Bab 2

2022 Kata
Seminggu berada di depan makam kedua orang tuanya, meratapi kepergian mereka yang mengenaskan membuat Arummi tak ingin hidup lebih lama lagi, ia ingin ikut kedua orang tuanya yang telah dipanggil Tuhan. "semua pasti merasakan kesedihan yang dalam bila mengalami hal itu … ... emak juga pernah mengalami apa yang kamu alami dan rasakan saat ini … ya sudah, itu nanti dipikir setelah kondisimu pulih dan Ummi harus sehat, biar pikiran jernih, lalu kita cari bersama jalan keluarnya." Kata mak Ijah sambil menyuapinya. "Habis ini Ummi mandi, si Jo udah masakin air panas buat mandi, untuk sementara Ummi pake pakean emak saja, thoh ukuran kita sama, nanti setelah sehat betul baru kita cari pakaian. Emak berharap Ummi mau tinggal sama kami, kita senasib jadi emak yakin kita bisa saling berbagi rasa." Mereka berdua saling berpandangan seakan mau berkata, dukamu dukaku juga. Malam itu sebenarnya sudah cukup larut, hening, sepi, senyap dan angin menerobos jendela dan lubang angin. Mereka bertiga nampaknya belum ada tanda-tanda kantuk berpihak. "Ummi baru saja mendapat gaji pertama di perusahaan tempat Ummi bekerja, saat libur Ummi bermaksud membelikan kedua orang tua Ummi sesuatu, lalu bertemu dengan tetangga agak jauh dari rumah, tapi kami sangat akrab. Ia hanya berpesan agar Ummi segera pulang karena sangat penting katanya. Saat Ummi bertanya, dia hanya menjawab sangat penting. Saat itu pula Ummi langsung pulang." Air mata Ummi kembali berderai, isaknya tak dapat ditahan. "Betapa terkejutnya Ummi saat sampai di rumah, yang menyambut Ummi adalah paman satu-satunya saudara bapak, keluarga ini sejak dulu paling benci dan memusuhi kami sekeluarga. Ummi gak pernah tau penyebabnya. Yang membuat Ummi heran, rumah kami berubah total tak satupun foto keluarga kami. pokoknya semua berubah." Sesaat Ummi menghela nafas dan melanjutkan ceritanya. "Setelah paman tau Ummi datang, ia gak mempersilahkan Ummi masuk, ia hanya berkata bahwa kedua orang tua Ummi telah meninggal sepuluh hari yang lalu karena keracunan makanan. Paman menyuruh Ummi untuk ke makam, setelah itu menyuruh Ummi untuk kembali ke kota dan masalah rumah, sawah, kebun dan peninggalan almarhum tidak perlu kuatir, paman yang akan menjaga katanya." Sambil menyandarkan kepala di bahu mak Ijah Ummi melanjutkan ceritanya dengan tersengal-sengal. "Ummi tak menghiraukan apa yang paman katakan, Ummi langsung lari menuju makam dan Ummi tak tahan dengan rasa sesak di d**a ini. Selama seminggu Ummi berada di pusara kedua orang tua Ummi." "sssssssssssssst..!!!!.. sudah jangan terus menangis seperti ini, kedua orang tuamu jadi gak tenang di alam sana bila melihat kau terlarut dalam kesedihan seperti ini." Kata si Jo sambil menepuk pundak Ummi. "bener apa yang dikatakan masmu si Jo." Sahut mak Ijah. "Nah sekarang pejamkan mata Ummi, lepaskan semua beban yang kau rasakan. minta agar Tuhan memampukanmu untuk menerima kenyataan ini, dan minta agar Dia memberikan jalan terbaik buat hari depanmu. percayalah, kedua orang tuamu akan bahagia jika kamu tegar dan ikhlas dalam menjalani hidup ini." Kata mak Ijah lirih. Ummi mengangguk sambil memejamkan mata, iapun membaringkan kepala di pangkuan emak Ijah dan mak Ijah terus membelai rambut Ummi hingga ia terlelap. Angin siang itu sepertinya bersahabat, setidaknya itu menurut si Jo, mentari juga sedikit ramah. Ditariknya lengan Ummi dan ia pun menurut dan mengikutinya, melihat hal itu, mak Ijah tau persis apa yang bakal dilakukan oleh si Jo anak kesayangannya. Selang beberapa menit mak Ijah mengikutinya dari belakang. yaah tepat sekali apa yang dipikirkannya, bahwa si Jo mengajak Ummi ke gudang penyimpanan koleksi layang-layang. Si Jo berjalan melewati pematang sambil membawa layangan, kali ini ia ingin menerbangkan jenis ikan yang matanya bisa berkedip saat terterpa angin. Mak Ijah kali ini mendapat bagian mengeksekusi alias menarik talinya agar layang-layang terbang ke angkasa. Sejak si Jo kecil hingga dewasa, mak Ijah memang selalu mendampinginya segala aktifitas dalam segala hal. Mak Ijah merasa bahwa kasih sayang dan waktulah yang bisa ia berikan, mengingat si Jo sejak lahir sudah tak pernah melihat bapaknya. Mereka bertiga terlihat lebih ceria, bercanda gurau, berlarian. Layang-layang menari kekiri dan kekanan tertiup angin dan cukup tinggi. Kini tali layang-layang diikat di pohon kelapa. mereka bertiga pergi ke sungai kecil yang terdapat diantara pematang sawah tak jauh dari situ. Berkeriapan ikan-ikan kecil disitu, ada tombro, netran, lele, kotes, dan beberapa jenis udang kali hidup bebas tak tercemar limbah ataupun tak pernah tersentuh racun. Si Jo membendung sungai kecil itu dengan batang pohon pisang dan tanah liat, sehingga di hilirnya air menjadi berkurang. Ummi hanya memperhatikan ulah si Jo dan sesekali membantunya. Mak Ijah mulai beraksi menangkap ikan yang terjebak di air yang surut. "seumur hidup baru kali ini aku merasakan kebahagiaan, keceriaan, kemesraan dan kegembiraan seperti ini." Kata Ummià dlm hati. "Sungguh aku teramat kagum dengan mak Ijah, kasih dan perhatian yang tulus ia tumpahkan kepada anaknya, kesederhanaan dalam kehidupan sesehari, sosialnya tinggi, murah hati.... ah.. rasanya tak cukup sehari bila kuungkap semua kebaikannya. Sungguh, kedua orang tuaku memang orang yang cukup baik dan bijaksana, tapi mak Ijah jauh lebih dari yang pernah aku lihat seumur hidupku". Lamunan Ummi dibuyarkan oleh panggilan mak Ijah. "wok (panggilan mesra kepada anak perempuan kesayangan) coba ambilin kaleng itu untuk tempat ikan ini, kasih air sedikit biar ikan-ikan ini gak mati." Ummi merasakan bahwa Tuhan menempatkan di tempat yang, tepat, walaupun prosesnya sangat menyakitkan. "Seandainya waktu bisa diputar kembali, dan seandainya jalan hidup dapat dipilih." Ummi bergegas membuang pikirannya yang ngelantur, mengalihkan pikirannya dengan jalan melibatkan diri dengan keasikan mak Ijah. berburu ikan yang terdampar di genangan air dangkal akibat dibendungnya air oleh si Jo. Jlebyuuuur..jebyuuuur.. ceplak..ceplak ... jebluuuur. Bunyi air dipukul oleh si Jo. Sontak air itu berhamburan mengena siapapun yang dekat, tidak terkecuali Ummi yang berada disampingnya. Cipratannya pun mengena bajunya sehingga Ummi Pun basah kuyup. Tak terasa canda mereka bertiga menghabiskan waktu. Matahari condong kebarat, mereka pun sepakat untuk menyudahinya. Air yang dibendung si Jo dibuka kembali dan mereka pulang. Ikan yang dibawanya cukup banyak, itupun dibawa hanya yang berukuran sedangkan yang lain dikembalikan ke habitatnya semula. "Hari ini kita pesta ikan bakar." ujar si Jo "Kita pepes pedas bumbu tomat aza ea lhe, kan ada sayur daun kelor di rumah." Pinta mak Ijah. "Apapun yang mak putuskan so pasti buat kebaikan adik kan mak?... eeeeee buat kebaikan Ummi anak emak yang baru juga lupa..hehehehehehe." Saut si Jo sambil cengar cengir. Tanpa rasa canggung si Jo meraih tangan kanan Ummi dan Ummi pun seakan tak menolaknya. Rasa bahagia itu dirasakan bersama dan kehadiran Ummi dalam keluarga ini membawa kebahagiaan serta keceriaan tersendiri. "maaaak, adik boleh tanya kan?" kata si Jo. "iya, mau tanya apa?" jawab emak sambil sesekali memandangnya. Pipi Ummi memerah padam dan menjadi salah tingkah ketika si Jo memberikan pertanyaan kepada mak Ijah tentang dirinya. jantungnya berdegup kencang. ada sesuatu yang lain pada dirinya, ada rasa bahagia, ada rasa senang sekaligus tak percaya dengan apa yang ia dengar. Sambil mencium tangan Ummi yang sedari tadi digandengnya selama perjalanan ia berkata. "Maaaaak, apa benar bahwa Ummi ini jodoh adik yang Tuhan kirimkan?" Rasa yang gak pernah ia alami selama ini membuat Ummi semakin membuatnya panas dingin campur aduk gak karuan. Sesaat mak Ijah berhenti sejenak, ia memandangi Ummi, dan Jo bergantian. Senyum bahagia mak Ijah terpancar dirautnya yang masih tetap manis, walau usia setengah baya. "anakku."Sejenak mak Ijah berhenti berkata. "Sudah sejak lama emak berdoa tiada henti hentinya, memohon kepada Tuhan agar Dia mengirimkan pendamping hidup yang mau menerima kamu apa adanya, saling melengkapi kekurangan tanpa membahasnya." Sejenak berhenti, lalu meneruskan bicaranya. "Anakku,.... emak bahagia banget melihat kalian berdua rukun, bercanda dan saling bekerja sama. Dan emak sangat yakin kalian berdua bisa hidup bersama dan membina keluarga yang bahagia." Mereka bertiga pun melanjutkan perjalanan, hingga sampai dirumah. ***** Pagi itu pak Tjandra sudah bangun. Seperti kebiasaannya ia jalan-jalan menghirup udara tanpa polusi. Mentari memang belum menunjukkan sinarnya, namun jalan yang ia lalui bisa dilihatnya dengan jelas. melihat sosok yang ia kenal, maka pak Tjandra menghampiri dan menyapa. "Hai Jo, waaaah rajin sekali, jam segini sudah berada di kebun?" "iya pak sudah biasa seperti ini." Jawab si Jo sambil menghentikan apa yang ia kerjakan. "Gak perlu berhenti nak, lanjutkan aja kerjanya, kan bisa sambil ngobrol." Kata pak Tjandra. "ooooooo iya, siang nanti bapakmu pulang sebentar tapi balik lagi. Rencana sih kalau diizinkan bapak tinggal di rumah nak Jo beberapa hari. Bapak kepingin istirahat menenangkan pikiran. aku merasa ada ketenangan, jauh dari kebisingan dan kesibukan. Boleh kan nak Jo." Pinta pak Tjandra. "Dengan senang hati pak, kapan saja bapak punya waktu luang monggo . Dengan senang hati kami sekeluarga membuka pintu untuk bapak sekeluarga." jawab si Jo. "Kalau nanti ke Kota, saya dan dik Ummi numpang ya pak. Kemarin kami berdua berencana ke tempat dik Ummi kerja, mau pamit berhenti, sekalian mengambil barang-barang di tempat kostnya." si Jo segera berlari dan memotong dua lembar daun pisang, saat tiba-tiba hujan deras turun. Diberikannya satu untuk pak Tjandra. "Terima Kasih nak Jo," kata pak Tjandra dan Senyum ceriahpun singgah di bibir yang sedikit keriput tapimasih sedap dipandang. dan mereka pun pulang. Mereka bertiga berpamitan sama mak Ijah. "Hati-hati di jalan ea...Tuhan Menyertai." Pak Tjandra, Ummi dan si Jo bersalaman kemudian mereka saling melambaikan tangan. "Kali ini biar Ummi yang membawa mobilnya, pak Tjandra dan kang Jo duduk manis aza." Canda Ummi sehabis sarapan pagi. "okeeey, mampir kerumah bapak dulu. Baru nanti terserah mau kemana." Katanya sambil merangkul Ummi. Sepanjang perjalanan, pak Tjandra banyak bercerita tentang kenangan indahnya bersama almarhum pak Suryo sahabat karibnya, sekaligus merupakan Orang tua Ummi. "Kegigihan, kesabaran, ketlatenan, keuletan, serta kecerdasannya lah yang membuat dia menjadi tuan tanah. Walau sangat kaya, namun kesederhanaannya patut dijadikan teladan. Semenjak kecil jiwa sosialnya sangat tinggi. puluhan bahkan ratusan penduduk desa yang tak mampu ditolongnya dengan jalan dipinjami tanah serta diberi bibit dan diberi penyuluhan tentang bagaimana menggarap sawah maupun kebun. Hasil panennya tak secuil pun almarhum Suryo bapakmu memintanya." Ungkapnya bangga. "mereka yang sudah Mampu beli tanah, akan mengembalikan, digantikan orang lain yang masih memerlukan, dan yang belum dapat giliran, bekerja sebagai buruh dengan sistem bagi hasil." Lanjutnya. Pak Tjandra memang sangat membanggakan teman karibnya yang kini telah mendahuluinya. Sesekali ia meneteskan air mata. Dan tak jarang isakannya tak mampu dicegahnya, disela ceritanya. Dua jam telah berlalu, jalan menuju rumah pak Tjandra memang padat kendaraan yang hiruk-pikuk, namun tak sampai macet walau merambat perlahan. "Lampu merah belok kiri, kemudian ada pertigaan belok kanan. Rumah bapak yang no 4. langsung aza mobilnya masuk." Halaman yang luas, taman asri. Kolam dan air terjun buatan ditumbuhi pepohonan, bunga dan disekitarnya terdapat bonsai. Tak seperti yang lain, pagar rumah ini tidak terlalu tinggi, hanya setinggi lutut orang dewasa. samping kiri tembok berjajar pohon Cemara. "Ayo silahkan masuk. Anggap rumah sendiri." Kata pak Tjandradinata "Heeeeeeem kayak istana," pikir si Jo, terlihat sekali ada rasa kagum dan terheran melihat rumah semewah itu. Sedangkan Ummi nampaknya sudah tak terlalu heran dengan rumah tinggal semacam ini, karena waktu kuliah dia sudah tinggal di Kota. Didinding rumah mewah itu banyak dipasang lukisan karya pelukis terkenal dengan berbagai ukuran. Di Ruangan santai terdapat lukisan pak Tjandra sekeluarga. "oooooh, rupanya pak Tjandra memiliki empat putra dan dua putri." pikir si Jo. "aaaaaaaaaaah, suatu saat nanti akan aku beri hadiah lukisan hasil karyaku." Janji si Jo dalam hati. "Bik, tolong siapin minuman buat tamu bapak." kata pak Tjandra lewat telp. "istirahat dulu, nanti habis makan siang, silahkan kalian berdua mau ke perusahaan pamit, dan mampir belanja-belanja dulu juga silahkan," lanjutnya. "ooooo iya, barang-barang di tempat kost yang mau kamu bawa pulang apa banyak, kalau banyak, kasih alamat, biar supir bapak yang ngambil barang kesana." Tanya pak Tjandra. "Almari pakaian, tempat tidur dan beberapa peralatan masak saja kok pak, masalahnya Ummi baru bekerja dan menempatinya sebulan." Jawab Ummi. Ketika Ummi matanya tertuju pada lukisan keluarga, pak Tjandra Pun menceritakan keberadaan anak-anaknya. "Bapak itu keluarga besar, dengan enam anak. Yang pertama dan kedua menjadi pengacara dan satu kantor dengan bapak. yang ketiga mendapatkan hadiah dari perusahaan tempat ia bekerja, didanai penuh untuk mengambil S3 di Universitas ternama di Negeri Paman Sam. yang keempat dan kelima, melanjutkan S2 nya di negeri kanguru", ia berhenti sejenak, kemudian," aaah, kok bapak jadi banyak cerita..?, ya sudah ini sudah siang, yuk kita makan dulu. Bibi udah siapin tuuuh." Mereka Pun menyantap hidangan yang telah disiapkan oleh bik Tia. Sebenarnya Ummi kepingin tanya, keberadaan istri pak Tjandra, tapi ia enggan.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN