Diamnya Aku

Diamnya Aku

book_age16+
detail_authorizedDIIZINKAN
7.2K
IKUTI
48.6K
BACA
revenge
bxg
cheating
like
intro-logo
Uraian

Apakah dengan sikap diam yang aku pilih ini, akan merubah egonya? Atau malah dia keenakan dengan sikap diamku ini? Entahlah!

Diam adalah caraku untuk melawan.

chap-preview
Pratinjau gratis
Chapter 1
Judul: Diamnya Aku Karya : Naimatun Niqmah Part 1 "Dek, kamu kok diam saja, sih? Kamu sakit?" tanya Mas Bagus, suamiku. Perkenalkan namaku Indah. Seorang istri sekaligus Ibu yang mempunyai satu orang anak. Anaku bernama Halwa. Gadis cilik berusia lima tahun. Usia pernikahan kami sudah memasuki hampir tujuh tahun. Kami memang jarang bertengkar. Karena aku selalu memilih diam dan ngalah, agar rumah tangga kami adem ayem. "Nggak! Aku baik-baik saja!" balasku singkat. Sambil menyiapkan sarapan. Mas Bagus membuka usaha toko matrial untuk memenuhi kebutuhan kami. Selama tujuh tahun membina rumah tangga, Mas Bagus lah yang memegang kendali masalah keuangan. Aku hanya seorang istri, yang mendapatkan jatah uang belanja lima puluh ribu rupiah setiap hari. "Kalau kamu baik-baik saja, kenapa semakin hari kamu semakin diam? Indah yang aku kenal dulu, periang dan banyak bicara," ucap dan tanya Mas Bagus lagi. Aku mengulas senyum sejenak. "Perasaanmu saja!" lagi, aku menanggapinya dengan singkat. Mas Bagus terlihat beranjak. Dia sudah selesai sarapan. Aku baru mulai menyuapi Halwa. Halwa memang sudah lima tahun usianya. Tapi kalau tak di suapin, dia malas untuk makan. "Emm, Mas ke toko dulu! Kalau ada apa-apa telpon, ya!" pamit Mas Bagus. Aku mengangguk dengan pelan, seraya mendekat dan mencium punggung tangannya. Ya, toko matrial yang kami miliki memang beda lokasi dengan rumah. Karena keadaan lokasi rumah yang tak strategis untuk membuka usaha. Setelah Mas Bagus benar-benar sudah keluar dari rumah, aku melanjutkan kembali unyuk menyuapi Halwa. Sebenarnya aku jenuh dengan rutinitasku. Padahal sebelum menikah dengan Mas Bagus, aku bekerja di Bank Swasta. Memilih mundur demi mendapatkan predikat istri sholikhah dan fokus menjadi Ibu rumah tangga. Saat seperti ini, aku merasa rindu dengan rutinitasku dulu. Mas Bagus sebenarnya suami yang baik. Dia juga bertanggung jawab. Cuma dia kurang peka dan lebih mementingkan ego dan uangnya. Uangnya? Ya, karena dia merasakan susahnya mencari rupiah, dan keinginan menggebunya untuk membeli sesuatu yang dia inginkan, dia sampai lupa, jika ada anak dan istri yang harus dia bahagiakan juga. Bayangan tentang mulai tergoresnya luka, memenuhi pikiranku. Kala itu kami jalan-jalan ke salah satu tempat pariwisata. "Dek, kamu mau makan apa?" tanyanya kala itu. "Emm, Sate kambing, Mas," jawabku kala itu. Karena kami juga jarang-jarang keluar seperti ini. Dan ingin makan kesukaan tentunya. Mumpung di tawarin juga. "Sate kambing mahal. Kita makan sate ayam aja, ya! Harganya agak miring. Lagian sama-sama satenya, pokok untuk ganjal perut," balas Mas Bagus kala itu. Hingga aku hanya bisa meneguk ludah dan terpaksa mengangguk. Karena mau marah juga percuma. Apalagi di tempat ramai seperti ini. "Buk, sate ayam satu porsi berapa?" tanya Mas Bagus kepada penjualnya. "Sepuluh ribu, Mas!" jawab penjualnya. "Waduh ... kalau tiga porsi berarti tiga puluh ribu. Mahal yang lainnya saja, ya?" bisik Mas Bagus di telingaku. "Emmm, ini ada menu lontong pecel. Kalau lontong pecel satu porsi berapa?" tanya Mas Bagus lagi, tanpa menunggu persetujuan dariku. Lagi aku hanya bisa berlapang d**a. Astagfirullah, aku hanya bisa mengelus d**a, dan memandang nanar ke arah Halwa. "Lontong pecel satu porsi lima ribu, Mas!" balas penjualnya. "Yaudah, lontong pecel tiga porsi, ya!" pesan Mas Bagus. Yang mana juga tak menanyakan kepadaku. Aku setuju atau tidak. Lagian percuma juga tanya denganku. Karena mau tak mau, aku juga harus setuju bukan? "Yang penting makan untuk ganjal perut. Kalau mau kenyang nanti makan di rumah saja. Masak sendiri lebih hemat," ucap Mas Bagus lirih seraya memandang ke arahku. Aku hanya memilih diam. Sakit sekali hati ini. Hanya sekedar makanan kesukaanku, Mas Bagus tak mau menuruti. Padahal juga belum tentu satu bulan sekali. Padahal sebelum menikah, Mas Bagus terlihat royal. Royal? Ya, dia memang royal kalau sama teman atau saudara-saudaranya. Apalagi kalau dipuji sukses, uang yang ada di dompet, seolah tak segan untuk mentraktir. Tapi dengan anak dan istri, dia sangat perhitungan. Entahlah! Itu salah satu alasan aku memilih diam. Belum lagi ada hal pelit lainnya. "Dek, kalau mau beli baju, belilah!" pinta Mas Bagus kala itu. Seketika hati ini merasa senang tentunya. Kebetulan saat ngomong seperti itu, kami memang lagi di pasar. Belanja kebutuhan dapur dan kamar mandi. "Serius?" tanyaku memastikan. Mas Bagus terlihat mengangguk. "Serius. Kamu mau baju apa?" tanya balik Mas Bagus. "Baju tidur bahan sunly, Mas," balasku. "Yakin hanya baju tidur?" tanya balik Mas Bagus. Aku mengangguk dengan cepat tentunya. "Yaudah! Yok kita cari penjual, yang jualan baju tidur itu!" ajak Mas Bagus. Seketika bibir ini merekah. Karena memang sudah lama aku naksir baju tidur bahan sunly itu. "Mbak, baju tidur bahan sunly ada?" tanya Mas Bagus. Ya, kalau urusan beli membeli memang dia selalu di depan. Padahal kalau aku lihat pasangan lain, justru Istri yang di depan. Justru Istri yang selalu menanyakan barang dan harga, beserta tawar menawarnya. "Ada, Mas. Harganya seratus delapan puluh ribu," jawab penjual itu. "Hah? Nggak salah harga baju tidur saja segitu mahalnya?" tanya balik Mas Bagus. Seketika bibir ini terasa nyengir. Astaghfirullah ... entahlah, seketika rasa malu menjalar kesuluruh tubuh. Terutama hati. "Baju tidur bahan sunly memang mahal, Mas. Kalau mau murah beli baju tidur obralan saja. Hanya tiga puluh lima ribu," jelas penjualnya. Yang mana di telinga ini merasa mendapatkan sindiran dari penjual itu. Bibir penjualnya juga seolah nyengir meledek. Semakin membuatku malu. "Dek, beli baju tidur obralan saja, ya! Mas belikan dua. Lagian sama-sama baju tidur juga. Hanya di pakai untuk tidur. Percuma beli yang mahal. Seratus delapan pulih ribu hanya satu stel. Yang obralan tujuh puluh ribu dapat dua stel, bisa buat gonta ganti," ucap Mas Bagus. Aku hanya bisa meneguk ludah. Tak kutanggapi ucapan Mas Bagus. Karena suara ini terasa tercekat di tenggorokan. Hati yang masih terluka karena sate kambing berpindah ke lontong pecel, terasa disiram air garam. Sakitnya perih dan luar biasa. Ingin meledakan tangis rasanya. "Mbak beli yang obralan saja lah! Beli dua," ucap Mas Bagus. Lagi, tanpa menunggu persetujuanku. "Owh, boleh, Mas. Silahkan di pilih mau warna yang mana?" tanya balik penjual itu. "Biar istri saya yang milih! Dek, kamu mau warna yang mana?" tanya Mas Bagus padaku. Kebetulan kala itu Halwa seketika rewel. "Terserah!" balasku dengan nada suara berat. Nyaris pecah tangis ini. Kemudian berlalu untuk menenangkan Halwa. Saat aku menenangkan Halwa, dia malah mengikutiku. Hingga tak jadi juga membeli baju obralan itu. "Mana baju tidur obralannya?" tanyaku setelah sampai rumah. "Nggak jadi Mas belilah. Orang kamu nggak milih warna. Nanti dibelikan mahal-mahal nggak kamu pakai. Karena nggak suka warnanya. Kan mubadzir?! Susah cari duit!" jawabnya. Astagfirullah ... tujuh puluh ribu dua stel dia bilang mahal? Ya Allah ... segitu perhitungannya kah dia denganku? Segitunya kah aku menjadi beban dalam hidupnya? Padahal rejeki dia, juga rejekiku dan Halwa. Rejeki yang dia dapat, juga sebagian ada hakku dan Halwa. Ya, sedari kejadian itu aku memilih diam. Tak banyak meminta. Dia memang tak kehilangan diriku, tak kehilangan ragaku. Tapi aku pastikan, dia akan kehilangan karakterku. Akan kehilangan sosok Indah yang dia kenal dulu. Karena aku tak mau menjadi benalu dalam hidupnya. Walau notabenya, aku ini bergelar istri untuknya. Apakah dengan sikap diam yang aku pilih ini, akan merubah egonya? Atau malah dia keenakan dengan sikap diamku ini? Entahlah! Diam adalah caraku untuk melawan.

editor-pick
Dreame-Pilihan editor

bc

Tentang Cinta Kita

read
214.1K
bc

TAKDIR KEDUA

read
32.1K
bc

B̶u̶k̶a̶n̶ Pacar Pura-Pura

read
152.5K
bc

Papa, Tolong Bawa Mama Pulang ke Rumah!

read
4.5K
bc

Sentuhan Semalam Sang Mafia

read
171.4K
bc

My husband (Ex) bad boy (BAHASA INDONESIA)

read
294.7K
bc

Ketika Istriku Berubah Dingin

read
3.6K

Pindai untuk mengunduh app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook