bc

Iblis Penguasa Jiwa

book_age12+
712
IKUTI
8.7K
BACA
dark
drama
tragedy
sweet
mystery
scary
spiritual
like
intro-logo
Uraian

Hati-hati dengan ketakutan, sebab semua perasaan yang bermuara pada kegelapan jiwa adalah ulah iblis. Ada empat arah dan jalan mereka mengganggu dan menggoda manusia. Jangan sampai kita menjadi bagian dari mereka.

"Jangan pernah menakar ilmu langit! Selagi kau masih berada di bawahnya. Tunduk lah pada keagungan Allah atau kau akan binasa!"

"Tidaaak!" tolak sang iblis sambil memperlihatkan wujud aslinya yang tampak sangat menjijikkan dan mengerikan.

"Mengabdi atau binasa?!"

"Aku akan memanggil bala bantuan untuk menghancurkanmu!" teriak iblis seolah ingin menelanku.

"Tidak ada yang aku takutkan kecuali Allah. Binasalaaah!"

chap-preview
Pratinjau gratis
Annora
Seorang gadis muda berdiri di depan teras rumahnya. Ia mengenakan pakaian serba hitam untuk memperlihatkan kesedihannya. Sama seperti warna pakaian yang ia kenakan, awan pun membentuk dan menyerupai kelamnya hati gadis berparas cantik dan berkulit putih tersebut. Terkadang, ia tidak mampu menutupi kesedihannya. Setetes air mata tumpah bersama kenangan akan seorang wanita baya yang selalu merawatnya dengan kasih sayang. Ibu dari ibunya, beliaulah yang menjadi pengganti cinta dan kasih sayang kedua orangtuanya sejak dulu. Namun hari ini, ia harus kembali kehilangan satu-satunya sosok cinta yang ia miliki. Entah apa yang harus ia lakukan setelah ini? Rasanya, bumi pun hancur bersama kepergian sang eyang. Hujan rintik sejak pagi, seolah mengiringi jiwanya yang terluka karena harus mengikuti takdir yang diberikan Tuhan untuknya. Annora artinya cahaya. Nama itu diberikan almarhum Mama sebagai do'a. Aku memang sama sekali tidak pernah merasakan sentuhan, maupun kasih sayang dari wanita yang sudah melahirkanku. Namun dari cahaya, aku bisa merasakan pelukannya yang begitu hangat. Sejak kepergian Mama, papa menjadi seseorang yang misterius. Tante dan om pernah bilang. Sebenarnya, papa adalah seseorang yang baik dan penyayang. Namun sepertinya semua itu tidak berlaku untukku. Mungkin papa sangat membenciku dan berpikir, bahwa aku adalah penyebab kematian mama. Sejak kecil, aku sama sekali tidak pernah merasakan kasih sayang dari papa. Untungnya, aku masih memiliki seorang eyang putri yang selalu menyanyikanku lagu kanak-kanak yang bahagia sebelum tidur, menangis saat aku terluka dan menjadi tameng ketika aku terkena masalah. "Hujan mulai reda, ayo kita antar almarhum ke tempat peristirahatannya yang terakhir!" ajak seorang Ustad yang selalu menjadi sesepuh dalam acara keagaaman di sekitar tempat tinggal kami. "Iya, Pak Ustad. Baiklah," sahut masyarakat yang datang untuk menunjukkan rasa belasungkawa mereka terhadap keluargaku. "Nora, Kamu sudah siap, Nak?" Aku hanya menganggukkan kepala sambil menatap kosong, dengan air mata yang bertengger pada bulu mata panjang nan lentik warisan mamaku. Sebenarnya, saat ini aku juga sedang menunggu papa. Namun hingga Eyang akan dimakamkan pun, papa belum juga datang. Keadaan ini semakin membuatku terluka dan tersiksa. Bingung, malu dan takut, tiga rasa itu membuat aku terkurung di dalam penderitaan yang hanya diriku sendirilah yang dapat merasakan, sekaligus mengetahuinya. Langkah pertama setibanya di pemakaman umum. Udara yang tadinya begitu lembab dan dingin, berubah menjadi terik. Bulir-bulir air hujan yang sebelumnya sempat menetes di dahi, berganti dengan air keringat. Saat ini, semua orang berteduh di bawah payung hitam ketika sinar matahari begitu menyengat, tapi tidak denganku. Bahkan aku lupa bagaimana rasanya terik dan perih akibat tersengat sinar matahari. Sebab, luka hatiku, jauh lebih sakit dan dalam. Tak lama, terdengar suara yang tidak asing di telingaku. Aku menoleh kebelakang dan ternyata aku benar. Papa datang sesaat setelah proses pemakaman usai. 