Manajer genit

881 Kata
Hoam... Rafandra menguap lebar setelah menghabiskan waktu berjam-jam di depan komputer demi menyelesaikan laporan yang hari ini ia terima. Rasanya tulang belakangnya seperti dipukul palu ratusan kali. Matanya yang tadi tertutup kini meliar menerawang ruangannya yang sepi. Tiba-tiba saja ponselnya berbunyi. “Siapa sih? Ganggu saja,” gerutunya. Dengan gerakan cepat ia menjawab panggilan dari seberang sana. “Halo,” sahutnya malas. Satu tangannya menekan tombol loudspeaker dan menaruh ponselnya di meja. “Kalau tidak ada yang penting, gue males ngomong.” Suara di seberang malah terkekeh. “Bro, jangan marah-marah terus nanti cepat tua.” Rafandra mengernyitkan dahinya lalu menarik ujung bibirnya remeh. “Gue hanya mau tanya, nama butik tempat teman tante Alissa biasa belanja, apa namanya?” “Untuk?” jawab Rafandra singkat. Suara di seberang kembali terkekeh. “Untuk calon pacar gue lah. Gue mau undang dia ke pesta ulang tahun dan rencananya mau ada kejutan di sana. Nah, gue mau beliin dia gaun spesial,” jawab Rakabumi si pemilik suara di seberang. “Nama butiknya Karen boutique, ada di lantai dasar mall yang biasa buat gue nongkrong.” “Ok, terima kasih atas infonya. Jangan lupa datang ya.” Rafandra menutup panggilan lalu menyingkirkan ponselnya hingga jauh dari jangkauan matanya. Ia kembali menutup matanya dan berharap bisa memimpikan gadis pujaannya. “Mengkhayal tentang cewek judes itu enak kali ya?’ *** Bruk! Kayana menengadah ke atas setelah melihat setumpuk kertas yang ditaruh kasar di atas meja kerjanya. Seseorang tengah berdiri di samping meja kerjanya dengan menampilkan wajah sombong tidak ramah. Kayana hanya mendengus malas lalu melirik kesal dari ujung matanya. “Semuanya harus selesai tepat waktu. Katanya, bos tidak mau tahu.” Kayana membuka lembar paling atas dan helaan napas terdengar. Laporan yang sudah pernah ia kerjakan dikembalikan padanya dalam tenggat waktu yang amat sangat singkat. “Bos mau saya mati muda?” ketusnya. “Kamu memangnya mau mati muda? Kerjaan seperti ini mudah toh. Kamu hanya pindahkan ke dalam file biasa lalu bikin rumusnya dan—” Bruk! Kayana melempar setumpukan kertas ke arah temannya yang tadi berbicara. “Kamu saja yang kerjakan kalau begitu.” Kayana berdiri lalu berkacak pinggang. “Katanya mudah ya kan? Kerjakan saja sendiri.” Suara Kayana rupanya mengundang atensi dari beberapa staf yang kebetulan sedang berada di ruangan yang sama dengannya. Mata Kayana melirik ke kiri dan kanan mencoba meredakan amarahnya agar tak meluap dan membuat mereka berpikiran macam-macam. “Loh, mulai bantah? Saya adukan ke Pak Angga,” ancamnya. “Silakan.” Rupanya ancaman itu tak main-main. Berselang sepuluh menit kemudian, manajer memanggil Kayana. Ia pun berdiri menampilkan wajahnya yang lesu kurang bersemangat. Dari samping, Abil memanggil nama Kayana dan memberikan semangat pada wanita cantik itu. “Semangat. Pak Angga enggak mungkin pecat kamu kok.” Kayana mengangguk. Langkah gontainya terlihat jelas hingga masuk ke dalam ruangan yang tak jauh dari tempat kerjanya. Tok! Tok! Kayana mengetuk pintu ruangan sang manajer. Tak lama kemudian terdengar suara dari dalam. “Masuk!” Kayana membuka pelan pintu ruangan dan masuk ke dalamnya sambil berjalan menunduk ke arah meja manajer. “Maaf, Pak Angga. Ada yang bisa saya bantu?” “Duduk.” Kayana menurut. “Kamu tahu mengapa kamu dipanggil kesini?” Kayana menggelengkan kepalanya. Manajer berusia tiga puluhan itu menghela napas kesal lalu membuka kacamatanya. Ia menatap sejenak wajah Kayana yang sebenarnya juga sedang kesal menahan marah. “Pak Angga, kalau hanya ingin main tebak-tebakan lebih baik nanti siang saja. Saya lagi pusing, banyak pekerjaan,” ucap Kayana lantang. “Saya suka dengan ucapan kamu yang blak-blakan. Itulah mengapa saya masih pertahankan kamu bekerja disini,” sindirnya. “Lalu, apa tujuan Pak Angga memanggil saya?” “Ah, saya tadinya ingin menegur kamu karena sudah berkata kasar pada Intan anak buah saya. Tapi saya ubah.” Angga berdiri lalu berjalan ke arah kursi yang ditempati Kayana. Ia mendudukkan dirinya di tepian meja. Merasa risih, Kayana memundurkan kursinya ke belakang, sedikit menjauhi Angga. “Ubah? Maksud Pak Angga?” mata Kayana menatap waspada pada gerak-gerik Angga yang mencurigakan. Pria berstatus duda itu mengeluarkan smirk berusaha menggoda Kayana. “Saya mau ajak kamu makan malam hari ini. Kamu mau kan?” Kayana menggelengkan kepalanya. Ia langsung menolaknya dengan balasan senyum remeh dari bibirnya. “Maaf, Pak. Saya ada janji dengan teman saya. Mungkin lain kali.” “Sayang sekali. Padahal saya mau ajak kamu makan malam dengan keluarga saya yang kebetulan sedang berada di Jakarta,” ujarnya dengan nada seperti menyesal. “Salam untuk keluarga Pak Angga.” Kayana berdiri lalu membungkuk hormat pada Angga. “Saya permisi.” Angga menarik tangan Kayana yang berjalan pergi meninggalkan ruangannya. Kayana berhenti lalu menoleh ke arah manajernya itu. “Kenapa kamu selalu menolak ajakan saya. Apa kurangnya saya di mata kamu.” “Pak Angga tidak kurang satu apapun. Hanya saja, Pak Angga bukan pria yang sesuai kriteria saya,” jawab Kayana panjang lebar. “Bagaimana caranya agar saya bisa menjadi kriteria kamu?” Kayana menghempas kasar tangan Angga. “Maaf, Pak. Ini sudah di luar kewajiban saya untuk menjawab dan lagipula ini masih di lingkungan kerja. Permisi.” Kayana berjalan cepat meninggalkan Angga yang masih termenung di mejanya. Tatapannya terus terpaku pada wanita cantik yang telah lama memikat hatinya itu. Ia pun bergumam pelan, “Bagaimana caranya saya bisa mendapatkan kamu?” ***

Cerita bagus bermula dari sini

Unduh dengan memindai kode QR untuk membaca banyak cerita gratis dan buku yang diperbarui setiap hari

Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN