Hari demi hari mereka lalui, Rangga semakin terjebak dengan perasaannya. Dia semakin lupa diri. Bagaimana tidak, jika selama di kantor Melia terus saja menggodanya.
"Pelankan suara kamu, Sayang," bisik Rangga dengan napas yang memburu.
Dia semakin gila, berani melakukan hubungan intim di kantor saat jam kerja.
Melia menggigit bibir bawahnya, agar tidak mengeluarkan suara. Keringat bercucuran membasahi wajah dan tubuhnya keduanya. Dinginnya AC, tidak mampu menutupi hawa panas yang menjalar dari dalam tubuh mereka.
"Aku lemas, Mas," ungkap Melia sambil merapikan pakaiannya karena ulah bosnya itu.
"Maaf, aku terlalu bersemangat Sayang. Makasih ya! Aku selalu puas," puji Rangga. Kecupan pun mendarat di kening Melia.
Melia tersenyum bahagia, Rangga semakin terjerat padanya.
"Iya Mas, tidak apa-apa. Aku senang, bisa memberikan kamu kepuasan. Awas ya, kalau di rumah minta jatah lagi sama istri kamu."
Rangga tertawa ringan. Kemudian melingkarkan tangannya di pinggang ramping Melia. Posisi mereka kini berhadapan.
"Kalau semua udah aku dapat dari kamu, untuk apalagi aku meminta padanya. Lagipula, dia tidak seagresif kamu, Sayang. Aku bosan dengannya," ucap Rangga, membuat Melia tersenyum penuh kemenangan.
Renata baru saja selesai memasak, menyiapkan makan malam untuknya bersama Rangga. Dia sengaja pulang lebih awal. Hari ini adalah hari ulang tahunnya. Renata ingin merayakan berdua bersama suami tercintanya. Dia juga sudah membeli kue tart, sebelum pulang ke rumah.
"Aku ingin tahu, kejutan apa yang ingin kamu buat, Mas. Aku yakin, kamu pasti sengaja berpura-pura tidak ingat ulang tahunku," ucap Renata, yang terlihat tersenyum.
Baru kali ini, Rangga tidak memberikan surprise saat pergantian hari. Biasanya, saat pukul 00.01 dia selalu memberikan ucapan, dan juga kue tart. Bukan itu saja, dia juga selalu menyiapkan kado mewah untuk istri tercintanya.
"Bu, Bibi berangkat dulu ya. Nanti cucian piringnya gak usah dicuci ya Bu, biar besok pagi Bibi saja yang mencucinya. Semoga Ibu sama Bapak selalu bahagia, dan segera diberikan momongan," pamit Bi Enah.
"Iya, Bi. Hati-hati ya! Terima kasih doanya," sahut Renata.
Kini di rumah hanya ada dirinya. Renata memang sengaja menyuruh Bi Enah pulang ke rumah saudaranya untuk malam ini. Dia lakukan, hanya demi ingin berdua dengan suaminya. Malam ini, Renata berpakaian yang berbeda. Dia memakai gaun bertali kecil, terlihat seksi. Demi menyenangkan hati suaminya, dia juga merias wajahnya dengan riasan natural, dan membiarkan rambut panjangnya terurai.
"Sempurna. Boleh 'lah, sekali-kali menyenangkan hati suami."
Jam sudah menunjukkan pukul 19.00, sang suami tidak kunjung menampakkan wajahnya. Hingga akhirnya Renata memutuskan untuk menghubungi suaminya. Namun sayangnya, Rangga tidak menerima panggilan telepon darinya.
"Kok gak diangkat sih? Tidak seperti biasanya, Mas Rangga tidak menerima panggilan telepon dariku. Apa dia sedang meeting ya?" gumam Renata.
"Sudahlah, aku tunggu saja dulu. Mungkin, dia sedang di jalan. Atau mungkin memang sengaja ingin berpura-pura, melancarkan rencananya."
Berkali-kali Renata memperhatikan jam dinding di ruang keluarga. Malam semakin larut. Namun, sang suami masih juga belum pulang. Dia sampai merasa lelah menanti. Makanan yang dia siapkan pun sudah dingin. Ada perasaan kecewa di benaknya.
Di tempat berbeda, sang suami justru baru saja selesai bercinta. Rangga sedang berada di apartemen Melia. Demi bisa bebas bersama Melia, dia rela mengeluarkan uang untuk menyewa apartemen untuk selingkuhannya itu.
Dia benar-benar telah lupa pada janjinya kepada sang istri, untuk tetap setia apapun yang terjadi. Padahal dulu, dia menolak bercerai dari istrinya. Saat sang mama menyuruhnya bercerai, karena Renata tidak juga hamil.
"Sayang, aku pulang dulu ya! Renata pasti sudah menungguku."
Melia merajuk, tidak ingin ditinggalkan. Semakin hari, dia semakin menguasai Rangga. Seakan dirinya adalah istri sah Rangga. Rangga pun, sangat memanjakan dirinya.
"Kamu kapan menikahi aku? Aku bosan, seperti ini terus," protes Melia.
"Setelah kamu hamil, aku akan segera menikahi kamu," jawab Rangga dengan santainya.
Ya, ini memang janjinya pada Melia. Jika Melia berhasil memberikan keturunan padanya. Dia akan segera menikahi Melia. Rangga yakin, kalau Renata akan menerima hubungan mereka. Jika Melia hamil.
"Sial! Kenapa sulit sekali, membuat aku hamil. Padahal kami sering melakukannya. Jika aku tidak juga hamil, lambat laun dia akan meninggalkan aku. Aku harus segera hamil, apapun itu caranya."
Rangga baru saja sampai di rumah. Tidak ada kado spesial yang dia siapkan, untuk Renata. Dia memang benar-benar melupakan hari ulang tahun istrinya. Mobilnya kini sudah terparkir di halaman parkir rumahnya.
Dengan bersikap santai dia memasuki rumah. Rangga mengernyitkan keningnya, saat melihat sang istri yang sedang tertidur dengan penampilan yang sangat berbeda. Tidak lama kemudian, kini pandangan ke arah meja makan yang letaknya tak jauh dari ruangan sang istri tidur.
"Dari mana saja kamu, Mas?"
Jantung Rangga berdegup kencang, dia terkejut mendengar suara sang istri yang bertanya padanya. Dia pun membalikkan tubuhnya, kini posisinya menghadap ke arah sang istri yang baru saja terbangun.
"Pulang kerja. Ya dari manalagi. Aneh-aneh saja pertanyaan kamu. Ya udah, aku mau istirahat. Aku cape. Kamu kenapa berpakaian seperti itu? Memangnya, ada acara apa? Kok segala ada kue tart begitu," jawab Rangga dengan perasaan tidak bersalah.
Dada Renata terasa sesak mendengar penuturan suaminya itu. Hatinya pun terasa sakit. Dia tidak menyangka, akan mendapatkan kejutan yang luar biasa dari suaminya di hari ulang tahunnya.
"Kamu berubah, Mas," kata Renata lirih.
Meskipun dia sedih, dia tidak ingin menunjukkan kesedihannya di depan suaminya. Lagi-lagi dia menahan untuk tidak meneteskan air matanya.
"Sudahlah, aku cape! Ini sudah larut malam. Aku tidak ingin bertengkar," ucapnya.
Rangga langsung pergi meninggalkan Renata yang diam terpaku. Tidak ada kata maaf yang terucap dari bibirnya, dia memilih masuk ke dalam kamar, dan berganti pakaian rumah.
"Aku benar-benar tidak mengenal dirimu, Mas. Kamu sudah berubah. Aku ingin tahu, apa yang membuat kamu berubah seperti ini."
Dia hapus air mata yang sudah lolos menetes. Dia tidak ingin bersikap lemah. Renata melangkahkan kakinya memasuki kamar. Ternyata, Rangga sudah tertidur nyenyak. Suara dengkuran halus pun sudah terdengar.
Dia pandangi wajah laki-laki yang sudah tiga tahun mendampingi hidupnya, dalam suka maupun duka.
"Terima kasih kejutannya, Mas. Selamat ulang tahun Renata. Semoga Allah selalu memberikan kamu kebahagiaan," ucapnya dalam hati.
Kali ini dia memilih untuk tidak merapikan meja makan. Rasanya tidak sanggup, untuk melihatnya. Renata berjalan ke kursi meja riasnya, dia pandangi wajahnya di cermin meja riasnya.
"Apa wajah dan tubuhku sudah tidak menarik lagi, Mas? Sampai-sampai kamu tidak sedikitpun tertarik padaku?"