'Anda terlambat sekali Tuan Prayuga.' Ucapku tanpa suara. Lalu aku langsung meluruskan pandangan, tanpa menyapanya. 20 menit berlalu setelah do'a, semua orang mulai meninggalkan pemakanan umum, begitu pun dengan Papa. Tapi sayangnya, kedua kakiku belum mampu melangkah. Seolah ada sesuatu yang menahanku, tapi aku tidak tahu apa dan kenapa? Heran, aku memilih untuk duduk jongkok, sekali lagi. Setelah sepuluh menit berlalu tanpa air mata, tiba-tiba seseorang mendekat. Dia tampak misterius dengan janggut panjang yang menghiasi dagunya, kacamata hitam yang menyimpan tatapan serta warna matanya, jubah tebal dan panjang yang menyembunyikan bentuk tubuh serta identitasnya. "Berapa usiamu?" tanya seseorang yang tidak aku kenali dengan suara yang jelas dan tegas. "16 tahun." "Tanpa terasa, ia sudah menjagamu selama 16 tahun." Laki-laki misterius tersebut juga ikut duduk jongkok sambil memegang batu nisan yang bertuliskan nama Mala Latus. "Dia wanita yang hebat. Mampu mengusir gelap, tanpa cahaya." "Anda mengenali Eyangku?" "Nama saya Ardan. Panggil saja, Kakek." "Tapi, kenapa selama ini aku tidak pernah melihat Kakek main ke rumah atau bertemu dengan Eyang?" "Tidak bertemu bukan berarti tidak perduli, 'kan? Bahkan saya terus memperhatikan kalian berdua dari kejauhan," tukasnya sambil menghela napas panjang. Tampak sekali ada sesuatu yang berat dan membebani pikirannya. "Kalau Kakek mau, Kakek bisa main ke rumah kapan saja." "Tidak bisa." "Kenapa?" Lalu Kakek Ardan tersenyum simpul dengan arah tatapannya yang terkesan misterius seperti gayanya. "Sekarang, keadaannya sudah sangat berbeda, Nora." "Dari mana Kakek tahu namaku? Bahkan aku belum sempat memperkenalkan diri." Kemudian beliau kembali tersenyum sambil menunduk. "Dengarkan saya, Nora! Saat ini, kamu itu ibarat bunga kantil yang sedang kuncup. Kamu tahu artinya itu?" Aku menggelengkan kepala seraya menatapnya. "Tidak, Kakek." "Beberapa orang yang menguasai ilmu hitam masih percaya, manfaat bunga kantil bisa membuat awet muda. Bunga kantil biasanya dimakan mentah-mentah." "Dimakan?" "Tapi untukmu, ini seperti hanya dengan menghirup auranya saja, maka orang tersebut bisa awet muda." "Bagus juga," jawabku lugu, tanpa ekspresi. "Tapi tidak bagus untukmu. Ibarat bunga yang terus dihisap sarinya, lama-kelamaan ia akan layu, kemudian mati." Aku menatap Kakek Ardan yang berbicara sambil terus menatap pusara eyang putri. "Lalu bagaimana jika bunga kantilnya sudah merekah, Kek? Dan kapan waktunya?" "Bunga kantil yang merekah, dapat digunakan untuk memanggil roh halus dan menjadi makanan abadi bagi mereka," jelasnya singkat tetapi terdengar mengerikan. Aku terdiam sambil menelan air liur yang tiba-tiba terasa berat. Aku harap, ini bukan perumpamaan untukku seperti sebelumnya. "Saya punya sesuatu untukmu, ini adalah milik Eyang uti yang pernah beliau titipkan kepada saya, 15 tahun yang lalu. Gunakan dengan tepat! Belajarlah untuk fokus dan percaya pada hatimu." Kakek Ardan tersenyum palsu untuk menenangkan hatiku yang terlanjur beku. "Sudah waktunya kamu mandiri, Nora!" Setelah menyerahkan sesuatu yang sama sekali tidak aku ketahui isinya, Kakek Ardan berjalan meninggalkanku dalam kebingungan yang besar. "Kakek, apa ini dan bagaimana jika aku ingin bertemu dengan Kakek lagi?" "Cari saja saya di sini, Nora!" Lalu ia meninggalkan aku sendirian. "Di sini?" tanyaku sambil menahan dan menatap kotak seukuran telapak tangan yang dibungkus dengan kain hitam. "Hidupku semakin aneh saja rupanya." Aku berkata dengan suara kecil sambil tersenyum mengejek diriku sendiri. 'Sekarang, aku harus apa tanpa Eyang?' Tanyaku sambil berjalan dengan langkah pelan menuju ke rumah yang terbuat dari kayu bernuansa kuno. Lima belas menit berlalu, aku melihat papa sedang menjinjing dua buah tas besar berwarna coklat dan hitam. Beliau berdiri tepat di pintu utama rumah almarhum eyang. Saat itu, rasanya aku ingin menjerit. Aku tidak tahu apa yang papa pikirkan? Apa dia akan mengusirku atau malah papa yang akan meninggalkanku? Entahlah, yang jelas, semua itu sama saja bagiku. Selama ini, aku tidak pernah berani untuk menyapa atau pun memanggilnya "Papa." Tapi kali ini, aku memberanikan diri untuk melakukannya. Bukan tanpa alasan, semua cobaan ini sungguh terasa berat di pundakku. "Papa juga ingin meninggalkan aku?" "Se-semua demi kebaikanmu," jawabnya dengan mata yang tampak berkaca-kaca. Sakit, namun aku juga merasa bahagia karena setelah 10 tahun, baru kali ini papa menjawab pertanyaan dari bibirku. "Kebaikan seperti apa?" tanyaku kembali karena merasa semua yang papa lakukan selama ini, sama sekali tidak sesuai dengan perkataannya. "Saya tidak bisa mengatakannya, Nora." "Papa tahu namaku?" Lalu beliau tampak menahan getaran di bibir dengan menggigitnya. "Saya sudah mempersiapkan biaya sekolah dan hidupmu untuk sepuluh tahun ke depan. Dengar! Apa pun yang terjadi, jangan pernah meninggalkan rumah ini dengan alasan apa pun! Karena disini adalah satu-satunya tempat teraman bagimu." "Aku tahu, Pa. Aku selalu tidak punya pilihan." Aku menunduk demi menyembunyikan air mata. "Tapi, sebelum Papa pergi. Tolong jawab satu saja pertanyaanku!" "Apa?" Aku sudah sangat emosional, "Apa Papa sangat membenciku?" Papa terdiam sejenak. Tak lama, beliau berjalan lambat ke arahku, seolah kakinya sangat sulit untuk digerakkan. "Saya sangat menyayangi kamu." Lalu Papa menangis terguguh-guguh, tanpa menyentuh. "Papa sangat mencintai kamu, Nora," sambungnya dengan suara yang semakin lirih dan bergetar, sambil terus menangis dan menghisap air hidungnya. Papa terdengar sangat menderita dan aku dapat merasakannya. Sebenarnya apa yang terjadi? Harusnya Papa memeluk dan menguatkan aku, kemudian kami bisa tinggal dan hidup bersama layaknya ayah dan anak. Namun beliau hanya berdiri, terdiam, serta menangis. Tanpa mengajakku untuk tinggal bersamanya. "Apa seperti ini cara Papa menyayangi dan mencintaiku?" "Annora ... ?!" Papa terdengar semakin hancur, bahkan porak-poranda. "Kenapa Papa selalu menolakku? Apa salahku?" "Semua ini adalah kesalahan Papa dan tidak boleh mengulanginya kembali. Mengertilah!" Bersambung

editor-pick
Dreame-Pilihan editor

bc

Cinta Yang Terbelah

read
1.9M
bc

My Devil Billionaire

read
95.9K
bc

Terjerat Hasrat Mertua

read
302.4K
bc

Life of An (Completed)

read
1.1M
bc

MATH CODE

read
55.7K
bc

Love Undercover

read
7.6K
bc

Chiko, Let's Play!

read
22.3K

Pindai untuk mengunduh app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook