Ujian Pasca Lahir

1700 Kata
Pasca melahirkan Rey, sang Ibu mendapat ujian kembali. Dari bayangan yang sekelebatan wira wiri di depannya hingga suara suara aneh yang selalu terdengar. Ibu hanya terdiam terpaku dan menitikkan air matanya. Ia sangat mengkhawatirkan si Rey kecil yang baru saja ia lahirkan. Namun di tengah kekhawatiran tersebut ia mendapat dorongan untuk berani menerobos batasnya sebagai manusia biasa. Dalam sekejap Ibu mencoba konsentrasi dan membaca istighfar serta di lanjutkan dengan baca Al Fatihah, Al Ikhlas, Al Falaq dan An Nas. Lalu, beliau mencoba sekali lagi memanggil sang suster. Alhamdulillah, ternyata berhasil. Selang beberapa saat, muncul seorang wanita yang cantik sekali rupanya. Wanita itu menggunakan pakaian lengkap sebagai seorang suster. Ketika suster itu muncul, ibu hanya terdiam seribu bahasa. Karena melihat kondisi si suster tadi walau cantik tetapi ... ada yang berbeda dengan suster pada umumnya. Ibu sudah yakin kalau itu bukan suster sesungguhnya, karena wajah suster itu meski cantik tapi terlihat pucat sekali dan wanginya pun sangat beda, wangi yang sangat tidak nyaman, semerbak bunga kuburan yang tercium. Suster itu hanya tersenyum melihat Ibu dan mengatakan, “Tenang ... anak Ibu akan kubawa kemari.” Terkejut sang Ibu mendengar suster itu mengatakan demikian. Bagaimana dia tahu aku khawatirkan bayiku? Dalam hati Ibu berkata. Setelah suster berkata begitu, ia pun berlalu keluar. Sepertinya menuju ke ruangan bayi-bayi yang baru lahir. Ibu yang melihat gelagat yang tidak beres, langsung berusaha untuk bangkit dari tempat tidurnya. Namun apalah daya, Ibu habis operasi. Badannya belum pulih. Masih sakit di sekujur tubuh. Tidak putus asa, Ibu terus berusaha untuk bangun. Tetap bergerak sedikit pun karena jahitan di perut Ibu yang masih terasa nyeri. Sedikit sedih, Ibu pun memejamkan mata dan berdoa dengan bacaan Fatiha 4 tadi, berharap adanya sebuah keajaiban. Alhamdulillah, ketika membuka mata, kembali Ibu melihat sosok orang yang ada di taksi yang menemani Ibu tadi. Mereka semakin banyak, tidak seperti di taksi yang hanya beliau sendiri, dan anehnya lagi semuanya tersenyum kepada Ibu, seolah memberi semangat. Entah siapa siapa saja sosok itu, Ibu tidak ada yang mengenali. Kecuali Sang Eyang yang memang sudah pernah hadir di mimpi dan di mobil taxi tadi. Aneh bin ajaib, tanpa disadari seperti ada kekuatan yang membuat Ibu tergerak bangun dan melangkah secara perlahan menuju ke ruangan bayi. Kamar bayi itu sebenarnya tidaklah jauh letaknya dari kamar Ibu, hanya berselisih tiga ruangan dari kamar Ibu. Sepanjang lorong, Ibu melangkah pelan, sepanjang itu juga Ibu seperti disambut ... orang-orang yang berjubah putih. Seperti ada yang menuntun Ibu, begitu juga ketika tiba di kamar bayi tersebut. Rasa sakit pasca operasi tadi rasanya hilang sesaat. Ibu langsung mengenali anaknya, karena di antara bayi-bayi tersebut hanya satu yang menangis dan suaranya paling nyaring. Dan karena naluri seorang ibu, beliau pun sangat mengenali tangisan Rey kecil. Segera Ibu meraih bayinya. Meski dengan kondisi sakit, tetapi tak lagi ia pedulikan. Setelah itu, Ibu pun kembali ke ruangannya. Setibanya di kamar, sosok orang-orang berjubah putih tadi sudah menghilang dengan meninggalkan wangi yang semerbak dalam ruangan tersebut. Suasana hati Ibu pun akhirnya bisa tenang karena si bayi sudah berada di sisinya. Hingga subuh tiba, barulah Ibu bisa terlelap dengan mendekap hangat Rey kecil di sisinya. Seperti janjiku, anak ini akan kami jaga hingga di akhir hayatnya kelak. Ibu hanya tersenyum mendengar perkataan Eyang yang sudah berdiri di sisinya. Sambil mengelus kepala si bayi, Eyang terus tersenyum melihatnya. Tanpa Ibu sadari aura dari tubuh Eyang ikut terpantul pada tubuh Rey kecil. Namanya Rey Arsyad. Setelah menyebut nama itu, Eyang langsung menghilang. Ibu jadi terngiang dengan nama itu. Menjelang pagi, ketika ibu tersadar ia sudah di kelilingi para suster di rumah sakit. Sedikit terkejut dengan kehadiran mereka yang tidak biasanya. Ada juga satu dokter wanita yang bersama mereka yang menggendong Rey kecil. Tampat raut kebahagiaan yang di pancarkan oleh mereka saat melihat bayi si Ibu. “Selamat pagi Ibu, Alhamdulillah Ibu sudah sadar. Bayinya juga sehat Bu.” Kata salah satu suster yang menyadari sang Ibu telah sadar dari tidurnya. “Iya terima kasih suster. Kenapa dengan anak saya ya suster?” “Tidak apa apa Ibu, hanya memeriksa kesehatan Ibu dan ade bayinya. Hasilnya bagus semua Ibu.” Semua yang hadir disitu akhirnya mengucapkan selamat dan tersenyum pada Ibu. Ternyata di antara para suster itu sudah Ayah yang menunggu giliran untuk menghampiri istrinya. Kali ini ia hadir bersama Bang Dion yang terlihat begitu ceria melihat Ibunya. Begitu juga dengan Ibu yang melihat si abang tampak bahagia dengan kehadiran adiknya. Kemudian para suster dan dokter berpamitan dengan Ayah dan Ibu. Setelah kondisi sepi Ibu memberitahukan Ayah jika semalam ia mengalami hal yang menakjubkan. “Semalam Eyang itu datang lagi Yah.” “Terus?” “Beliau yang membantu Ibu mengambil bayi kita di kamar sebelah.” “Lho kok bisa Bu? Kan Ibu habis operasi, apa ga sakit?” “Ga tau juga Yah, kok bisa? Habis baca Fateha 4 yang Ayah ajarkan itu, Ibu berasa dapat kekuatan untuk bangun dan membawa bayi kita kesini.” “Alhamdulillah, sukurlah Ibu amalkan.” “Tapi ada pesan Eyang semalam Yah.” “Hah, iya kah? Apa itu Bu?” “Beri nama dia Rey Arsyad.” “Artinya apa Bu?” “Ga tau Yah. Tau nya di minta beri nama itu saja.” Ayah hanya tersenyum mendengar nama itu dan membayangkannya. ********************************** Hari telah beranjak malam. Suasana di rumah sakit sudah mulai sepi, karena jam kunjungan telah habis. Di koridor juga tampak nihil akan orang yang berlalu lalang. Hanya beberapa petugas medis dan keluarga pasien yang terlihat. Di langit juga tampak bulan malu malu melihatkan wajahnya. Sementara di sebuah ruangan tampak 3 manusia sedang beristirahat. Ya Ibu sedang dalam masa pemulihan pasca melahirkan. Sang jagoan pun sudah boleh bergabung bersama mereka. Ketika ia hadir di tengah-tengah mereka, rasa bahagia itu kembali meluap-luap. Rey dan istrinya tak henti-hentinya tersenyum melihat sang jagoan. Ayah menjaga Rey kecil yang ada di box khusus bayi. Saat itu ia masih terlihat tenang dengan tidurnya. “Yah, selimutkan badanku, Ibu kedinginan Yah.” Ayah dengan sigapnya segera meraih selimut yang telah di sediakan pihak rumah sakit. Perlahan dengan lembut ia menyelimuti sang istri yang tampak mulia menggigil. Sambil menyelimuti Ayah mengecup kening istrinya. Ayah begitu menyayangi istrinya, meski dari luar ia tampak begitu garang. Itulah hebatnya seorang Ayah. Sungguh wanita ini memang luar biasa, batin Ayah. Pantas saja jika seorang sahabat Rasul Umar bin Khattab yang bahkan ditakuti setan, bisa takut kepada istrinya. Bisa jadi itulah salah satu penyebabnya. Hingga tengah malam, Ibu pun sudah terlelap. Sementara Ayah dalam keadaan terjaga. Tiada bosan ia memandangi jagoannya. Sempat tebersit rasa cemas di hatinya dengan cerita dari istrinya sewaktu hamil hingga melahirkan. Ujian yang silih berganti menghampiri bayi dan istrinya. Ketika malam semakin larut, kekhawatiran sang Ayah pun akhirnya terjadi. Si jagoan mulai menangis keras. Ia begitu shock mendengarnya, karena selama ini tidak pernah mendengar tangisan bayi yang sedemikian kerasnya. Sangat berbeda dengan Dion waktu ia lahir. I am superdad. Bisa jadi ungkapan itu memang pantas diucapkan para ayah yang sangat mencintai keluarganya, terutama kepada juniornya. Hal pertama yang harus Ayah lakukan untuk menjadi superdad adalah mengganti bedong si kecil. Ketika ia menangis, situasi di kamar itu sangat sepi. Hanya ada Ayah dan sang istri. Ayah berpikir hendak keluar dari ruangan itu, tetapi ada sesuatu yang menahannya. Ia juga merasa ada sesuatu yang aneh, karena hanya dia yang mendengar tangisan si kecil. Istrinya malah tidak terbangun sama sekali karena tangisan itu. Ayah jadi khawatir terhadap istri dan bayinya. Apalagi dengan kejadian sebelumnya yang di alami istrinya. Masih jelas terngiang di otak Ayah akan hal-hal yang berbau mistis. Namun di sisi lain, si kecil tak mau diam. Mendengar tangisan bayi itu sungguh membuat hati Ayah pilu, ia bingung apa yang harus ia lakukan. Dengan penuh keyakinan, Ayah bergegas keluar dari ruangan tersebut bermaksud mencari seseorang yang mau membantunya, minimal suster jaga malam itu. Sungguh Allah Mahatahu apa yang Ayah butuhkan. Datang seorang ibu-ibu yang tampak ingin membantu Ayah. Pakaian yang ia gunakan cukup unik, penuh warna dan warni. Terkesan sangat norak buat seorang ibu dengan usia yang tampak sudah berusia lanjut. Ibu itu hanya seorang diri berjalan agak tertatih tatih jalan dan hanya menundukkan kepalanya. Sang Ayah yang penasaran lalu menghentikan langkah ibu tua itu. Ia bermaksud ingin meminta bantuan untuk menenangkan bayinya. Ayah pikir ibu tua itu adalah salah satu keluarga pasien yang sedang menunggu keluarganya yang sakit. Namun ketika sang ibu tua itu mendongakkan kepalanya dan melihat Ayah, terlihat jelas ada yang tidak beres dengan sosok itu. Ayah jadi berpikir ulang untuk meminta bantuannya. Di wajah yang keriput itu tidak ada yang aneh, hanya matanya yang berwarna hitam nyaris tanpa pupil. Di bibirnya masih terselip cairan berwarna merah yang masih tampak segar. Ayah lalu melanjutkan langkahnya menuju ruang jaga para suster. Berharap di sana ia bisa dapat bantuan. Namun baru beberapa langkah dari saat ia bertemu dengan ibu tua tadi ia menghentikan langkahnya. Ayah lalu memalingkan wajahnya ke belakang. Betapa terkejutnya Ayah melihat si ibu sudah berada di ujung koridor. Bagaimana bisa ia sudah di sana, tadi jalan saja susah, batin Ayah. Tangisan Rey kecil masih jelas terdengar oleh sang Ayah. Seketika ia tersadar ada yang tak beres dengan kejadian barusan yang ia alami. Ayah baru ingat jika kamar istrinya dan bayi berada di ujung koridor, dimana arah ibu tua tadi terakhir terlihat. Segera Ayah berlari kembali menuju kamar istrinya. Ia khawatir dengan keselamatan istri dan buah hatinya. Setibanya di ruangan sang istri betapa terkejutnya Ayah. Di ruangan itu ternyata sudah ada seorang suster yang begitu cantik. Berpakaian hijab berwarna putih. Wajahnya begitu nyaman di pandang, tampak alami. Padahal terlihat ia tidak memakai kosmetik. Ayah terkagum melihatnya sampai tak mampu mengucapkan sepatah katapun ketika suster itu sedang mengganti popok sang bayi. Setelah selesai mengganti popoknya, ia lalu menggendong Rey kecil. Tidak ada lagi terdengar tangisannya. Ia langsung terlelap di gendongan sang suster. “Ini sudah saya ganti pak popoknya, sekarang dia sudah tertidur nyenyak. Tolong di jaga ya pak.” Suster itu lalu menyerahkan ke Ayah dan tersenyum sambil berlalu keluar ruangan. Ayah masih terpaku dengan suster tadi. Ia bingung siapa suster tadi. Kenapa bisa ada di ruangan ini, padahal sedari tadi ia sudah mencari orang tidak mendapatkan siapapun selain ibu tua tadi. Apa mungkin ia seorang malaikat? Batin Ayah bertanya tanya.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN