Tampaknya, karena menyadari tatapan berapi-apiku, Cecilia menatapku dengan marah dan berkata, "Apa yang kamu tatap?!" Ketika mendengar hal itu, aku menarik sudut mulutku. Betapa lamanya aku memikirkan semua omong kosong itu. "Hei, ular, kemarilah!" aku berteriak sambil mengambil sepotong kerikil dan melemparkannya ke kepala ular piton itu dengan akurat. Ular piton yang terkena batu kerikil itu menoleh dan menatapku dengan marah. Dia menjulurkan lidah kecilnya yang bercabang, dan bergegas ke arahku lagi. Aku tidak melawan serangan ular piton itu. Tapi, aku berguling, nyaris menghindarinya, dan menggunakan belati di tanganku untuk melukai tubuh ular piton itu. Dengan cara ini, setiap serangan ular piton dengan terampil kuhindari. Aku melukai tubuhnya. Seiring waktu, ada puluhan luka di t