Suasana semakin tegang setelah suara teriakan Dave menggema di seluruh ruangan. Tak heran dia di sebut ice boss atau bos galak karena auranya tak main-main. Kalau Amelia jangan di tanya, dia terlihat acuh saja.
Hal itu membuat Dave terheran, biasanya Amelia akan membela dirinya sendiri. Tapi, apa ini? Dia malah diam begitu saja tak bertindak. Yang ia tahu gadis itu selalu merengek ketika mendapatkan masalah.
“Bisa tidak kalian diam,” kata Amelia dengan tenang. Gadis itu bangkit dari kuris, menatap Dave dan Rosa bergantian. Aura gadis itu tampak berubah.
“Kau selalu saja membuat masalah dan mengelak!” teriak Dave dengan kesal.
“Masalah... lihat kedua matamu.” Amelia melempar melempar satu berkas yang telah di bawa Lea tadi tepat di d**a Dave. “Buka itu! Baca dengan teliti! Itu bukan tanggung jawabku.”
Dave menatap berkas itu dengan wajah dinginnya. Rosa menggigit bibirnya cemas karena tak menyangka kalau Amelia menjadi sedikit pintar. “Sudah tahu? Atau akau harus memberitahu dengan jelas di sini.”
Alrich sangat lega ketika Amelia bisa mengatasi masalah yang ada. “Dave, sebaiknya kau marahi orang yang telah dengan sengaja membawa berkasnya ke sini,” katanya sambil melirik Lea. Gadis itu menunduk ketakutan tak ingin di pecat. Dia berharap kalau Rosa mau menolongnya.
“Dave... kita sudahi masalah ini,” bujuk Rosa sambil menggandeng lengannya. Dave melepas tangan gadis itu dengan pelan memilih menghiraukannya karena fokus pada Amelia.
“Ikut denganku,” katanya final. Dave hanya ingin memastikan kalau perasaan Amelia padanya sudah berubah.
“Tapi, Dave,” rengek Amelia berusaha keras untuk membuat keputusan Dave berubah.
“Dan kau... kembali ke tempatmu! Aku pastikan kau mendapatkan surat dispen.”
Dave pergi meninggalkan mereka semuanya. Rosa kesal setengah mati dengan Lea dan Amelia. Ia pun ikut pergi meninggalkan ruang biografi.
Setelah semua pergi, Alrich mendekati gadis itu. “Apa yang kau lakukan setelah ini?”
“Diam saja, melanjutkan pekerjaanku.”
Mendengar jawaban dari Amelia membuat Alrich senang. “Bukankah kau di minta ke ruangan Dave?”
“Untuk apa aku ke sana? Membuang waktu saja. Aku tak salah. Di masa depan, aku harus menghindari pria itu.”
Tak salah lagi, Amelia benar-benar sudah tak menyukai Dave sekarang. Itu kesempatan bagus untuk Alrich bertindak mendekatinya. “Aku akan membantumu menyelesaikan pekerjaan.” Gadis itu mengangguk setuju dengan usul Alrich. Dapat bantuan gratis tak perlu di sia-siakan.
Sementara itu Dave menunggu kedatangan Amelia, tapi tak kunjung datang juga. Dia terlihat kesal melihat gadis itu yang tidak mematuhi perintahnya. Bagaimanapun, mengormati atasan adalah prioritas utama karyawan.
Dave memencet telpon perusahaan yang ada di atas meja sisi kakan. “Delon... bilang pada Amelia untuk datang ke ruangan ku segera.”
Delon yang mendengar perintah atasan kebingungan. Pasalnya baru pertama kali Dave menyuruhnya untuk menemui Amelia.
“Kenapa kau kebingungan seperti itu?” tanya Ken sang wakil bos.
“Bos... sebenarnya aku sekretaris mu atau sekretaris Bos Dave?” tanya Delon kebingungan.
“Tentu saja sekretaris dua orang.”
“Aku tak mau mengunjungi si pembuat onar. Bos Dave memintaku ke sana.”
Ken menyentuh dagunya, “Karena perintah, pergilah ke sana.”
“Tapi, Bos,” rengek Delon. Pria itu sangat enggan bertemu dengan Amelia.
“Apakah kau ingin di pecat?” ancam Ken.
“Oke, aku pergi.” Delon akhirnya pergi menemui Amelia. Sepanjang perjalan, pria itu menggerutu kesal karena enggan bertemu dengan gadis itu. Sampai di ruangan Biografi, dia masuk begitu saja. Melihat Amelia dan Alrich yang akrab, tentu bukan pemandangan baru lagi.
“Mel,” panggil Delon dengan dingin. ‘Kau harus ke ruangan Bos Dave.”
Gadis itu masih cuek, fokus dengan pekerjaannya membuat Delon geram. Biasanya Amelia selalu saja menggodanya, tapi kenapa hari ini tampak berbeda. Apakah kecelakaan membocorkan otaknya sehingga membuat posisinya benar?
“Amelia!” panggil Delon sambil mengetuk meja berulang kali. Amelia dan Alrich menoleh sekilas lalu kembali fokus.
“Aku sedang sibuk. Kalau dia hanya memarahiku saja, aku tak mau datang ke sana,” jawab Amelia tanpa memperdulikan Delon yang terheran-heran.
“Kau berubah, Mel,” kata Delon di dengar oleh Amelia. Gadis itu menghentikan kegiatannya, begitu juga Alrich.
“Kami sibuk, Lon.” Alrich mulai angkat bicara. Delon terlihat kesal dengan jawaban pria itu yang ketus menurutnya.
“Ini perintah bos. Dan tak ada yang bisa mengelak nya. Termasuk aku Delon.”Pria yang memiliki aksen seorang gadis itu menggigit bibirnya cemas. Di mata Amelia, dia terlihat seperti anak anjing yang ketakutan.
“Oke, aku akan ke sana. Kau kembalilah....” usir Amelia lembut. Delon masih diam di tempat dnegan gaya khasnya, melambai-lambai.
“Kenapa kau masih di sini?” Empek banget lihat Delon yang seperti itu, Amelia benar-benar tak tahan.
“Kenapa kau tak menggodaku?” Delon giliran bertanya.
Hah! Menggoda? Dia? Model beginian. Otak Amelia sudah tak waras menggoda Delon yang memiliki aksen seorang gadis. Gila! Benar-benar gila!
“Pergi!” teriak Amelia membuat orang yang ada di sana menoleh padanya. Sekali lagi, dia menjadi pusat perhatian.
“Kok jadi teriak!” seru Delon tak percaya.
“Kembalilah dulu, Lon,” bujuk Alrich tak ingin melihat mereka beradu mulut.
“Oke. Aku akan pergi.” Delon tak bisa berkata lain lagi, karena Amelia benar-benar sudah bukan yang dulu lagi. Tak heran jika sang bos berubah.
“Jadi, apakah kau akan ke ruangannya?” tanya Alrich. Amelia melirik jam dinding yang menunjukkan angka setengah dua belas. Sebentar lagi akan istirahat.
“Tunggu aku di kantin perusahaan. Aku akan menemui nanti. Pesankan aku ayam bakar,” kata Amelia sambil berlalu. Delon terpaku di tempat karena gadis itu. sejak kapan Amelia suka dengan ayam bakar? Bukankah dia sedang menjalankan progam diet?
Diet? Amelia? Tidak, dia tak akan diet karena dia adalah orang lain. Bukan Amelia yang sesungguhnya. Lantas kemana Amelia sebenarnya? Masih menjadi misteri dan belum terpecahkan.
Tiba-tiba, muncullah kupu-kupu berwarna emas melalui ventilasi. Hewan itu terbang mengintari Amelia, tapi gadis itu tak sadar sama sekali. Dia terbang terus berada di samping gadis itu hingga sampai di depan ruangan Dave.
Ketika Amelia mengetuk pintu, pintu ruangan terbuka. Sosok Dave di buat terkejut dengan kedatangan gadis itu. Kupu-kupu yang dari tadi mengelilinginya,berubah menjadi serbuk emas. Seketika serbuk itu menyatu ke tubuh Amelia.
Dave terbengong menatap Amelia cukup dalam hingga terhanyut. Ada yang salah dengannya, tapi apa itu?
“Kenapa kau ingin menemuiku?”tanya Amelia dengan nada datar.
“Masuk!” titah Dave. Gadis itu masuk ruangan, dan tersentak kaget melihat dekorasi ruangan tersebut.
Semua hitam dan abu-abu. Aku pernah menulis kejadian seperti ini, tapi di mana. Ah... mungkin hanya perasaanku saja.
Ketika semakin masuk ke ruangan, bola mata Amelia terkejut seketika melihat patung harimau di dekat sofa. Tidak salah lagi, ia tampak familiar dengan tempat itu.
“Apa yang kau lihat?” tanya Dave sambil duduk dnegan elegan.
“Tidak,” jawab Amelia masih berdiri karena matanya menilisik seluruh ruangan. Tak jauh darinya ada seorang pria yang sedang tidur di sofa lain. Dari postur tubuhnya yang dilihat hanya satu, sempurna.
“Tutup matamu!” bentak Dave membuat Ken yang tidur langsung bangun. Amelia hanya diam saja, tak melakukan perintah pria itu.
“Sial! Kau mengganggu tidur siang ku, Dave.”
Ini dia, seperti pada n****+ umumnya. Seorang Second Lead yang tak kalah tampan. Sial! Dia lebih berkarisma dari pada protagonis pria. Melihat mata Amelia yang memuja Ken, membuat Dave kesal.
“Ken... kau pergilah dari ruangan ku. Aku akan bicara dengan Amelia.”
Ken melirik Amelia dengan malas, membuat gadis itu tak mengerti. Dendam apa yang di milikinya sehingga mendapati pandangan sengit.
Sial! Apakah Amelia sangat buruk? kenapa di sekitar hidupnya banyak yang tak suka.