1. Sampah busuk

3035 Kata
Aku Viola Ardana Abiputra, saat ini usiaku sudah memasuki usia 28 tahun. Jika ditanya kenapa aku sampai saat ini belum juga menikah. Jawabannya cukup mudah, alasannya hanyalah satu. Bahwa aku belum menemukan seorang pria yang mampu menggetarkan hatiku. Sebenarnya aku ingin menikah sama seperti yang dirasakan oleh kakak tetuaku. Nama kakak lelakiku adalah Vino Ardana Abiputra, dia adalah kakakku. Kakak yang menjadi inspirasi dalam hidupku, sikap dinginnya tidak akan jadi masalah bagiku. Karena ia adalah pria yang sangatlah baik, sikap dinginnya hanyalah kamuflase. Ia dingin pada semua orang terkecuali pada keluarganya. Ia akan menjadi sosok yang hangat, Dulu saat aku masih remaja. Bisa dikatakan bahwa aku memilik sifat yang sangat bertolak belakang dengan sifat kedua orang tuaku. Sifatku yang suka mempermainkan hati para pria membuat kakakku sering kali murka, tapi yang jelas aku tidak takut padanya. Dulu aku hanya menanggapi dirinya bahwa ia jangan bersikap sedingin itu. Karena aku takut kakakku tidak bisa menikmati hidup masa remajanya. Tapi aku salah, sikap dingin kakakku lebih baik dari pada diriku.. Aku tahu, aku terlalu puas dengan kehidupan remajaku hingga tanpa sadar aku menjadikan sifat burukku menjadi bumerang di kemudian hari. Dan disinilah aku, sejak usiaku memasuki 28 tahun aku mulai di teror, entah siapa pria itu aku pun tidak tahu. Tapi aku sangat yakin bahwa pria itu adalah pria masa lalu yang pernah aku sakiti. Ketakutanku semakin menjadi ketika ia sering mengirimkan aku pesan chat berupa ancaman yang tentu saja membuat aku takut. Takut setengah mati, jujur aku tidak masalah jika ia ingin membalaskan rasa sakit dihatinya. Tapi hanya satu yang aku mohon darinya, yaitu ia jangan menganggu keluargaku. Karena keluargaku adalah rumah yang aman bagiku untuk pulang. Aku berusaha untuk menyembunyikan si peneror itu dari keluargaku. Tapi namanya bangkai tentu saja akan ketahuan bukan. Dan pada akhirnya kakakku, Kak Vino-ku mengetahui jika aku tengah di teror. Sebenarnya aku bahagia karena merasa terlindungi tapi disisi lain aku mencemaskan kakakku. Mengingat kakakku memiliki tanggung jawab untuk menjaga keluarga kecilnya. Apalagi saat ini kak Jasmine tengah mengandung anak dari Kak Vino dan akan berimbas padanya nanti. Tapi nampaknya kasih sayang kakakku padaku terlalu besar, sehingga Apa pun resikonya yang akan kak Vino hadapi itu tidak akan dipermasalahkan olehnya. Begitupun Daddy dan Mommy. Kedua orangtuaku sangatlah mencemaskan aku. Bahkan Daddy dan Mommy sangatlah setuju jika aku disembunyikan di tempat lain. Niat mereka menyembunyikan aku adalah mereka ingin melindungi aku dari si peneror itu. Tentu saja aku menerimanya karena aku juga sangat takut pada pria jahat itu. Pria yang tidak aku ketahui siapakah dia, kenapa dia begitu membenci diriku. Apa kesalahan yang pernah aku perbuat padanya. Aku pun tidak tahu. "Vio. Kemarilah," Panggil Vino sambil duduk di sofa tepatnya di dalam kamar gadis itu. "Iya kak. Ada Apa?" Tanya Viola yang sudah duduk di samping Vino saat ini. Kakakku menatap seisi kamarku dengan begitu was-was, seakan pria itu tengah menatap penuh selidik. "Dek. Bagaimana jika kakak menyembunyikan dirimu di suatu tempat? Apa kau mau?" Tanya Vino yang sudah memastikan bahwa kamar Viola memang aman. Tentunya aman dari kamera pengawas yang memang selama ini sering ia temukan di kamar Viola. "Maksud kakak? Viola gak ngerti kak," Viola sedikit bingung ke arah mana yang di maksud oleh Vino. "Dek. Sebenarnya kakak berniat untuk menyembunyikan dirimu di tempat yang kakak rasa aman. Aman dari si brengsek... itu. Maka dari itu. Kakak, Mommy dan Daddy sepakat akan mengirimkan dirimu ke sebuah rumah di tengah-tengah hutan. Sebenarnya, rumah itu sudah lama kakak bangun. Mungkin sejak 1 tahun yang lalu. Itu semata-mata kakak lakukan hanya untuk dirimu. Hanya untuk keamananmu. Viola. Kau disana tidak akan sendirian. Karena kakak sudah memberikan tugas pada Raymond untuk menjaga dirimu, jika kalau kakak tidak bisa menjaga dirimu disana. Vio. Bangunan itu aman kakak sudah mengeceknya. Memang rumah itu dekat dengan hutan tapi setidaknya kau aman disana. Apa kau mau sayang, setidaknya hanya ini yang bisa kakak lakukan untuk dirimu." Kata Vino dengan hati miris. Vino tidak tahu kenapa salah satu keluarganya harus mendapatkan teror yang justru harus memisahkan mereka seperti ini. Tapi nampaknya. Cara inilah yang bisa Vino lakukan, karena mengingat bahwa pria brengsek... itu bukanlah orang biasa, akan sangat berbahaya bagi kehidupan Viola nanti. Mungkin, untuk saat ini Vino memang harus mengirimkan Viola ke tempat yang sudah ia siapkan sejak 1 tahun yang lalu. "Viola mau kok kak. Viola yakin, keputusan kakak adalah hal yang paling benar. Karena di dunia ini Viola hanya mempercayai kakak, Mommy dan juga Daddy. Viola sangat yakin bahwa keputusan kakak adalah hal yang memang harus Viola lakukan." Ucap Viola setelah cukup lama terdiam. Vino mengembangkan sebuah senyuman lega. Setidaknya Vino bisa lega untuk saat ini. Karena Viola telah menerima sepenuhnya akan keputusannya itu. "Terima kasih Vio. Kakak sayang padamu Dek," Ujar Vino yang langsung memeluk Viola penuh rasa sayang. "Viola juga sayang sama kakak," Balas Viola dengan sebuah senyuman dibibir mungilnya itu. "Setidaknya hanya ini yang bisa kakak lakukan untuk dirimu Dek. Kakak berjanji akan menjaga dirimu seperti kakak menjaga diri kakak sendiri. Untuk beberapa bulan kedepan kau pasti akan aman Dek, tapi. Kakak berjanji akan mencari tempat yang lebih aman lagi. Setidaknya untuk sekarang kau bisa aman dari pria bejat... itu," Batin Vino sambil melepaskan pelukannya pada tubuh mungil Viola. Vino tidak lupa mengusap sayang puncak kepala adik kecilnya itu. **** Namaku Alfred Sergio, yang biasa dipanggil dengan nama Gio. Aku memiliki dendam pada seorang gadis yang bernama Viola. Gadis yang menjadi masa laluku. Gadis yang menolak aku dengan mentahnya, tapi kini aku tidak akan membiarkan dirinya menghina diriku lagi. Karena aku Alfred Sergio telah berubah. Berubah menjadi pria yang memiliki dendam pada gadis masa laluku. Saat ini aku memiliki sebuah pekerjaan gelap, hidupku memang sudah gelap dan yang mengakibatkannya adalah gadis itu. Gadis masa laluku. Dia adalah duri dari kehancuranku, ialah targetku saat ini. Aku hanya akan membalaskan rasa sakitku pada dirinya saja tidak pada keluarganya. Terkecuali keluarganya mencari masalah padaku. Tentu saja itu akan berbeda. Karena ketika keluarganya mengibarkan bendera perang padaku. Disitulah aku akan turun tangan untuk menghabisi siapapun yang berani menentangku. Mau dia musuhku atau bukan, aku tetap tidak akan peduli. Karena hatiku sudah mati karena perlakuan buruk gadis itu padaku. Akan aku hancurkan sampai titik paling rendah dan tidak akan aku biarkan ia bisa hidup dengan tenang, setelah apa yang ia lakukan pada diriku dulu. ***** Saat ini Viola tengah duduk di taman belakang rumah yang menjadi tempat tinggalnya beberapa bulan yang lalu Disini Viola tidak sendirian, karena ia bersama dengan Raymond. Pria itu di tugaskan oleh Vino untuk menjaga dirinya, menemani dirinya jika dirinya merasa bosan. Meskipun beberapa kali Raymond harus pulang untuk sekedar mengecek keadaan putra kecil lelaki itu. Tetapi, nampaknya Viola tidak ambil pusing karena Viola sadar bahwa apa yang dilakukan oleh Raymond memang merupakan hal yang semestinya. "Ada apa Vio? Kau kesepian disini," Sebuah suara yang sangat Viola kenali selama beberapa bulan inl. Membuat gadis itu mulai menganggap bahwa sesosok itu adalah pengganti dari kakak tetuanya. "Aku gak apa-apa kok kak. Kalau ditanya aku kesepian atau tidak, jawabannya ia. Aku kesepian setiap harinya. Aku ingin sekali seperti dulu, tapi. Nyatanya. Semua itu tidak akan pernah terjadi lagi," Lirih Viola dengan mimik wajah sedihnya membuat Raymond mengusap sayang puncak kepala Viola. "Aku paham tentang apa yang kau rasakan Vio. Tapi, bukankah kau paham bahwa apa yang saat ini terjadi pada dirimu. Adalah ulah dari masa lalumu sendiri," Perkataan Raymond tentu saja dibenarkan oleh Viola sendiri. "Tentu. Tentu Vio sangat paham, bahwa apapun yang terjadi pada Viola saat ini adalah murni dari kesalahan Viola dimasa lalu," Viola menghela nafas beratnya." Tapi, bolehkah Viola berharap bahwa semua ini akan segera berakhir. Jujur, Viola tersiksa disini. Viola merindukan Mommy, Daddy, Kak Vino, Kak Jasmine dan juga keponakan kecilku." Lagi dan lagi Viola kembali terisak membuat Raymond terdiam sambil menatap ke arah taman bunga di depannya itu. "Kakak juga berdoa agar harapanmu bisa segera terkabul. Tapi, kau juga harus paham Vio, bahwa masalah yang saat ini kau hadapi tidak semudah yang kau kira. Pria itu sudah dibutakan oleh dendam, dendam di masa lalu membuat pria itu tidak bisa menyadari apa yang benar dan apa yang salah. Yang saat ini yang bisa kau lakukan adalah berdoa dan bersabar agar apapun yang kau hadapi saat ini. Bisa teratasi meskipun semua ini tidak akan mudah nantinya," Ujar Raymond membuat Viola mengangguk seakan mengerti tentang apa yang baru saja diucapkan Raymond pada dirinya. ***** "Bagaimana Ray. Apa kau sudah menemukan dimana tempat persembunyian pria itu? Apa kau sudah mengetahui dimana keberadaan pria itu selama ini?" Pertanyaan Vino dibalas anggukan dari Raymond. Saat ini Raymond dan Vino tengah berada di teras, keduanya berada di kediaman Abiputra. "Lalu kapan kita akan menangkap mereka? Sungguh. Aku sudah tidak sabar lagi untuk menangkap pria gila... Itu, aku penasaran bagaimana reaksinya jika ia sampai ditangkap oleh pihak berwajib," Vino berkata dengan hati menggebu-gebu. "Vin. Semua ini tidak semudah yang kau kira, pria itu sangatlah licik dan juga cerdas. Aku rasa tidak mudah bagi kita untuk menangkapnya. Kita butuh waktu, waktu untuk mengatur semuanya. Sebelum kita bereaksi untuk menangkap pria itu dan para anak buahnya," Jelas Raymond membuat Vino mengangguk. "Lalu. Kapan kiranya, waktu yang tepat?" Tanya Vino membuat Raymond memajukan tubuhnya untuk berbisik di telinga Vino. "Mungkin beberapa hari lagi. Tapi, aku rasa ada yang tidak beres dengan kediamanmu kawan. Sepertinya adalah kamera kecil yang menyelip di bagian etalase sebelah gelas kristal itu," Bisik Raymond membuat Vino menganggukkan paham. "Mungkin besok. Karena aku rasa besok adalah hari yang pas untuk kita menangkap para pria bejat... Itu," Tegas Raymond menekan setiap katanya membuat Vino menyipitkan kedua matanya seakan tengah menyelidiki sikap Raymond saat ini. Merasa sudah paham akan maksudnya Vino mulai melancarkan aksinya sendiri. "Tidak. Itu terlalu cepat. Bagaimana jika dua Minggu lagi, aku rasa kita harus melakukannya. Agar tidak membuat ia curiga apalagi sampai mengetahui rencana kita ini," Ujar Vino. "Baiklah. jika itu menjadi keputusanmu maka aku akan ikut saja. Lagian, aku ini adalah bawahanmu bukan. Jadi tentu saja aku hanya akan menurut saja apa keputusanmu ini," Kata Raymond. "Daddy," Teriakan seorang pria kecil membuat Raymond dan Vino langsung menoleh ke arah dimana suara itu berada. Senyuman Vino seketika terbit saat melihat kedatangan Arven dan juga Jasmine, yang tengah melangkah ke arah mereka dengan sebuah nampang di dalam genggaman kedua tangannya. Senyuman Vino berangsur hilang saat melihat langkah kaki Jasmine yang nampak begitu kesusahan dengan perut buncitnya itu. Yang semakin hari semakin besar seiring waktu berjalan, Vino mendesak malas saat melihat tingkah laku Jasmine yang sulit di nasehati. "Berapa kali harus aku katakan berhenti melakukan hal yang berat-berat Jasmine? Apa kau sama sekali tidak mau mendengarkan suamimu ini. Apa perlu suamimu ini berteriak terlebih dahulu, baru kau akan paham," Sindir Vino. Yang disindir justru tengah tersenyum tanpa dosa membuat Vino hanya mampu mengelengkksn kepalanya saja, saat melihat tingkah kekanak-kanakan Jasmine yang notabenenya adalah istri kecilnya sendiri. "Kak Ray. Ini kopi untuk kakak," Ujar Jasmine dengan senyuman manisnya membuat Vino memutar kedua bola matanya dengan jengah saat melihat tingkah centil Jasmine saat ini. Sejak hamil Jasmine memang berubah, tentunya berubah menjadi seorang gadis yang suka sekali melihat pria-pria tampan, membuat Vino tiap kali harus menahan emosi hanya untuk menjaga hati Jasmine yang selalu menangis bila Vino memarahi dirinya. "Terima kasih cantik," Ujar Raymond dengan senyuman termanisnya. Jika Raymond sangat suka memamerkan gigi-giginya. Lain dengan Vino yang lebih suka menutup giginya dalam arti tidak ada senyuman semanis itu. Terkecuali mood pria itu memang sedang baik saja. "Sama-sama kakak," Balas Jasmine dengan malu-malunya. "Berhenti memandangi istriku Ray jika kau tidak ingin kehilangan salah satu bola matamu itu," Ancaman Vino membuat Raymond justru terkekeh geli saat melihat tingkah posesif dari sahabatnya itu. Lain dengan Vino yang saat ini tengah menatap Raymond dengan kedua mata tajamnya membuat Jasmine menelan ludahnya secara susah payah. "Daddy," Panggil Jasmine ragu-ragu. "Kembali ke kamarmu," Perintah Vino dengan tatapan tajamnya. "Daddy. Tapi Jasmine masih mau di..!! "Masuk Jasmine," Ucapan Vino yang penuh dengan penekanan membuat Jasmine dengan cepat melangkah pergi sesuai yang diperintahkan oleh pria itu sendiri. "Daddy. Kok Daddy marahi Mommy sih? Kan Mommy jadi nangis lagi," Kesal Arven yang lagi-lagi harus melihat Jasmine menangis. Vino menoleh ke arah punggung kecil Jasmine yang memang tengah bergetar. Sudah Vino pastikan bahwa Jasmine memang tengah menangis saat ini, Vino menghela nafas beratnya sambil menatap tajam sosok Raymond yang tengah terkekeh geli saat ini. "Puas kau," Vino menatap penuh kekesalan pada sosok sahabatnya itu. Yang saat ini justru tengah tertawa bahagia. "Siapa suruh kau terlalu pencemburu. Huh, salahku apa coba. Dasar pria pencemburuan," Ejek Raymond yang langsung melangkah pergi sebelum Vino mengucapkan kata-kata yang membuat telinga Raymond harus menahan sakit. "Dasar kurang ajar kau. Awas kau nanti," Teriak Vino berapi-api sambil melangkah untuk mengejar langkah kaki Jasmine yang mungkin saat ini tengah menangis di dalam kamar. Lain dengan Arven yang hanya mampu mengelengkan kepalanya sambil menghempaskan bokong... kecilnya di sofa empuk milik keluarganya. Pria kecil itu sangat paham dengan watak Vino yang merupakan Daddy kandungnya itu. Sifat pencemburuan Vino sudah ditahap yang amat sangat serius, bukan hanya itu saja. Tingkah posesif Vino pun sangatlah besar membuat Jasmine selalu terkena semburan dari pria itu. ***** Vino membuka sedikit pintu kamarnya sambil mengintip. Bisa Vino lihat bahwa saat ini Jasmine tengah terisak membuat Vino hanya bisa menghela nafas, tentunya harus banyak-banyak bersabar akan sikap manja Jasmine yang sudah kelewatan besar itu. Memang, sejak hamil Jasmine itu sangatlah cengeng belum lagi sifat manjanya membuat Vino harus banyak-banyak bersabar. Vino melangkah memasuki kamarnya, tidak lupa pria itu kembali menutup pintu kamarnya. "Sayang. Apa aku menganggu dirimu?" Pertanyaan Vino sama sekali tidak di respon oleh wanita hamil itu. Justru wanita hamil itu hanya memilih diam tanpa mau menatap Vino sedikitpun." Jasmine. Maaf," Perkataan Vino membuat Isakan tangis Jasmine langsung berhenti." Sayang. Dengar, aku melakukan ini karena aku terlalu mencintai dirimu, Sayang. Bukankah aku pernah bilang, Jika aku bukanlah pria yang romantis dan juga aku bukanlah pria yang sempurna. Aku marah padamu Karena aku cemburu, aku tidak suka jika melihat milikku malah sibuk melirik pria lain. Hatiku sakit, meskipun tidak berdarah. Aku cemburu, aku cemburu jika kau lebih fokus melihat pria lain. Jadi suka tidak suka, inilah sifatku. Kau harus bisa menerimanya. Tapi, jika kau tidak bisa menerimanya. Maka lebih baik, untuk saat ini kita berjaga jarak saja. Setidaknya dengan begitu aku tidak akan cemburu lagi jika harus melihat dirimu bersama pria lain," Perkataan Vino membuat Jasmine dengan cepat menoleh ke arah Vino yang merupakan suaminya itu. "Tidak. Jasmine gak mau berjaga jarak sama Daddy, hiks. Jasmine minta maaf Dad, hiks, Jasmine gak mau berjaga jarak sama Daddy. Jasmine gak mau," Jasmine tanpa berkata apapun lagi langsung memeluk Vino saat pria itu telah duduk disampingnya. Membuat Vino respek memeluk tubuh mungil Jasmine yang saat ini tengah berbadan dua. "Sudah. Jangan menangis, lagian. Bukankah hal ini jauh lebih baik. Jika kita tidak bertemu maka tidak akan ada lagi perdebatan dan tidak akan ada lagi kemarahan seperti yang sudah-sudah. Seharusnya kau senang dengan keputusanku ini Jasmine," Kata Vino yang lebih memilih menjauh untuk sementara waktu. Karena jika Vino melihat Jasmine bersama pria lain, sudah dipastikan sifat Vino akan tempramen seperti yang sudah-sudah. "Tidak. Bagi Daddy itu lebih baik, tapi bagiku itu adalah siksaan bagi Jasmine. Gak, pokoknya Jasmine gak mau berjaga jarak sama Daddy, Jasmine bakal terus menempel sama Daddy. Biar Daddy gak bisa di tempel sama wanita-wanita lainnya. pokoknya Jasmine bakal jaga Daddy dari wanita-wanita centil. Huh," Kesal Jasmine jika mengingat saat Vino tengah berdekatan dengan wanita lain membuat darah Jasmine seketika mendidih. Entahlah, sejak menikah Jasmine lebih menunjukkan rasa kecemburuannya melebihi Vino. Jika Vino cemburu bila melihat Jasmine melirik pria lain? Maka sebaliknya Jasmine akan marah pada Vino. Jika Vino sampai berdekatan terlalu lama dengan para gadis atau para wanita. Membuat Vino setiap kali bertemu investor yang terdapat kaum wanita, Vino pasti akan berjaga jarak. Karena Vino takut jika parfum seorang wanita menempel di pakaiannya, maka sudah dipastikan Vino akan terkena omel dari istri kecilnya sendiri. ***** "Sepertinya kita akan kedatangan tamu tak di undang disini," Seorang pria berpakaian serba Hitam dengan tubuh dibalut oleh jas mahal yang membungkus tubuh atletisnya, tengah memutar-mutar gelas wine yang masih tersisa sedikit. Sesekali bibir tebalnya akan kembali meneguk segelas wine itu dengan perlahan seakan pria itu memang sengaja berlama-lama. Hitung-hitung pria itu ingin sedikit menikmati sensasi minuman yang akan membakar tenggorokannya di dalam sana. "Tuan sudah mengetahuinya terlebih dahulu rupanya," Pria bernama Zayn itu merasa sangat kagum akan kecerdasan sang tuan. Padahal berita itu baru saja ia dengar dari para anak buahnya, tapi nyatanya. Tuannya ini justru lebih cepat mengetahui gerak gerik musuhnya. "Tentu saja aku tahu Zayn. Kau tahu, inilah yang sudah aku nanti-nantikan sejak lama. Aku ingin sekedar bermain-main dengan para Agen Intelijen. Anggap saja aku ingin menguji kehebatan mereka." Ujar Pria itu lagi dengan seulas senyuman sinis dibibir tebal dan seksinya itu. "Tapi ini bukan dengan para Agen sialan... Itu saja, Tuan. Ini tentang Tuan Vino Ardana Abiputra yang mungkin akan ikut dalam kasus penyerangan ini. Bukankah Tuan tidak ingin menyangkut paut kan tuan Vino Ardana Abiputra dengan dendam tuan ini?" Pertanyaan Zayn hanya dibalas senyuman miring pria itu saja. "Ya. Kau benar Zayn. Tapi tidak ada salahnya jika aku ingin bermain-main dengannya bukan? Lagian dia bukan targetku. Dia tidak akan pernah aku ganggu. Terkecuali, dia sendiri yang mengibarkan bendera perang padaku. Mungkin, kasusnya akan sedikit berbeda," Kata pria itu lagi. "Tapi tuan Gio. Aku sangat heran kenapa hanya Nona Viola saja yang ingin anda hancurkan? Padahal keluarga nona Viola itu masih ada. Tapi kenapa? Kenapa anda hanya ingin menganggu gadis itu saja?" Tanya Zayn yang merasa sangat heran dengan pemikiran Gio yang justru hanya fokus pada satu target saja. Padahal, keluarga gadis itu masih hidup. "Tutup mulut sialanmu itu Zayn. Berapa kali harus aku katakan jangan memanggil wanita jalang... Itu sebagai Nona, karena aku bahkan merasa ia sama sekali tidak pantas di panggil dengan sebutan Nona." Gio merasa sangat jijik bila bawahannya memanggil Viola dengan embel-embel Nona. Seakan panggilan itu terdengar begitu terhormat. Padahal, Gio hanya menganggap jika wanita itu tak lebih dari sampah busuk yang sama sekali tidak ada harganya. Merasa tatapan tajam Gio menusuk dirinya membuat Zayn dengan cepat menundukkan kepalanya karena merasa takut oleh aura negatif yang tengah pria itu tunjukkan pada dirinya. TBC, **** Akan di up ditentukan oleh banyaknya love ya. Kalau banyak, Mungkin author akan Semangat saat update cerita ini.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN