“Abang!” Sarah tiba-tiba berteriak lalu menunjuk wajah sepupunya dengan wajah ganas.
“Apa sih nunjuk-nunjuk?” Nolan segera menepis tangan sepupunya itu.
“Cepet baikan atau gue aduin ke bude karena bikin mbak Jasmine nangis!”
Nolan menghela napas. Nolan itu berkulit putih dengan wajah bersih tanpa kumis atau jenggot, tingginya 192 cm, tinggi Jasmine yang sudah 175 cm masih sangat mungil bagi Nolan tapi itu mengimbanginya yang sangat tinggi. Dia tidak terlalu tampan kata teman-temannya namun pembawaannya selalu kelihatan sexy bagi perempuan.
Ramah, murah senyum dan dewasa. Hal itu juga yang membuat Jasmine jatuh cinta meski teman-temannya selalu membandingkan pilot-pilot ganteng seharusnya yang jadi pacar Jasmine bukan Nolan. Tapi mana Jasmine mau, dia tidak akan melepaskan Nolan. Pria itu berharga untuknya, pria terbaik yang pernah dia kenal selain ayah dan kakeknya.
satu hal paling Jasmine sukai dari Nolan, pria itu tidak pernah menggubris wanita mana pun yang mendekat padanya. Jasmine sudah ketar-ketir saja ketika Nolan harus pergi jauh selama berbulan-bulan di tempat yang kadang sinyalnya jauh untuk mengabdikan diri. Meski kepribadian Nolan ramah, pria itu sanggup membatasi dirinya untuk tidak terlalu dekat dengan wanita lain. Selain dia harus fokus pada cita-cita dan pekerjaannya, nyatanya cuma Jasmine yang bisa membuatnya harus membolos kerja hanya karena wanita itu demam.
“Sorry...,” Nolan mendekati Jasmine dan memeluk wanita yang duduk di atas kasur pasien.
Jasmine langsung menangis begitu Nolan melakukan itu. Dia sudah sangat takut kalau kali ini rasa cemburu Nolan sudah sampai batasnya. Padahal dia tidak ada niatan apa pun selain berfoto dengan teman pilotnya itu.
“Kamu ngambeknya jangan kelamaan! Aku itu bentar lagi mau terbang... kita bakal jauhan lagi...,” Jasmine menangis di pelukan Nolan yang masih menggunakan jas dokternya.
“Iya, maaf.... maaf aku cuma lagi sibuk tadi. Aku udah nggak ngambek lagi, kok.”
Jasmine tidak menjawabnya dan memilih untuk mengeratkan pelukannya pada tubuh sang pacar. Sarah yang masih ada di sana akhirya memilih menyingkir. Matanya lama-lama harus dibersihkan dari drama LDR sepupunya ini.
Dan setelah Sarah meninggalkan ruangan, Nolan segera saja meraih bibir Jasmine dan melampiaskan rasa rindunya yang harus dia tahan 3 bulan ini. Mereka menjalin hubungan dengan resiko bisa putus kapan saja atas banyak faktor contohnya adalah masuknya orang ketiga. Tapi sejauh ini keduanya bisa menjaga kepercayaan masing-masing meski bumbu-bumbu kecemburuan memang tidak bisa dihindari.
Bibir Nolan terus melumat bibir sang pacar dengan intens. Tangannya yang tadinya ada di pinggang Jasmine, sekarang sudah berada di d**a dan meremasnya. Hal paling favorit dari tubuh Jamsine. Ukuran d**a Jasmine memang lebih besar ketimbang rata-rata perempuan lain dan ini cukup merepotkan ketika menggunakan seragam pramugarinya. Sebab perhatian beberapa penumpang yang ‘nakal’ akan tertuju padanya.
“Ke apartemen?” kata Nolan dengan terengah-engah.
Jasmine mengangguk setuju. Dia kemudian merapikan bajunya yang sudah tersingkap karena ulah Nolan. Setelah berberes, mereka berdua kemudian keluar dari rumah sakit dan pulang ke apartemen yang mereka beli dengan uang yang selama ini mereka kumpulkan dari bekerja keras, tempat yang rencananya menjadi tempat tinggal mereka setelah menikah nanti. Tapi karena belum menikah, tempat ini cuma jadi persinggahan saja atau jika Nolan malas pulang ke rumah, maka pria itu akan menginap di apartemen ini karena jaraknya lebih dekat dengan rumah sakit tempat dia bekerja.
Setelah sampai, Nolan dengan tidak sabar menggendong Jasmine menuju kamar mereka untuk melanjutkan apa yang tertunda tadi di rumah sakit. Nolan mulai melucut satu persatu pakaian yang menempel pada tubuh Jasmine dan terkejut ketika melihat pakaian dalam yang dikenakan sang kekasih sangat sexy. Berwarna merah dan berbahan renda sehingga transparan. Tentu saja dia langsung terprovokasi.
Nolan mengecup kening Jasmine dengan lembut. “Kamu sampai menyiapkan hal ini.”
Tangan Nolan kini bergerak pada tepi celana dalam Jasmine sementara bibirnya mengecupi tulang selangka membuat Jasmine bergerak gelisah akan godaan Nolan.
“Tadinya aku mau nyogok kamu biar nggak ngambek lagi.” Jasmine berusaha sangat keras untuk tidak mendesah saat berbicara, tapi tangan Nolan yang menyentuhnya sangat membuat dia kepayahan.
“Makasih.. kamu emang yang terbaik. Jangan bikin aku cemburu lagi... aku sayang kamu.”
Nolan kembali mencium bibir Jasmine dan sekarang dia tidak menahan lagi gairahnya yang sudah mencapai ubun-ubun.
///
Panji berada di kantor Satya lebih lama dari yang dia rencanakan. Melihat ayahnya yang kelihatan lelah membuat dia akkhrinya membantu pekerjaan Satya dengan meneliti laporan-laporan yang masuk. Beberapa kali dia menjadi tempat curhat ayahnya tentang mamanya yang lebih perhatian pada Aska ketimbang papanya ini. Panji cuma bisa tertawa saja, karena kenyatannya memang begitu, Aska dengan segudang kelakuan absurdnya masih harus di awasi tapi bocah itu tidak pernah sekali pun terlibat masalah yang serius sebenarnya, mencoba minuman beralkohol saja tidak pernah berbeda sekali dengannya.
Aska keluar dari perusahaan ayahnya sekitar waktu hampir pukul 6. Jelas dia sedang terjebak macet dan pasti terlambat menemui teman-temannya yang sudah berkumpul sejak jam kerja habis pukul 5 tadi. Tapi perkiraannya salah karena ternyata ada beberapa yang belum sampai karena terjebak macet juga di jalan.
Setelah menempuh perjalanan panjang, Panji akhirnya bisa menemukan BCA Tower tempat dimana restoran yang menjadi tempat kumpul bersama teman-temannya berada. Saat tiba di lantai 56 Panji menemukan teman-temanya sudah duduk di tempat yang mereka reservasi. Mereka menempati area outdoor dengan pemandangan kota Jakarta yang masih sangat sibuk meski langit sudah berubar warna menjadi gelap.
Setelah mengobrol sedikit dengan teman-temannya, dia memilih melipir untuk mengabadikan pemandangan langit yang kebetulan sangat indah hari ini. Begitu selesai memenuhi sebagian memory polsenya dnegan gambar pemandangan sore kota Jakarta dari salah satu rooftop terbaik, Panji kembali menghampiri teman-temannya. Tapi karena dia tidak fokus dan terus memainkan ponselnnya, dia tidak melihat kalau ada orang yang berjalan ke arahnya juga.
“Aduh!”
Panji segera menyadari dia baru saja bertabrakan dengan seseorang. Dan untung saja dia sigap menangkap tubuh orang itu sehingga tidak sampai jatuh. Tapi kening orang itu terlanjur menabrak bahunya dengan keras hingga kesakitan.
“Maaf. Maaf saya berjalan tidak—kamu?”
“Pak Panji?”
“Nidya, benar?”
“Benar, Pak. Aduh...,” Nidya, orang yang tidak sengaja Panji tabrak tadi mengaduh kesakitan.
“Kamu nggak papa?”
Nidya menanggukan kepalanya tapi raut wajahnya terus mengernyit tidak nyaman. Panji yang emrasa bersalah mencoba melakukan sesuatu dan yang dia pikrikan cuma menyentuh kening yang sedari tadi diusap-usap oleh Nidya, jadi sepertinya bagian itu yang kesakitan setelah menabrak bahunya tadi. Dia tidak mengerti kenapa efeknya bisa sampai sesakit itu.
Nidya yang merasakan usapan tangan Panji di keningnya cuma bisa terdiam seperti patung. Cukup sudah dia terpesona dengan wajah tampan anak bosnya, kini dia malah disentuh di bagian paling sensitif.
“Su-sudah, Pak. Ini sudah nggak sakit lagi.” Nidya buru-buru menjauh dari Panji setelah pria itu malah kemudian meniup-niup keningnya. Sungguh hal yang tidak masuk akan tapi kenapa rasa sakitnya bisa hilang?
“Beneran?” tanya Panji memastikan.
“Beneran, Pak. Kalau gitu saya permisi mau dulu. Terima kasih bantuannya.”
Belum menjawab, Panji sudah ditinggal oleh Nidya yang pergi seperti dikejar penangih hutang. Tapi Panji tidak bisa begitu saja membiarkan Nidya pergi jadi dia kembali memanggil wanita itu.
“Nidya!”
Nidya yag sedang berjalan cepat akhirnya berhenti setelah mendengar namanya dipanggil. Dan itu oleh orang yang sama dnegan yang menabraknya tadi. Dan dia baru menyadari kalau tas yang tersampir di bahunya sudah tidak ada, justru tas itu kini ada di tangan anak bos nya yang tampak sangat hot sore ini dengan rambut panjangnya yang diikat, lengan kemeja digulung ke siku dan kacamata yang entah mengapa tidak mambuatnya cupu namun malah menambah nilai plus sehingga wanita-wanita yang ada di sini sejak tadi mencuri pandang kepadanya.
Nidya yang membutuhkan tasnya kembali akhirnya menghampiri Panji walau dia malu sekali saat ini. Dia sudah kabur tadi tapi sekarang balik lagi akibat kecerobohannya.
“Ini tas kamu.” Kata Panji dengan sneyuman tipis tapi bisa membuat detak jantung Nidya mendadak menjadi cepat.
“O-oh iya, Pak. Terima kasih.” Nidya segera meraih tasnya.
“Sama-sama.”
Setelah mengembalikan tas Nidya, Panji kembali bersama teman-temannya yang sudah memasang wajah ingin tahu siapa wanita yang mengobrol dengannya tadi.
“Mangsa baru kayaknya.” Arav, teman Panji sejak SMA menyeletuk dengan wajah menggoda.
Tapi panji cuma diam tidak menanggapi.
“Mirip kaya mantan elo bodynya.” Ian, teman Panji dari SMA juga ikut menambah.
“Jangan ngaco!” Panji melemparkan popcorn pada Ian yang memandangi body Nidya sejak tadi.
“Kagak ngaco gue. Udah hapal juga sama tipe cewek elu yang nggak jauh-jauh dari body yahud sama rambut panjang terus diwarnai coklat terang.” Ian memberikan pembelaan.
Panji cuma mengedikkan bahunya sebagai balasan tapi teman-temannya yang lain masih membahas hal ini.
Dia sadar kalau perempuan yang menjadi pacarnya selalu memiliki hal-hal yang disebutkan oleh Ian tadi. Nyatanya ada seseorang yang menjadi patokan ‘wanita idaman’ untuk Panji tapi tidak bisa dia miliki. Maka setiap wanita yang berhasil dekat dengannya tidak jauh dari tipe ‘wanita idaman’ tadi.
Dan Nidya termasuk di dalamnya.
.
///
Instagram: Gorjesso
Purwokerto, 5 Agustus 2020
Tertanda,
.
Orang yang mau pakai serum
.
.