Flashback on
Damasa tidak pernah mengerti kenapa teman-temannya begitu menyukai Gavin Alexander Wiguna. Cowok yang menurutnya biasa-biasa saja tapi seperti pangeran di mata kaum hawa di sekolahnya.
Jam istirahat itu, Damasa duduk di bangku taman sekolah bersama Fika. Sibuk membaca n****+ yang baru ia beli sedangkan Fika sibuk mengunyah snack yang tadi di beli di kantin.
Di pinggir lapangan sekolah banyak sekali siswi perempuan yang meneriaki nama Gavin. Dan suara mereka akan semakin keras saat Gavin berhasil memasukkan bola basket kedalam ring.
"Dari ketiga cowok itu yang paling ganteng emang Gavin, " Ucap Fika disela mengunyah makanan.
Damasa mendengus mendengarnya.
"Kalau suka mending gabung aja kesana terus ikut teriak-teriakin nama dia. " Balas Damasa tanpa mengalihkan pandangannya.
"Siapa juga yang suka. Cowok yang lebih ganteng dari Gavin di sekolahan ini banyak tapi anehnya banyak benget yang ngejar-ngejar dia. "
"Peletnya kuat paling, " Ucap Damasa asal yang membuat Fika langsung tertawa.
Gavin sendiri sadar jika dirinya selalu di kejar-kejar para gadis-gadis penghuni sekolah. Mau yang sepantaran, kakak kelas, maupun adik kelas. Kadang juga risih saat ada yang mendekatinya secara agresif. Dari tengah lapangan ia melihat Damasa dan Fika duduk di bangku taman sekolah.
"Lihatin apa, Vin? " Tanya Eric yang berdiri disebelahnya.
"Enggak." Bohong Gavin.
"Jangan bohong. Lagi lihatin Damasa, kan? " Goda Eric dengan menaik turunkan alis.
Bukan jawaban yang Eric dapatkan tapi Gavin malah menoyor kepala sepupunya.
"Setan." Umpat Eric.
Di kantin sekolah Gavin tidak bisa makan dengan tenang. Bagaimana bisa makan dengan tenang kalau banyak sekali cewek yang memghampirinya. Dari yang say hello, memberikan hadiah, minta nomer ponsel, sampai alamat rumah.
Mau marah tapi tidak bisa. Yang mana akan membuat dirinya jelek. Apalagi kalau papa - mamanya tahu jika dia bertingkah aneh di sekolah. Bisa-bisa dia akan di kirim ke Belanda untuk tinggal bersama kakeknya. Gavin tidak mau itu.
"Makanya punya cewek. " Saran Hito yang baru selesai menyesap teh kotaknya.
"Yang mau sama Gavin banyak. " Timpal Eric. "Kalau Gavin punya cewek kasihan juga ceweknya. Nanti bisa-bisa di bully sama penggemar Gavin." Di susul kekehan sepupunya.
"Bener juga, sih. " Hito menyetujui. "Tapi bisa aja Gavin punya pacar tapi beda sekolah. "
Eric mengelengkan kepala tidak sependapat dengan sahabatnya.
"Percuma kalau beda sekolah. Cewek-cewek itu pasti terus kejar si Gavin. Bagusnya pacarnya Gavin itu yang sama sekolahnya sama kita. "
"Bener juga, sih. Tapi rata-rata semua cewek di sekolah ini mau jadi pacar si Gavin. Aku yakin kalau Gavin jadian sama salah cewek di sekolah ini pasti terjadi pertumpahan darah. "
"Lebay." Olok Gavin.
"Maka dari itu yang jadi pacarnya Gavin harus cewek yang tahan banting. "
"Emangnya ada cewek yang kayak gitu? "
"Dan yang jelas harus nggak suka sama Gavin. "
"Emang ada cewek disini yang benci sama sohib kita? "
"Ada."
"Siapa? "
"Damasa."
"Gila... Maksudnya si nenek lampir. Mana mau dia sama Gavin. Yang ada si Gavin malah di makan sama dia. "
"Belum tentu juga. Cewek kayak Damasa itu bisa di jinakin, kok. Tapi ya gitu, harus kuat mental. " Eric tergelak.
"Iya juga, sih. Kalau Gavin sama dia cewek-cewek nggak bakalan deketin lagi. Kalaupun si Damasa kena bully, cewek itu pasti tahan banting dan nyerang balik. "
"That's trus. Makanya mending Gavin sama dia. Lagian-" Eric tidak melanjutkan ucapannya.
"Lagian apa? " Hito penasaran.
"Si Gavin suka sama Damasa. "
Gavin berdecak sedangkan Hito tak percaya.
"Beneran itu, Vin? " Hito bertanya pada Gavin.
"Gavin nggak akan jawab. Masa kamu selama ini nggak perhatiin sikap dia ke Damasa. Gavin itu dari dulu sukanya cewek modelan galak kayak Damasa. "
Gavin diam saja. Semua yang diucapkan sepupunya memang benar. Dirinya memang tertarik pada Damasa Viandra Putri. Gadis galak, jutek, judes yang anehnya menarik perhatiannya.
Flashback off
"Avin sini... " Panggil mama yang menyadarkan Gavin dari keterkejutannya.
Perlahan Gavin mendekat. Mamanya memperkenalkannya pada Damasa. Keduanya pun pura-pura tidak saling mengenal.
"Gavin."
"Damasa."
Kedua orang tua Gavin pastinya kaget kalau tahu mereka saling mengenal apalagi tentang masa lalu mereka.
Makan malam berjalan lancar. Selesai makan malam Gavin dan Damasa diberikan waktu berdua untuk saling mengenal walaupun waktu itu tidak akan cukup. Bagaimana bisa cukup kalau kurang dari seminggu lagi mereka akan menikah.
Gavin dan Damasa duduk di teras samping rumah. Cukup lama mereka saling diam. Tidak tahu juga harus berbicara apa. Terkejut sudah pasti. Dunia ini memang kadang-kadang lucu dan mengajak bercanda.
"Aku nggak nyangka ternyata kamu orangnya. " Gavin membuka pembicaraan.
Damasa hanya menghela nafas panjang. Dia juga merasakan hal yang sama. Kenapa dari sekian banyak penduduk jakarta kenapa harus Gavin yang akan ia nikahi.
"Aku juga. " Balas Damasa.
Hening cukup lama lagi. Gavin dan Damasa tidak tahu harus berbicara apa? Mereka memang teman, mantan pacar juga tapi hubungan mereka tidak baik.
"Kenapa kamu mau menerima tawaran ini? " Suara Gavin terdengar lagi.
"Apalagi kalau bukan karena uang," Jawab Damasa jujur.
"Dari dulu kamu sama saja. " Ejek Gavin.
Terserah apa kata Givin. Damasa juga tidak perduli jika lelaki itu memberi lebel dirinya mata duwitan. Dia harus realistis. Kalau mau menuruti keinginan, maunya sekarang ia menolak semua ini tapi ada ayahnya yang membutuhkan uang untuk membayar perawatan di rumah sakit.
"Terserah kamu mau bilang apa. "
Gavin memperhatikan Damasa yang duduk disebelahnya. Mereka hanya dipisahkan meja bundar kecil. Gadis itu terlihat lebih cantik dari yang Gavin pernah ingat. Rambutnya lebih panjang dan tubuhnya yang makin berbentuk, sexy.
Dulu sewaktu SMA, Damasa termasuk cewek yang tidak suka bersolek. Berbeda dengan teman-teman cewek yang ia kenal yang sering kali terlihat berdandan. Walaupun seperti itu Damasa tetap cantik.
"Besok kata mama kamu kita fitting baju pengantin. " Damasa bersuara. Keheningan ini terasa mencekiknya. Sebenarnya banyak sekali hal yang ingin ia tahu termasuk kenapa keluarga laki-laki itu sampai mencari pengantin pengganti.
"Ya, " Jawab Gavin.
"Kita bisa melakukannya setelah pulang kerja. "
"Kamu kerja dimana? "
"Di perusahaan WG grup. "
"Oh."
WG grup adalah salah satu perusahaan milik keluarga Gavin yang berada di bawah kepemimpinan kakaknya, Tomy. Tapi Gavin memilih tidak mengatakan hal itu. Sepertinya juga Damasa tidak mengetahui hal itu.
Dari ibunya ia tahu jika Damasa adalah anak dari sahabat papanya.
"Kalau nggak ada yang di bicarakan lagi aku mau pulang, " Kata Damasa.
"Ya, sepertinya pertemuan kali ini cukup. " Gavin menyetujui.
Maunya Damasa semoga tidak ada lagi pertemuan kedua, ketiga atau seterusnya. Tapi itu hanya bisa terjadi dalam mimpinya.
"Aku mau pamitan sama om dan tante dulu. "
"Iya. Setelah itu aku akan antar kamu pulang. "
"Enggak." Tolak Damasa.
"Kenapa? "
"Aku bisa pulang sendiri. "
"Ini sudah malam. Nggak baik perempuan pulang sendirian."
"Kamu pikir aku nggak bisa pulang sendiri? "
"Jangan keras kepala Damasa. "
"Terima kasih atas tawarannya tapi aku menolak. " Damasa berdiri dari tempat duduknya. Meninggalkan Gavin yang masih duduk di tempatnya.
"Dasar kepala batu. " Gumam Gavin yang masih di dengar oleh Damasa.
"Dasar curut. " Gumam Damasa tak mau kalah.