merangkulnya, yaaah... untuk kali pertama mereka terlihat sangat romantis. Hembusan angin terus.... terussss...teruuus dan terus..... nyanyian ombak meninabobokan, hingga Ummi terlelap di pundak si Jo entah sudah berapa lama. Rembulan di atas pantai Kuta menjadi saksi. Sinar rembulan yang bulat penuh. membantu si Jo, tuk memandang sepuasnya wajah Ummi yang sedang bersandar di pundaknya. Walaupun sedikit remang. Namun dia dapat melihatnya. Teduh, lembut, polos, anggun, mempesona, setidaknya itu yang ada dibenak si Jo, saat matanya tertuju pada raut sang Bidadari pujaan hatinya. "Sekarang aku semakin yakin. Dia Bidadari belahan jiwa, yang Tuhan kirimkan untukku.” Katanya dalam hati. Ketika dingin mulai menggigit. pertanda malam mulai larut. Ia bermaksud membangunkannya perlahan. tapi karena tak tega si Jo hanya membelai rambutnya. Dan Ummi Pun terbangun. "Maaf, Ummi tertidur," katanya lirih. Tak lama kemudian, Ummi mengajaknya kembali ke Hotel tempat mereka menginap. "Saat Ummi tertidur tadi, Ummi bermimpi tentang kita," sejenak Ummi terdiam. "Kita berdua berkejaran di pantai itu. Rasanya seperti nyata. Akang menggendong Ummi lalu menjatuhkan diri saat ombak yang datang, hingga kita bergulung-gulung menuju tepian. terimakasih ya kang," kata Ummi. "heeeeeemmm, terimakasih apa? akang gak merasa berbuat sesuatu?" jawab si Jo sambil memandang Ummi. "Terima Kasih. Akang sudah hadir dalam mimpi Ummi." jawab Ummi sambil tersenyum manis. "Akang akan selalu. Dan selalu hadir dalam mimpi Ummi, hingga dirimu bosan memimpikan akang," kata si Jo sambil mencubit hidung Ummi yang mancung. "Dan akang berjanji, tak akan meninggalkan Ummi dalam segala keadaan, hingga Tuhan memanggil kita," bisiknya "ooooooooo so sweeeeeet!!!!, ternyata calon pendamping hidupku romantis juga." kata Ummi dalam hatinya yang berbunga-bunga. Disepanjang perjalanan pulang tampak jelas bahwa sepasang sejoli itu saling kasmaran.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN