6. Cincin Pernikahan

1371 Kata
"Gila... Dunia ini lucu tau nggak, " Ucap Hito. Gavin juga merasa seperti itu. Semesta sepertinya sedang bercanda dengannya. Calon istrinya pergi meninggalkannya kemudian mantannya datang menggantikan. Gavin sekarang berada di restoran keluarga milik sahabatnya itu. Restoran steak yang terkenal yang harganya tidak ramah di kantong. "Rea pergi dan Damasa datang. " Kikik Hito. Gavin tidak menghiraukan ucapan sahabatnya. Memilih sibuk dengan mengiris daging steak lalu menyantapnya. Dia tidak tahu dari mana Hito tahu kalau dia akan menikah dengan Damasa. Ah, dia sampai lupa... Ada Eric diantara mereka. Pastinya sepupunya yang ceriwis dan playboy itu yang memberikan informasi. "Jadi gimana? " Hito menyandarkan punggung ke sandaran kursi dengan pandangan lurus ke Gavin. "Maksudnya gimana? " Gavin meliriknya sekilas. "Your feelings, bro? Happy or sad? " "Kepo." "Apanya yang kepo? Aku cuma tanya gimana rasanya mau menikah sama mantan. " Tawa Hito. "Uuuppss, sorry...! " Gavin melayangkan tatapan tajam sekilas lalu mengelap mulutnya dengan tisu. Nafsu makanya tiba-tiba hilang gara-gara Hito. Bagi Eric dan Hito hal yang dialami oleh Gavin sangat lucu. Mereka ingat bagaimana dulu sahabat mereka menyukai Damasa yang tidak pernah menyukai Gavin. Tidak perduli dengan sikap jutek, judes, cueknya Damasa, Gavin terus berusaha mendekat. Gavin dan Damasa pacaran hanya satu minggu tapi Eric dan Hito tahu, Gavin sangat bahagia waktu itu. "Mantan terindah, kan? " Goda Hito. "Indah kepala kamu bercabang." Semprot Gavin. "Tapi dulu kamu, kan, suka banget sama dia. " "Itu dulu, nggak sekarang. " "Yakin udah move on? " "Nggak jelas. " Hito terkekeh melihat sikap Gavin. Hito hafal benar jika sahabatnya itu masih punya rasa untuk Damasa. Ya... Walaupun sekarang presentasenya kecil. "Rea gimana? " Mendengar nama Rea wajah Gavin berubah menjadi murung. Siapa juga yang tidak akan marah dan kecewa di tinggal oleh calon istrinya tanpa kejelasan dan tanpa kabar. Gavin hanya menggelengkan kepada sebagai jawaban. Hito tidak tahu sehancur apa perasaan sahabatnya namun dia kemudian mengalihkan pembicaraan. Berharap Gavin tidak memikirkan perempuan tidak tahu Terima kasih itu. "Jadi pernikahan kamu sama Damasa sesuai dengan rencana kemarin? " "Ya." "Aku jadi penasaran gimana tampang Damasa sekarang? Apa dia masih jutek dan galak kayak dulu? " "Dia masih aja sama. Kepala batu. " "Tapi sayang, kan? " Goda Hito lagi. "Cuma cowok gila yang sayang sama cewek bentukan mak Lampir kayak dia. " "Jadi kamu gila? " "Kamu yang gila. " Hito tergelak mendengarnya. *** Damasa menolak saat Gavin berniat menjemputnya di kantor saat jam istirahat makan siang. Gadis itu takut jika ada yang melihatnya bersama laki-laki. Yang pastinya akan menjadi gosip baru di divisinya dan yang paling tidak ia suka adalah Agni akan berubah menjadi wartawan investigasi. Mereka pun bersepakat bertemu di toko perhiasan yang mereka sepakati. Disana mereka akan mengambil cincin pernikahan mereka. Mata Damasa hampir tidak bisa berkedip saat melihat deretan perhiasan yang ada di toko itu. Dia beberapa kali pernah pergi ke toko emas tapi tidak sebagus tempatnya berada sekarang. Perhiasan yang di pajang di box kaca-kaca itu sangat cantik dan elegan. Berbeda sekali dengan perhiasan yang ada di toko emas di pasar. "Selamat siang, pak Gavin. " Sapa seorang pegawai toko yang menurut Damasa super duper ramah. "Siang, " Jawab Gavin datar. Damasa menduga jika pegawai perempuan itu adalah manager toko perhiasan. "Mari ikut saya, pak. " Perempuan ber nametag Lusiana itu membawa calon pengantin itu ke sudut toko. Disana sudah ada pegawai lain yang menunggu lalu menyodorkan kotak perhiasan berwarna biru pada managernya. Kotak itu di buka dan tampak sebuah cincin emas putih dengan permata di tengahnya. Cantik sekali. Dalam mimpi pun Damasa tidak pernah membayangkan jika dirinya menikah nanti akan memakai cincin seindah itu. "Ini cincin yang di pesan oleh nyonya Wiguna." Jelas pegawai toko. "Cincin ini lebih bagus dari yang sebelumnya." Tahu telah salah ucap Lusiana mengatupkan bibirnya rapat-rapat. Tidak seharusnya dia mengatakan hal itu. Damasa tidak mengerti maksud pegawai itu dan dia hanya menganggapnya angin lalu. Gavin sendiri tidak perduli. Dulu dia memang memesan cincin pernikahannya dengan Rea di tempat ini juga. Dan gilanya sekarang ia mengambil cincin pernikahannya lagi disini dengan wanita lain. Tanpa di minta dan tanpa permisi Gavin meraih sebelah tangan Damasa lalu menyematkan cincin berlian itu. Gadis itu sampai terkejut di buatnya. Tapi anehnya cincin itu tidak bisa masuk sepenuhnya ke jari manis Damasa. Gavin terus mendorong cincin itu agar pas di jari manis mantan pacarnya dan hal itu membuat Damasa mengaduh kesakitan. "Sakit, Vin. " Keluhannya. "Jangan di paksa. " Tanpa membalas ucapan Damasa, Gavin masih mencoba memaksakan cincin itu masuk ke jari manis Damasa. "Sakit, Gavin. " Teriak Damasa sambil menarik tangannya dan membuat cincin itu jatuh menggelinding. Beruntung pegawai toko yang lain sigap menemukannya. "Jari aku sakit, Gavin. " Damasa melayangkan tatapan marah pada calon suaminya sambil memegangi jari manisnya yang sakit. "Cincin itu kekecilan di jari aku. Jangan di paksain masuk. " "Kenapa bisa kekecilan di jari kamu? " "Mana aku tau. " "Itu cincin pilihan mama. Aku yakin mama nggak akan salah pilih. Mama selalu detail dalam memilih sesuatu atau kamu-" Gavin tidak meneruskan ucapannya. "Apa? " Tiba-tiba senyum menyebalkan Gavin muncul. "Kamu gemukan terus jari-jari kamu jadi bengkak terus cincinnya nggak muat. " Tawa Gavin. "Enak aja. " Bantah Damasa. "Mana ada aku gemukan. Emang cincin yang aja yang kekecilan." Damasa paling sensitif dengan masalah berat badan dari dulu. Seorang pegawai datang, membisikkan sesuatu di telinga managernya lalu memberikan sebuah kotak cincin biru pada si atasan. Dehaman sang manager toko menarik perhatian Gavin dan Damasa yang sedang bertengkar. "Pak Gavin, kami meminta maaf sebelumnya. Sepertinya cincin pesanan ibu anda tertukar dengan cincin pesanan pelanggan kami yang lain. Maafkan atas keteledoran kami." Tanpa menjawab Gavin mengambil kotak perhiasan itu lalu membukanya. Kali ini Cincin itu lebih cantik dari cincin sebelumnya. Tanpa permisi lagi Gavin memasangkan cincin itu di jari manis Damasa dan cincin itu pas melingkar di jari calon istrinya. "Pas, kan? " Ucap Gavin. Pandangan Damasa tertuju pada cincin yang kini sudah melingkar di jari manisnya. Rasanya seperti mimpi. Tidak menyangka sebentar lagi dirinya akan menikah. Selesai dengan urusan di toko perhiasan Gavin mengajak calon istrinya makan siang namun Damasa menolak. Setelah perdebatan kecil mereka tadi Gavin berubah menjadi lebih pendiam. Berlama-lama dengan Gavin membuatnya tidak nyaman. Dulu, seingatnya laki-laki itu tidak pernah diam seperti itu. Gavin yang ia ingat sangat aktif, menyebalkan, tukang paksa, bukanya pendiam seperti orang sariawan. Mungkin benar apa yang di katakan Fika. Gavin mempunyai masalahnya sendiri. Dan kemungkinan masalah yang membuat lelaki itu menjadi pendiam adalah alasan kenapa Gavin harus menikah dengannya. Ada rasa ingin tahu yang menyergap Damasa. Tapi secepat mungkin ia tepis pemikirannya. Meyakinkan diri, itu bukan urusannya. Namun bukan Gavin namanya kalau tidak bisa memaksa Damasa mengikuti kemauannya. Mau menolak tapi Damasa harus realistis jika perutnya meronta ingin diisi. Kalaupun menolak akan terjadi perdebatan panjang. Damasa sadar diri jika dia type yang suka memperpanjang masalah. "Ayolah, Sa... Kita makan siang dulu. " Ajak Gavin. "Apa susahnya, sih, makan siang bareng. Apa masih belum bisa lupain aku makannya nolak tawaran aku. " "Eh-" Damasa mendelik kearah mantan pacarnya. "Siapa juga yang belum bisa lupain kamu? " Elaknya protes. "Malah jadi kamu yang nggak bisa move on dari aku. " "PD banget... Kalau kamu memang udah move on kenapa sampai sekarang masih jomblo. Jangan kira aku nggak tau kalau kamu itu jomblo ngenes. Nggak pernah pacaran lagi setelah putus dari aku." "Kamu... " Tunjuk Damasa geram. Damasa tidak tahu Gavin tahu tentang dirinya dari siapa? Yang di ucapkan laki-laki itu semuanya benar. Sejak putus dari Gavin sampai sekarang sekalipun dia tidak pernah lagi terlibat asmara dengan lawan jenis. Bukannya tidak mau tapi Damasa sibuk belajar, kuliah, sampai bekerja sampingan. Selesai kuliah pun dirinya sibuk bekerja untuk membantu keluarganya. "Terus kamu sendiri kenapa harus nikah sama aku dalam waktu kurang dari seminggu? Apa kamu nggak laku, nggak ada cewek yang mau sama kamu, atau kamu di tinggalin sama cewek kamu? " Kalimat terakhir Damasa menyentil hati Gavin yang langsung membuat wajah laki-laki itu berubah datar. Melihat Gavin yang diam tak membalas ucapannya dan raut wajahnya yang berubah membuat Damasa bingung. "Gavin sayang.... " Teriak seorang wanita cantik yang tak sungkan langsung memeluk laki-laki itu. Tanpa risih ataupun malu Gavin membalas pelukan wanita itu. Setelah melepas pelukan wanita itu menatap Damasa. Di mulai ujung rambut sampai ujung kaki. "Sayang, dia siapa? "
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN