Bab 30

1135 Kata
Amelia membuka kedua matanya dengan enggan karena masih nyaman di ranjang empuk itu. Gadis itu tersenyum bahagia karena akhir pekan. Tapi sayang akhir pekan berharga miliknya harus di gunakan untuk bertemu dengan Lee Sun. Dia mendesah berulang kali ketika mengingat janji pertemuan mereka. Kalau boleh memilih, tentu tak akan datang adalah tindakan yang tepat. “Sial! Aku malas meladeninya.” Amelia membuang selimut dengan kasar, berjalan menuju ke kamar mandi. Wajahnya sehabis tidur yang berantakan itu tak mengurangi kecantikan alaminya. Dia membasuh muka cukup lembut, sambil menepuk pelan ke dua pipinya. “Aku akan belanja kebutuhan dapur. Saatnya memanjakan diri.” Gadis itu akan melakukan aktivitas yang sangat ingin dikerjakan. Seperti ke salon, membeli pakaian, dan juga menonton di bioskop. Dia pun bergegas menyiapkan diri sebaik mungkin, memakai pakaian kasual yang sangat pas enak di lihat mata. Celana jins di padu dengan spatu snaiker. Tak lupa jaket Hoodie putih warna kesukaannya. Amelia terlihat seperti masih bocah kuliyah dengan pakaian seperti itu. Bahkan dia berdandan tipis terlihat sangat alami. Ketika membuka pintu, gadis itu terkejut melihat banyak orang sedang melintas di depan pintu rumahnya. “Siapa yang pindah ke rumah sebelah,” gumam Amelia sambil menggelengkan kepala. Terlihat jelas barang-barang mahal yang di bawa oleh orang-orang itu. Tapi ada yang aneh, sepertinya barang tersebut sangat familiar di matanya. “Orang kaya memang sulit di tebak,” kata salah satu dari mereka. Pria yang memakai topi pun juga ikut bersuara, “Jaga bicaramu. Dia pemilik apartemen ini.” “Pemilik apartemen!” seru Amelia dengan suara lirih. “Jadi tetangga baruku pemilik apartemen ini. sungguh di luar dugaan, tapi bukan urusanku.” Gadis itu belok ke kanan lalu menghentikan langkahnya seketika, karena ada beberapa orang yang membawa barang menuju ke rumah sebelah kanan. “Dua orang pindahan dalam waktu yang sama!” pekiknya tertahan karena tak menyangka. “Apartemen ini benar-benar banyak peminatnya.” Dari pada mengurus orang-orang yang tak di kenal, lebih baik segera pergi. Kali ini hidupnya harus dinikmati sebaik mungkin. Sayangnya itu hanya angan-angan belaka, karena ketika berjalan beberapa langkah, ada pintu rumah yang terbuka. Amelia sangat terkejut melihat pria yang sedang keluar rumah itu. “Alrich..., kenapa dia tinggal di sini?” Gadis itu balik arah, dan lebih terkejut lagi melihat Dave yang sedang bicara dengan beberapa orang. “Sial! Aku bisa gila,” desisnya frustasi. Tiba-tiba bahunya di tepuk pelan oleh seseorang, refleks ia langsung menoleh. Kali ini bukan terkejut lagi, melainkan syok setengah mati. Oh Tuhan... kapan kau membuatku bebas meskipun hanya sebentar, keluh kesah Amelia di dalam hati. “Selamat pagi, aku tetangga barumu,” sapa pria yang tak lain adalah Ken. Dia tersenyum lembut membuat gadis lain pasti bertekuk lutut. Tidak! Hari Amelia yang tenang akan berubah menjadi neraka setiap harinya. Ingin tak berurusan dengan mereka, tapi ketiganya malah menjerat perlahan. “Pagi,” jawab Amelia sambil tersenyum palsu, tak lupa melepas tangan Ken dari bahunya. “Aku harus pergi.” Gadis itu bergegas secepat kilat pergi seperti rol coaster untuk segera meninggalkan Ken. Alrich yang melihat kepergian gadis itu pun berteriak memanggil namanya. Mereka bertiga pun saling pandang satu sama lain di dalam koridor yang sama. Inilah medan perang yang sesungguhnya, di mana ketiga akan berebut sesuatu yang sangat berharga. Amelia yang tadinya pergi, ternyata masih berada di sekitar mereka, dia sembunyi di balik tembok. “Hidupku tak lagi mudah,” katanya sambil menggigit bibir degan frustasi. Bayangkan saja, berada di dalam lingkungan tiga pria yang begitu mendominasi membuat Amelia tercekik. Apalagi Rosa terus saja mencari cara untuk menyingkirkannya. “Bagaimana cara membuat mereka pergi dari lingkungan tempat tinggal ku?” Amelia mengacak rambutnya sampai kusut. Mata cantiknya menatap ke tempat petugas keamanan. Dengan hati-hati, gadis itu pun bertanya kepadanya. “Tuan, jika aku ingin pindah? Siapa yang harus aku temui?” Pria itu terbengong ketika Amelia tanya padanya karena terlalu syok. Perubahan dalam diri gadis itu terlalu mencolok. Dan juga kenapa gadis itu ingin komplain dengan pendiri apartemen tersebut? “Anda bisa datang ke perusahaan, Nona.” Amelia tahu kalau harus mengunjungi perusahaan properti yang mengurusi Apartemen Luxury, tapi kan ia tak tahu nama perusahaan itu. Melihat gadis itu terbengong, pria itu pun bersuara lagi. “Saya minta maaf jika ada tutur kata yang salah.” “Tidak.. kau tak peru minta maaf. Hanya saja aku memang tak tahu nama perusahaan itu. Kecelakaan minggu lalu membuatku lupa ingatan.” Pantas saja Amelia menjadi aneh, ternyata karena hilang ingatan. Tapi pria itu terlihat lega melihat kepribadian gadis itu sekarang. “Kebetulan pemilik Apartemen Luxury tinggal di sini. Anda bisa menemuinya.” Sang pengawal memberi Amelia sebuah kartu nama berwarna hitam dengan tulisan gold. Ketika menerima benda itu, Dave merebutnya dengan cepat. “Kepindahan mu tidak aku terima, karena apartemen ini adalah milikku.” Jeder Berasa tersambar petir tepat di atas kepala. Amelia langsung kicep, diam seribu bahasa. Otaknya loading, tak bisa berpikir jernih. Yang hanya dilakukannya adalah berteriak di dalam hati. Tidak...! Amelia menundukkan kepalanya dengan lemas, tak bertenaga sama sekali. “Lupakan... aku akan keluar.” Dia berjalan gontai seperti tak punya nyawa di dalam tubuhnya. Dave hanya memandangi punggung itu sampai menjauh. “Jika dia bergegas pindah, kau beri tahu aku.” Dave hari ini akan terus memantau Amelia dari jauh untuk melihat proses kerja samanya dengan Lee Sun. Alah... bilang aja cemburu, tapi gengsi. Iya begitulah Dave, orang dingin tapi peduli. Sepanjang hari, Dave terus mengikuti Amelia hingga lelah. Mulai dari ke mall membeli barang-barang dan juga terakhir ke salon kecantikan. “Apakah Lee Sun sangat berharga sampai dia berdandan segala?” Dave sangat kesal sampai-sampai setir mobilnya jadi korban. “Tak bisa... aku harus melarangnya.” Saat hendak membuka pintu mobil, Amelia keluar dengan memakai dress berwarna merah maron. Rambutnya di biarkan tergerai indah sangat panjang. Pria itu terbengong, menatap takjub akan pesona Amelia. Waktu pun memihak kepdanya dengan epik. Sungguh Tuhan benar-benar pilih kasih. Gadis itu terlihat elegan, cantik, dan menawan. Semua pria yang tak sengaja melihatnya tak menyadari jika air liur mereka menetes. Dave tak bisa berkata apa-apa selian mengganggumi Amelia. “Cantik,” gumamnya tulus dari dalam lubuk hati. Jantung Dave tidak bisa di ajak kerja sama karena terus saja berdetak dengan keras. Ibarat gendang di tabuh jarak dua meter terdengar keras. Melihat Amelia di pandang oleh beberapa pria, Dave kesal setengah mati. Tanpa sadar, dia mengepalkan tangannya cukup kuat hingga tanpa sadar melukai telapak tangannya. “Aku harus mencegah Amelia bertemu dengan Lee Sun.” Dengan dandanan seperti itu, pasti Lee Sun semakin terobsesi dengan Amelia. Dave segera mengirim pesan kepada Delon yang sedang berjemur di depan kolam renang miliknya. Dia tersentak kaget karena mendengar suara notifikasi tanda pesan masuk. “Hari liburku harus terganggu!” teriaknya sambil bangkit menuju ke kamar untuk berganti pakaian. Delon uring-uringan tiada henti meskipun sudah beberapa menit sampai selesai memakai baju lengkap miliknya. Bersambung
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN