Dave memarkir mobilnya dengan terburu-buru, hendak bergegas menemui Amelia yang di bawa oleh orang yang tak di kenal. Tentu saja dia punya hati nurani ketika gadis itu dalam masalah yang tak wajar.
Dia berlari keluar mobil dengan kecepatan tinggi tanpa menghiraukan panggilan petugas keamanan. Dave melihat Amelia yang sedang di tarik paksa oleh pria asing itu. “Maaf, Tuan. Tapi aku merasa kita semakin menjauh dari apartemen,” kata Amelia.
“Tidak... sebentar lagi kita sampai, Nona.”
Suara kendaraan semakin mendekat, dan Amelia tahu itu. Dia tak bodoh membiarkan orang itu bertindak jahat. Dengan cepat, gadis itu mendorong pelan pria asing tersebut. “Maaf, tapi saya harus kembali.”
Dave yang masih berlari itu terus berusaha menambah kecepatannya. Samar-samar dia mendengar mereka berdebat. “Saya masih berbaik hati mengantar Anda!” Sumpah Amelia sudah tak bisa menahan kepalanya yang sakit, hendak berteriak minta tolong tapi tenaganya sudah kehabisan.
“Apa yang kau lakukan?” teriak Dave ketika pria itu hendak membawa Amelia dengan paksa.
“Siapa kau? Aku pacarnya!” jawab pria itu dengan percaya diri. Amelia duduk jongkok kembali karena berusaha mati-matian menahan sakitnya.
“Kita pergi dari sini, Sayang,” kata pria asing itu. Dave langsung menonjok wajahnya cukup keras.
“Keamanan! Tangkap orang asing ini!”
"Sial!” pria itu langsung kabur, takut tertangkap. Dave yang melihat Amelia jongkok pun mendekat.
“Seharusnya kau bisa jaga diri,” kata pria itu dengan dingin. Amelia tak menjawab karena terus mendesis kesakitan. “Bangun!” sentaknya cukup keras.
Gadis itu masih saja jongkok membuat Dave kesal, “Jika kau tak bangun, aku akan meninggalkanmu.” Pria tersebut mulai melangkahkan kaki, tapi Amelia masih berdiam diri di tempat.
Acara meninggalkan Amelia pun berhenti seketika. “Ada yang salah dengannya,” gumam Dave sambil menoleh. Benar saja, gadis itu langsung tergeletak di tanah begitu saja. Buru-buru dia menghampirinya.
“Jangan pura-pura pingsan, Mel.” Dave melipat kedua tangannya dengan angkuh. Tidak sekali dua kali Amelia mencari perhatian yang tidak terhitung jumlahnya. Dia yakin kalau gadis itu telah bersandiwara. “Kalau kau tak bangun... aku akan meninggalkanmu.”
Dahi Dave berkerut saat melihat Amelia yang memiliki wajah pucat pasi dengan keringat yang banyak. “Mel....” Pria itu langsung menggendong Amelia untuk di bawa ke apartemen.
Petugas keamanan yang melihat itu pun juga terlihat panik. “Tuan, apa yang terjadi dengan Nona?”
“Panggil dokter Kevin segera!” titah Dave dengan wajah khawatir. Petugas keamanan itu mengangguk, langsung melaksanakan tugas yang diberikan. Sedangkan Dave membawa Amelia menuju ke apartemennya.
“Sial! Seharusnya aku menyadarinya sejak tadi.”
Dia merasa bersalah, melakukan orang sakit sebegitu buruknya karena berpikir bahwa Amelia hanya berpura-pura.Sampai di apartemen miliknya, Dave langsung menaruh gadis itu di temat tidur.
“Lama sekali... Apakah petugas itu benar-benar menghubungi Kevin.” Baru pertama kali, Dave terlihat khawatir seperti ini. Wajah Amelia yang sedang kesakitan membuatnya tak berdaya. Anatar takut dan cemas menjadi satu.
Dave pun menghubungi Kevin lewat ponselnya, tapi ternyata pria itu sudah berada di ujung pintu dengan tergesa-gesa. “Huh... untung saja aku tadi berada tak jauh dari Apartemenmu.” Dia masih mengatur laju nafasnya. "Siapa yang sakit?” Pria itu menerobos masuk ke dalam kamar dan terkejut.
“Amelia!” panggil Kevin dengan wajah terkejut. Ia segera mengeluarkan peralatan dokternya untuk memeriksa gadis itu.
“Kenapa ku bisa kenal dengannya?” tanya Dave tidak menyangka.
“Tentu saja aku kenal, karena dia adalah adik kelasku dan juga pasienku,” jelas Kevin. “Aku yakin ini reaksi dari kepalanya.”
“Apa maksudmu?” Dave penasaran dengan kondisi Amelia.
“Dia amnesia setelah kecelakaan. Aku sudah melakukan CT Scan ke kepalanya. Tak ada gumpalan darah, seharusnya baik-baik saja. Tapi kenapa dia seperti kesakitan?” Kevin menyuntikkan cairan kepada infus yang baru saja di pasangnya.
Setelah bicara mengenai kondisi Amelia, Dave masih diam seribu bahasa. Kevin pun menoleh ke arahnya. “Apa yang kau pikirkan?”
“Pantas dia berubah, ternyata karena amnesia.”
“Wajahmu terlihat kecewa, Dave.”
Tidak mungkin Dave menyukai Amelia yang jelas-jelas cerewet. “Amelia adalah gadis baik, tapi setelah kecelakaan orang tuanya, dia berubah banyak.” Mungkin karena mencari perhatian, makanya dia bersikap seperti itu.
“Aku tahu kalau orang tua kalian kecelakaan di waktu yang sama.” Kevin sebenarnya tak ingin membuka masa lalu Dave yang menyakitkan.
“Pulanglah... aku lelah,” kata Dave beranjak pergi. Kevin masih diam di tempat, menatap Amelia cukup lekat.
“Aku harap kau menemukan kebahagian, Mel,” kata Kevin sambil memasukkan seluruh peralatannya. Pria itu keluar kamar, tak jauh darinya Dave duduk termenung di sofa. “Kalau infusnya sudah habis, kau boleh mencabutnya. Jangan lupa, beri tahu Alrich. Aku yakin dia akan segera membawanya pulang.”
Kevin pergi meninggalkan Dave yang masih setia duduk di sofa. Alrich, pria itu kenapa sangat dekat dengan Amelia. Apakah dia mencintainya? Selama ini, Dave selalu risih jika Amelia terus saja menempel. Tapi semenjak gadis itu tak lagi menempel, rasanya ada yang hilang.
“Tidak mungkin aku mencintainya,” monolognya sendiri. Pria itu bangkit menuju ke kamar yang di tempati Amelia. Kenapa dari sekian gadis, hanya wajahnya saja yang terlihat. Padahal dulu sama saja, apakah karena keajaiban? Jangan-jangan setelah mengalami kecelakaan gadis itu bawa hoki?
Pikiran Dave menjalar kemana-mana dan sangat tak masuk akan di nalar manusia. Jika aku jadi penonton, maka aku akan tertawa lebar karena pola pikirnya. Mana ada setelah kecelakaan membawa hoki.
Selamat dari kecelakaan adalah kehidupan kedua yang harus di jalani oleh Amelia. Bukan hanya sebagai Amelia, tapi juga sebagai Lian. Makna baru dari kehidupan yang di lakoni akan muncul cepat atau lambat.
Diwaktu yang sama, seseorang telah menggunggah sesuatu di forum resmi sebuah perusahaan. Berita-berita buruk mengenai Amelia pun terus tersebar tiada henti. Seluruh kantor menghujatnya tiada henti.
Orang yang mengirimnya sangat senang ketika kinerjanya berhasil mencapai kesuksesan tinggi. Sebuah pesan teks yang berisi pujian pun di dapatkan. Tidak lupa, notifikasi bayaran yang tidak sedikit telah masuk ke rekeningnya.
“Dia akan dipecat karena berita ini. Salah sendiri tidak tahu diri mengambil milik orang lain.” Orang itu pun mematikan komputernya, berjalan keluar ruangan dengan wajah yang senang. Dia tak tahu kalau ada kamera pengawas mini yang berada bolpoin milik Amelia.
Iya, Amelia telah menaruh alat perekam di bawah meja kerjanya. Takut ada orang yang jahil mencoba untuk menjatuhkannya. Gadis itu sudah antisipasi dengan segala hal kemungkinan yang ada.
Flashback on
Sebelum Alrich menjemputnya, Amelia membeli bolpoin yang berisi kamera dan juga alat perekam. Dia keluar dari toko dengan wajah sumringah ketika mendapatkan barang yang diinginkan.
Tidak lama kemudian, mobil Alrich datang menjemputnya. Setelah masuk ke dalam kantor, Amelia segera menempelkan alat perekam mini yang di belinya di bagian tersembunyi, letaknya di bawah meja. “Semuanya sudah kelar. Dengan begini, aku akan tahu siapa yang akan mencelakai ku nanti.”
Flashback of
Bersambung