Taruhan

1531 Kata
"Dua wanita tadi sangat menarik." ucap Diego menatap ke arah Giandra. "Lumayan sih!" "Lumayan?" Diego menatap ke arah Giandra. "Apa kamu tidak tertarik dengannya?" Diego menatap aneh pada Giandra. "Entahlah! Aku hanya ingin kenal saja." jawabnya datar. Dia meneguk satu gelas wine yang sedari tadi terus di putarnya. Diego menghela napasnya. "Gimana bisa kamu tidak tertarik dengan mereka. Padahal mereka cantik. Tapi, aku lebih tertarik dengan Angel... " ucap Diego. "Emm... Tapi.. Kalau di lihat-lihat. Bianca si model itu juga sangat cantik." kata Diego. Mengamati Wajah cantik Bianca. Mendengar nama Bianca. Giandra mengangkat kepalanya. Menatap ke arah Diego. "Lumayan!" jawabnya. Kembali tertunduk. Memutar satu gelas minumannya. "Aku kira kamu lebih tertarik dengan Bianca." Diego terkekeh kecil. "Lihat wajahmu tadi. Seolah menunjukan jika kamu tertarik dengannya." lanjutnya mengejek. "Tidak!" jawab datar Giandra. Entah terbuat dari apa laki-laki itu. dia sangat datar dan cuek. Berbicara hanya dua sampai empat kata. Paling banyak 10 kata. Tetapi, teman mereka sudah biasa dengan sikapnya yang dingin dan sedikit nyebelin. "Yakin tidak?" tanya Diego memastikan. "Iya.." Diego menatap ke arah Bianca dan Angel yang sedang menikmati makanan yang di sajikan di sana. Mereka saling berbincang. Dan, bercanda satu sama lain. Saling tertawa satu sama lain. Terlihat senyum tipis di wajah mereka begitu menggoda. "Lihatlah Mereka! Sangat manis," Diego terus mengamati dua wanita cantik di depannya. "Apa yang kalian bicarakan?" seorang laki-laki berjalan menghampiri mereka yang sedang sibuk berbincang. Menepuk pundak mereka. Giandra menghela napasnya. Menatap ke arah Bianca dan Angel. Mata laki-laki itu mengikuti pandangan mata Giandra dan Diego. "Dia bukanya wanita tadi yang menabrakmu?" tanya laki-laki itu pada Giandra. "Lupa!" jawabnya singkat. Giandra menuangkan satu botol wine ke dalam gelas yang berbentuk seksi dengan lekukan di tengah. Dan bulat di atasnya. "Dia cantik!" ucapnya. "Apa kamu tertarik juga dengannya." saut Diego. Sebuah ide gila muncul di otak laki-laki yang baru saja datang. Damar, sahabat Diego dan Giandra. Dia tersenyum tipis, menarik turunkan alisnya berkali-kali sembari menatap wajah Diego dan Giandra bergantian. "Ada apa denganmu?" tanya Giandra. "Aneh!" saut Diego memincingkan matanya. "Gimana kalau kita taruhan, siapa yang bisa membuatnya jatuh cinta. Maka aku akan memberikan satu mobilku pada kalian." Damar melemparkan kunci mobil sport miliknya tepat di atas meja. Diego mengerutkan keningnya. Mencoba berpikir sejenak Berbeda dengan Giandra. Dia terlihat sangat datar. Tanpa perduli apa yang dikatakan oleh Damar. "Baiklah! Satu mobil sport." ucap Diego. Meletakkan satu kunci mobilnya di atas meja. Damar dan Diego menatap ke arah Giandra. Mereka berdua mengincar mobil sport terbaru milik Giandra, apalagi dia baru saja membelinya. Mobil sport limited edition. Apalagi bos besar sepertinya sangat mudah untuk membeli mobil bagus. Tetapi, sepertinya dia tidak tertarik dengan taruhan itu. "Baiklah!" ucap Giandra. Mengangkat kepalanya menatap ke arah Damar dan Diego. "Mobil terbaru." ucap Damar dan Diego bersamaan. "Bilang saja kalian minta mobil terbaru." sindir Giandra. "Kamu mendekati siapa?" tanya Damar. "Kalian mendapatkan salah satu dari mereka. Kalau bisa, kalian harus mengajak mereka menikah. Baru aku akan memberikan mobil ku." ucap Giandra. Baru kali ini dia berbicara banyak. Damar dan Diego menganga mendengarnya. Taruhan ini sepertinya sangat berat. Harus menikah? Itu membuat mereka merasa bingung. Entahlah.. Apa mereka berhasil. "Baiklah! Aku setuju!" jawab Diego antusias. "Aku juga!" timpal Damar tak kalah antusiasnya. *** Selesai pesta. Bianca dan Angel berjalan keluar dari hotel swit. Hotel yang terkenal di kota X. Mereka saling bercanda setiap langkah kaki mereka. Tanpa peduli orang disekitarnya menatap aneh ke arahnya. "Oh, ya. Ca.. Apa kamu tidak ingin menikah?" tanya Angel, menatap wajah Bianca. Senyum tipis yang terukir di bibir Bianca seketika memudar. Bianca menghela napasnya. Raut wajahnya berubah lesu. "Aku mau menikah! Tapi, siapa yang mau denganku." ucap Bianca. Mengerutkan bibirnya kesal. "Kalau kamu enak, Angel.. Jika kamu ingin menikah. Banyak sekali laki-laki yang tertarik denganmu. Kamu bisa memilih salah satu dari mereka." lanjutnya. Bianca terlihat iri dengan Angel. Yang selalu dikelilingi laki-laki tampan. "Tapi aku tidak ingin menikah!" jawab Angel. Menarik sudut bibirnya tipis. "Kenapa?" tanya Bianca heran. "Apa kamu tidak mau ada yang menemani kamu di masa tua, yang bisa memberikan perhatian padamu. Menjagamu." lanjut Bianca menggebu. "Entahlah, Ca.. Aku sama sekali tidak tertarik. Luka yang pernah datang di hatiku dulu. Masih membekas sampai sekarang. Aku belum bisa menerima laki-laki lagi. Aku hanya memikirkan semua laki-laki itu sama. Tidak ada yang serius. Mereka semua hanya melihatku dari kecantikannya saja." jelas Angel. Dia menghela napasnya. "Apa ada nanti, uang suka denganku. Meski aku Terlihat jelek. Keriput dan tua. Atau malah mencari yang jauh lebih cantik dan muda lagi." Bianca tersenyum simpul. Dia memegang pundak Angel. "Semua laki-laki tidak sama. Aku yakin, suatu saat kamu akan menemukan laki-laki yang tulus mencintaimu apa adanya. Bukan dari kecantikanmu." "Entahlah! Udah jangan bahas itu." Angel mengeluhkan pembicaraan. "Hai... Kalian mau pulang ya." suara berat seorang lak-laki tiba-tiba mengejutkan mereka. Membuat mereka menghentikan langkahnya bersamaan. Menatap cepat ke arah sumber suara. "Siapa kamu?" tanya Bianca menyipitkan matanya. Dia mengamati wajah asing yang baru saja dia lihat hari ini. "Kenalkan.. Aku Damar!" Damar mengulurkan tangannya ke arah Bianca. Senyum tipis menyinggung di bibirnya. "Oo... Aku Bianca." ucap Bianca tanpa membalas uluran tangan Damar. Laki-laki itu tersipu malu. Baru kali ini ada wanita yang tidak aku menyentuh tangannya. Tangan yang sangat ingin digandeng para wanita di luar sana. "Dan, ini temanku.. Angel." ucap Bianca menunjuk ke arah Angel. "Aku aku antar pulang?" tanya Damar. "Sepertinya tidak usah, sopirnya sudah menunggu." ucap Angel. Tersenyum terpaksa ke arahnya. Sembari menunjuk ke arah laki-laki paruh baya yang berdiri di samping body mobilnya menunggu dirinya. "Oo.. Kalau kamu gimana?" tanya Samar pada Bianca. "Em... Aku masih ada janji sama seseorang. Sepertinya tidak bisa." ucap Bianca. "Oo.. Ya, udah. Kalau gitu, aku boleh minta nomor telfon kalian." "Ca.. Aku pergi dulu, ya. Dikirim sudah menunggu. Besok aku akan datang ke rumah kamu." ucap Angel. Mengecup pipi kanan dan kiri Bianca sebelum dia meninggalkan wanita itu sendiri. "Baiklah! Hati-hati." ucap Bianca. Angel melangkahkan kakinya pergi. Tanpa memperdulikan laki-laki yang ada di sampingnya. Berjalan menuju ke mobilnya. Sementara Bianca masih terdiam. "Gimana?" tanya Damar. "Maaf! Tidak bisa." Bianca melangkahkan kakinya pergi mengacuhkan Damar yang masih berdiri di depannya. Damar menghela napasnya kesal. Dia menarik sudut bibirnya tipis. Semakin tertantang dengan dua wanita itu. Wanita yang sangat sulit didapatkan. Baru kali ini dalam hidupnya bertemu dengan wanita secuek itu pada