Seperti kesepakatan, Amelia mau tinggal di rumah sakit untuk sementara waktu. Kevin lega saat gadis itu juga mau memeriksakan lagi kepalanya. Dan Alrich juga terlihat tenang saat gadis itu mau menurutinya.
Oho, jangan kira Amelia hanya berdiam diri. Dia akan beraksi ketika mereka lengah. Gadis itu sudah membuat rencana-rencana di dalam otaknya. “Mana berkas yang aku minta, Al?” tanyanya sambil menunggu tanggapan.
“Tak ada seorang gadis bernama Lian Annabela. Aku sudah meminta detektif untuk mencari keberadaan gadis itu di kota ini,” jelas Alrich melihat perubahan wajah Amelia.
Mustahil, masak iya aku di telan bumi, hilang begitu saja
Amelia menggelengkan kepala beberapa kali sambil menggigit jarinya. “Apakah kau yakin sudah memeriksa lebih dalam lagi?”
“Aku bahkan meminta detektif lain dan jawaban mereka sama. Sebenarnya, apa hubunganmu dnegan gadis itu?” seingat Alrich, Amelia tak pernah punya teman bernama Lian, kenapa mendadak gadis itu mencarinya.
“Cari lagi lebih dalam lagi, setiap rumah sakit. Aku yakin dia mengalami kecelakaan.” Bibir Amelia terlihat bergetar, terbukti bahwa gadis itu tengah cemas. Alrich semakin merasakan bahwa Amelia benar-benar berbeda.
“Oke, aku akan membantumu mencarinya lagi.” Alrich menyodorkan tas milik Amelia yang sangat kotor. Gadis itu menatap benda tersebut. “Ini punyamu. Ada ponsel di dalamnya, tapi ponselnya rusak. Dan juga untuk mobilmu, masih berada di bengkel.”
“Aku tak butuh mobil itu lagi,” kata Amelia sambil berdiri. Buat apa mobil bekas kecelakaan. Yang ada ia akan dihantui rasa ketakutan. Lagi pula, dirinya tak akan pernah naik mobil sendirian.
“Tapi, mobil itu hadiah dari perusahaan. Kau tak bisa membuangnya begitu saja.” Alrich takut jika Dave mengetahuinya, dia akan marah.
“Dengar, Al. Keselamatan adalah yang utama. Aku tak mau memakai mobil yang sudah membuatku kecelakaan.” Amelia tak ingin mengalami kejadian yang sama untuk kedua kalinya.
“Maafkan aku, aku akan ke bengkel sekarang untuk meminta mengantar mobil itu ke perusahaan.” Alrich pergi meninggalkan Amelia yang masih berdiri itu.
“Bocah itu peduli dengan Amelia. Oh Lian... kau bisa di kelilingi oleh pria tampan? Tapi sayang, dia tak setampan Ramon.” Amelia menumpahkan semua isi tasnya. Ada dompet tebal dengan isi banyak uang dan juga kartu kredit dan debit. “Kaya juga dia.”
Di KTP tertulis alamat rumah milik Amelia. Gadis itu tersenyum, “Aku akan pulang sekarang.” Ia mengambil dompet itu, dan meninggalkan barang-barang yang tak berguna. Pikirannya pun melayang pada rencana setalah keluar dari rumah sakit.
Amelia berjalan keluar ruangan dengan santai karena memang koridor di sana sangat sepi. Kakinya belok ke kanan, lalu berhenti di depan lift. Tanpa pikir panjang lagi, ia masuk lift yang terbuka.
Lift transparan yang memperlihatkan pemandangan kota membuat Amelia takjub. Sangat indah, bukan seperti di kotaku. Sebenarnya, ini kota apa?” kagumnya terus terang. Gadis itu memencet tombol nomor satu.
Belum sampai lantai dasar, tiba-tiba lift berhenti seketika. Ada beberapa orang yang masuk sehingga membuat tempat itu sempit.
“Apakah kau mendengar gosipnya? Dokter Kevin menolak pasien lain karena sedang mengurusi pasien penting,” kata salah perawat yang memiliki tubuh gemuk.
“Aku dengar, pasien itu sangat spesial. Ah... kapan aku bisa dekat dengan Dokter Kevin?”
Amelia yang mendengar mereka mencibir pelan, “Mimpi, kriteria Kevin pasti sangat tinggi.”
‘Bisa tidak kalian tak bergosip. Kita ini adalah petugas medis,” sentak perawat lainnya lagi. Semua orang langsung diam seketika hingga lift berhenti. Amelia sangat lega ketika ia berhasil sampai lantai dasar. Para suster tadi keluar dengan kepala menunduk. “Salah sendiri bergosip,” sindir Amelia sambil berdecih.
Gadis itu berjalan dengan bahagia keluar rumah sakit masih memakai baju pasien. Matahari yang mulai sembunyi menandakan senja hari. Amelia melihat satpam tak jauh darinya, lantas ia balik arah melewati jalur lain.
Ketika sampai di belakang rumah sakit, ada sebuah pintu berwarna abu-abu. Suasana sekita tampak sepi membuat gadis itu langsung beraksi. “Aku bebas,” ucapnya sambil membuka pintu. Hal pertama yang di lihat Amelia adalah gang kecil di penuhi bunga gantung sepanjang jalan.
Waktu kecil, gadis itu memimpikan tempat seperti ini. Baginya terlihat indah dan juga membuat hati nyaman. Sepanjang perjalanan menuju jalan utama, ia tak henti-hentinya tersenyum membuat semua orang melihatnya keheranan.
Amelia berhenti di trotoar sambil mengayunkan tangannya sebelah kanan. Sebuah taxi berhenti tepat di depannya. “Pak, bisa ke alamat ini.”
Sopir itu melihat sekilas KTP milik Amelia. “Bisa. Lokasi ini tak jauh dari sini.”
“Baguslah... kita ke sana sekarang.” Amelia masuk ke taxi tanpa ragu. Dan sopir taksi pun melajukan cukup pelan. Sepanjang perjalan, Amelia terus memandangi lalu lintas kendaraan. Sang sopir melirik sekilas, “Kabur dari rumah sakit ya?”
“Bukan kabur, hanya bosa saja,” jawab Amelia tanpa menoleh.
“Kalau belum sembuh, sebaiknya kembali saja,” saran sang sopir.
“Aku tak mau berlama-lama di depan ruangan yang mencekik itu.” Jujur saja, Amelia merasa pasokan udara yang di hirup kian menipis saat berada di rumah sakit. Ia tak ingin kembali ke sana lagi seumur hidup.
“Sampai,” kata sang sopir. Amelia menatap gedung yang menjulang tinggi.
“Tempat tinggal mu apartemen elit yang terkenal di kota ini.” Sopir itu menoleh sambil menengadah untuk meminta upah. Amelia mengambil selembar uang seratus dolar di dompetnya untuk diserahkan kepada sopir tersebut.
“Nona, ini kebanyakan.”
“Ambil saja, itu memang upahmu.” Amelia keluar taxi sambil melambaikan tangan. Sang sopir berterimakasih atas uang kelebihan yang di berikan.
Seorang berpakaian hitam yang melihat Amelia dari jauh terkejut dan langsung menyambutnya. “Selamat datang, Nona Amelia,” sapa pria itu. Gadis tersebut mengangguk ramah langsung berjalan masuk begitu saja membuat orang itu bingung. Ada yang beda dari Amelia, kelihatan lebih ramah dan juga banyak senyum.
Rumah Sakit
Alrich terkejut saat mendapati Amelia tak ada di ruangannya. Pria itu pun langsung mengubungi para pengaman untuk mencari gadis itu. Kevin yang sedang berada di ruangannya juga ikut mencari keberadaannya.
“Kenapa tak ada yang melihatnya?” teriak Alrich dengan wajah menahan amarah. Gadis itu baru saja sandra, jika sesuatu terjadi padanya, apa yang terjadi?
“Kami sudah mencari ke seluruh rumah sakit,” jelas salah satu petugas keamanan.
“Aku melihatnya. Dia keluar rumah sakit,” sela Kevin dengan wajah bercucuran keringat. Alrich langsung bergegas pergi menghiraukan teriakan dokter itu. satu-satunya tempat yang di tuju Amelia adalah apartemennya.
Sedangkan Amelia yang sedang di cari malah asik berendam di bath up. Baginya merilekskan diri sangat penting. Apalagi berendam dnegan air hangat, dan banyak busa seperti ini. Layaknya surga dunia. Kapan juga merasakan fasilitas elit.
“Amelia benar-benar sesuatu. Dia sangat kaya,” kagum Amelia lagi. Ketika masuk ke ruangan, mata gadis itu berbinar-binar merasakan kesenangan luar biasa. Bayangkan saja, perabotan mewah dan juga interior yang wow, seperti istana.
“Aku akan menikmatinya selagi mencari tubuhku.” Keinginan Amelia untuk kembali ke tubuh aslinya tak surut sekalipun. Jika nanti Alrich gagal mencari tubuhnya, maka ia sendiri yang akan bertindak. Untuk sekarang, kesehatan fisik dan mental sangatlah penting.
“Besok..., aku akan lekas bekerja dan mencari tahu tentang Amelia,” final Amelia penuh kesungguhan.
Bersambung