"Bagaimana keadaannya, Dokter? Adik saya tidak bermasalah, bukan? Apa benar ingatan barunya akan hilang tak berbekas sama sekali?"
Nugie Allans bertanya ketika dokter Miyako Azura memeriksa keadaan adik kesayangannya, Agradivo Chaniago. Ia benar-benar khawatir saat alat penunjang kehidupan yang dipasang pada tubuh Divo berbunyi nyaring dan beberapa tenaga medis berlarian menuju ke dalam ruang perawatan khusus bersama dengan dokter asal Jepang itu tadi, setelah teriakkan meminta pertolongan ia keluarkan dari pita suaranya. Perasaan tenang lantas coba ia tunjukkan kini, namun masih saja rasa penasaran menghinggapi isi kepala sang koki senior hingga membuatnya mencari tahu.
"Luar biasa! Ia bisa sadar dengan cepat dan ini sangat jauh dari prediksiku, Chef. Semoga saja keadaannya makin membaik. Oh, ya? Di mana Nyonya Chaniago? Aku ingin bertemu dengannya untuk membahas mengenai hal-hal apa saja yang tidak boleh dilakukan demi kelangsungan kesehatan adik anda. Apa dia tak datang hari ini?" tanya dokter mengernyitkan alis matanya.
Mendengar hal tersebut, mimik tidak suka dengan cepat mengganti seulas senyum lebar Nugie Allans. Ia menghembuskan nafas kasar dengan bola mata yang terpejam. Seakan berusaha menguatkan diri sebelum menjawab pertanyaan dokter. Tapi seorang perawat pria yang berada di samping dokter Miyako dengan sigap membisikkan sesuatu ke telinganya, sehingga belum lagi Chef profesional tersebut menjawab, dokter cantik itu sudah lebih dulu pamit dan berlalu cepat meninggalkan Nugie Allans.
"Sial! Kenapa Dokter itu pergi tanpa mendengarkan apa yang ingin kukatakan? Memangnya hanya Julie saja yang boleh mendengarkan penjelasan tentang Divo. Ini tidak bisa dibiarkan. Aku akan mengajak Divo ke Prancis dan berhenti bekerja di Delicios La Conte Resto. Tidak akan aku biarkan wanita keturunan Ashley itu mempermainkan Divo. Perempuan macam apa itu? Seenaknya bermesraan dengan lelaki di saat suaminya sedang berjuang hidup. Padahal kata suster tadi, ia baru saja pingsan beberapa jam lalu di depan kamar ini. Aku pikir keadaan janin dalam kandungannya sedang bermasalah, ternyata sedang sibuk berpelukan di sana. Hahhh... Akulah yang harus mengetahui keadaan Divo ba--" batin sang Koki senior terputus oleh bunyi pintu ruangan yang telah terbuka.
Dari dalam sana keluar beberapa perawat berpakaian hijau pupus yang mendorong brangkar besi. Tak ayal, langkah kaki Nugie Allans pun terhenti menuju ke arah ruangan dokter Miyako Azura, karena ia yakin pasti jika kali ini Adiknya akan dipindahkan dari sana.
"Suster! Mau dibawa kemana adikku, Sus?"
Kalimat itu lantas terlontar dari mulut koki senior yang sudah sangat penasaran dengan kondisi Divo, namun beberapa detik ia tak jua kunjung mendapatkan jawaban dari pertanyaannya, membuat kata berintonasi kasar ia keluarkan dari pita suaranya, "Aku bertanya mau dibawa ke mana adikku, Suster! Mengapa kalian tak menjawab pertanyaanku? Apa kalian bertiga ini buta dan tuli?!"
Alhasil karena merasa terganggu, seorang suster yang berpostur tubuh gempal pun membuka masker yang ia pergunakan untuk menutup mulutnya. Ia lantas membelalakan mata ke arah Nugie Allans dan berkata sesuatu yang bisa membuat lelaki itu tersenyum lega, "Kami akan membawa pasien ini ke kamar rawat inap, Tuan koki! Dia sudah sadar dan boleh berpindah ruangan. Ini sesuai anjuran dokter Azura tadi. Jadi menyingkirlah dari sana dan biarkan kami lewat!"
Alhasil Nugie pun mempersilahkan para suster itu pergi, dengan posisi dirinya yang juga mengikuti kemana brangkar Adiknya itu dibawa. Saat di tengah jalan menuju ke ruang rawat inap baru Agradivo Chaniago, koki senior itu dikejutkan dengan penampakan sosok Gischa Maharani yang datang dengan pakaian rapi dan sedikit seksi. Wanita licik itu berbisik sesuatu dan hal itu sukses membuat Nugie Allans berhenti melangkah.
"Pavilliun tempat Divo dan Julie tinggal selama ini ludes terbakar, Chef. Aku yakin kali ini akan sangat sulit bagi adik iparmu itu untuk meyakinkan suaminya jika memang Divo akan selamanya kehilangan memory baru dalam otaknya."
Nugie memicingkan mata sembari mencoba mencari sebuah kebohongan dan tipu muslihat lain dari sorot mata Gischa. Tapi terlihat jelas dari pandangan mata perempuan itu, jika memang hal tersebut adalah kebenaran dan Nugie juga menangkap sorot kebencian besar dari sana.
"Benarkah kau membenci Julie Ashley karena ia merebut Divo darimu, Nona Gischa? Apa kau sangat mencintai adikku hingga rela melakukan apapun agar rumah tangga mereka berdua hancur? Mengapa kau tidak mencari pria tampan dan kaya saja? Bukankah kau sangat mudah menarik simpatik pria dari caramu berpenampilan seksi seperti ini?" Tanya Nugie dengan masih menatap sinis ke arah Gischa.
Tak ayal, semburat merah pun muncul satu persatu menghiasi wajah Gischa di sana. Ia sangat malu karena secara tidak langsung, Nugie menyebutnya sebagai wanita yang suka merusak rumah tangga Divo dan Julie. Tapi satu sisi tentang bagaimana Nugie menilai hingga mengeluarkan kata seksi? Pun pada akhirnya menjadikan Gischa Maharani sedikit berbunga-bunga. Ia mulai mengeluarkan jurus andalannya dan berusaha keras agar Nugie termakan jerat tersebut.
"Ak..ku... Akuuu... tak pernah mencintai Divo, Chef. Aku bahkan selalu membantunya mencari keberadaan Karen Pelangi yang--" ucapnya terpotong.
"Apa kau bilang? Karen Pelangi? Kau kenal Karenina Pelangi Juntho? Katakan padaku di mana kau mengenal gadis itu, Nona Gischa? Bagaimana rupanya sekarang? Apa dia masih berada di Padang? Katakan, Gischa! Katakan padaku bagaimana Karenina sekarang?" Nugie mengguncang kedua bahu terbuka Gischa, hingga membuat perempuan licik itu terbatuk-batuk di sana.
Asisten chef itu dapat dengan jelas membaca tingkah laku sang Koki dan binar rasa keingintahuan tinggi akibat dari sesuatu yang bisa jadi berasal dari kedalaman hati. Maka dengan cepat alarm tanda waspada di otak licik Gischa Maharani berbunyi nyaring.
Perempuan berdarah Padang dan Batak itu mulai menyipitkan pandangan mata, membuka sedikit bibirnya dan tak lama kemudian akting cantik ala pemain sinetron. Pun ia lakoni sekali lagi.
BRUK
Perempuan itu lantas memilih menjatuhkan diri ke pelukan Nugie Allans dan sang Koki senior yang tidak menyadari akan trik tersebut, kelimpungan memanggil beberapa orang untuk membantunya.
"Ya, Tuhan! Gischaaa...! Nona Gischa! Hei bangun, Nona! Kau belum menjawab pertanyaanku. Jangan mati dulu. Di mana kau bertemu dengan Karen Pelangi? Hei, kay benar-benar pingsan? s**t! Tolonggg... siapapun itu tolong aku cepattt...!"
Sedang Gischa yang kini berada dalam dekapan Nugie, merasa canggung dan bingung dengan pemikirannya tentang Karenina Pelangi. Sembari kuat memejamkam mata ia terus berpikir, tentang segala kemungkinan-kemungkinan yang bisa saja merupakan jawaban atas rasa penasarannya.
"Apa chef Nugie Allans ini adalah cinta pertama yang sering Karen katakan padaku dulu? Lalu mengapa saat Divo mendekatinya, ia malah menerima keadaan itu tanpa merasa berdosa sedikit pun pada perasaannya? Ini tidak boleh terjadi! Satu di antara mereka harus kumiliki demi karir memasakku. Tidak akan aku biarkan Karen yang sudah lama meninggalkan Padang atau Julie yang sekali lagi mendapatkan keuntungan dari kedua pria ini. Meskipun dia adalah Istri sah Divo. Akan kucari cara untuk terus beranjak naik dari posisiku sekarang. Dengan berbagai cara meski harus mengorbankan orang lain. Harus!"