laki-laki. "Gimana?" ucap Diego tertawa keras melihat Damar yang gagal untuk perkenalan pertama. Damar tersenyum tipis. "Sangat menarik!" ucapnya, membalikkan badan. Menepuk pundak Diego. Dan, berbisik pelan padanya. "Kita bersaing ketat." lanjutnya. "Oke.." *** Sementara Bianca. Berjalan menuju ke parkiran mobil. Dia terus menghela napasnya. Dari tadi napasnya tidak bisa di kontrol saat berhadapan dengan laki-laki. Dia sangat gugup. "Sendiri?" suara serak dan berat itu menghentikan langkah Bianca. Dia mengerutkan keningnya dalam-dalam. Membalikkan badannya menatap ke arah sumber suara. Kedua mata Bianca terbuka lebar, saat melihat sosok laki-laki berjalan di balik lampu remang tak begitu terang di parkiran mobil. kedatangan berada di dalam sakunya. Wajah tampan itu terkena sinar lampu. Sedikit menundukkan bibir tipis, hidung mancung. Badan tegap, dan tubuh yang tinggi. "Kamu.." Bianca mengerjakan matanya. Dengan tangan menunjuk ke arah laki-laki di depannya. Bibirnya menganga tak percaya. "Ada apa?" tanya laki-laki itu. Wajahnya masih saja datar. "Tidak!" Bianca segera mengalihkan pandangan matanya. Dia menekankan matanya sejenak. Tubuhnya terasa kaku, dia menelan ludahnya berkali-kali. Kenapa dia mengikutiku. Apa dia tertarik denganku? Tapi, tadi dia memuji kecantikan Angel. "Dimana temanmu?" Deg! Hati Bianca yang semula sangat senang saat dia datang. Kini perasaan senang itu tiba-tiba memudar. Antara kesal dam geram dengannya. Gimana bisa dia menghampirinya hanya mencari Angel. Bukan dirinya. Entah kenapa hatinya merasa sangat heran. Padahal baru pertama kali bertemu. Tetapi, dirinya sangat tertarik dengan laki-laki dingin dan sedikit angkuh ini. "Pulang!" jawab Bianca jutek. "Oo.." "Kenapa kamu kesini?" tanya Bianca. "Apa kamu mencari Angel?" lanjutnya. "Tidak!" Bianca mengerutkan keningnya bingung. Memincingkan salah satu matanya. "Terus?" tanya Bianca. Meski dalam hati dia sangat berharap, jika laki-laki itu mencarinya. Terus menanyakan nomor ponselnya. Atau, tidak. "Aku kesini mau ambil mobil ku." Giandra., laki-laki dingin itu menunjuk ke arah mobilnya. Bianca menatap ke arah laki-laki itu memandang. Dia melihat mobil sport yang terparkir tepat di samping mobilnya. "Oo.. Iya.." Bianca segera membalikkan badannya. "Kamu kemana?" tanya Giandra. "Pulang!" jawab jutek Bianca. Kali ini ia ingin terlihat jual mahal. Lagian, laki-laki itu hanya lewat. Tidak ingin bertemu dengannya. "Oo, ya. Sudah. Pulanglah!" Giandra melangkahkan kakinya pergi. Dia masuk ke dalam mobil sport miliknya berwarna hitam pekat. Mengacuhkan wanita yang kini masih menatap ke arahnya dengan tatapan kesal. Mobil itu mulai melaju, keluar dari parkiran. "Argg... Dasar laki-laki aneh!" Bianca mengepalkan kedua tangannya. Menghentikan kakinya kesal. "Gimana bisa ada laki-laki seperti dia. Aneh, nyebelin. Dan, dingin." teriak Bianca kesal. Dia segera masuk ke dalam mobilnya. *** Bianca masih berbaring di atas king size miliknya. Jarum jam menunjukan pukul dua setengah pagi. Dia masih belum bisa memejamkan matanya. Pikirannya masih melayang membayangkan wajah dingin laki-laki yang dia temui tadi. "Aaahh... Kenapa aku tidak bisa melupakanmu dia?" Bianca menarik bantal di sampingnya. Menutupi wajahnya yang memerah malu. Ini pertama kali baginya mengagumi seorang laki-laki. Dan, yang dia kagumi laki-laki aneh. "Kenapa aku tadi tidak tanya kartu namanya." Bianca membuka bantalnya, melemparnya ke samping kiri. Dia mengerutkan bibirnya. Wajah Bianca kembali muram. "Tapi... Angel... Sepertinya dia tertarik juga dengannya."
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN