Brak!
Sesosok wanita terlempar ke jalan dengan kepala mengucurkan darah. Sebelum ajal menjemput, tubuh itu sempat kejang-kejang untuk beberapa saat.
Semua orang yang melihat berteriak dan menjadi panik. Serta menunjuk ke arah sosok yang terbaring dengan mata melotot itu.
"Tabrak lari! Tabrak lari!" Begitulah teriakan mereka.
Tak lama mobil ambulance dan sirine polisi terdengar. Tubuh itu diangkat dan dibawa ke rumah sakit terdekat untuk diselamatkan. Sayang, usaha para dokter di ruang operasi tak membuahkan hasil yang baik.
"Innalillahi wa inna ilaihi rojiun."
Sosok itu kembali menghadap kepada sang pencipta. Suara raungan dan tangis keluarga menyertai kepergiannya untuk selama-lamanya.
"Mama," lirih seorang gadis kecil yang menangis dalam pelukan seorang lelaki.
Gadis kecil yang bernama Ciara itu merasa begitu kecewa. Dia mengamuk karena wanita yang akan menjadi calon mamanya berpulang ke rumah Tuhan. Padahal mereka sangat dekat dan saling menyayangi.
"Sudah, Sayang. Mama Laura udah gak ada."
Dewa memeluk putrinya dengan erat. Air matanya ikut menetes. Laura, wanita yang akan dinikahinya bulan depan kini telah pergi. Namun, takdir Tuhan berkata lain. Mereka harus mengikhlaskan walaupun berkabung dengan luka hati yang cukup dalam.
***
"Ananda Dewa Rahardian. Saya nikahkan engkau dengan pinanganmu putriku Andara Putri dengan mahar sebuah cincin emas tunai."
"Saya terima nikahnya Andara Putri binti Pandu Wibowo, anak kandung bapak dengan mahar sebuah cincin berlian tunai."
"Gimana para saksi? Apakah sah?"
"Sah!"
"Alhamdulillah. Baarakallaahu laka, wa baarakallahu 'alaika, wa jama'a bainakuma fii khaiir."
Doa untuk kedua mempelai dibacakan. Semua orang mengangkat tangan dan mendengarkan dengan khusyu'. Mereka juga mengaminkan agar sang pengantin mendapat limpahan berkah, menjalami rumah tangga aman tentram. Juga langgeng hingga kelak maut yang memisahkan dan berkumpul kembali di surga.
Pandu menepuk bahu Dewa setelah menantunya itu mengucapkan ijab kabul dengan lancar. Hanya dalam sekali ucap dan tarikan napas, lelaki itu melakukannya.
Dewa sudah berlatih seminggu ini, mengahapal sebaris kalimat yang pendek tetapi sangat menegangkan saat diucapkan. Syukurlah ketika tiba saatnya, dia dapat mengucapkan itu dengan fasih.
Sementara itu, sejak tadi Dara berada di kamar dengan ditemani ibunya. Wanita itu menunggu hingga ijab kabul selesai dilangsunhkan. Kemudian dia dibawa keluar setelah resmi menjadi istri Dewa.
Wajah Dara terlihat murung dan diam. Wanita itu memakai kebaya putih dengan rambut disanggul. Ada selendang putih yang menutupi kepala yang membuatnya terlihat cantik. Hanya saja rona wajahnya tidak sesuai dengan penampilan.
"Duduk di sini ya, Nak," ucap Ratih, ibunya Dara.
Dewa tersenyum melihat sang istri. Matanya melirik berkali-kali, mencuri pandang ke wajah ayu yang duduk di sampingnya. Lelaki itu tak menyangka bahwa hari ini akan menikah, sekalipun dengan wanita yang berbeda.
"Silakan ditanda-tangani buku nikahnya."
Petugas KUA menyerahkan dua buku berlambang garuda, yang telah bertuliskan nama mereka berdua.
Dewa melakukannya dengan cepat. Berbeda dengan Dara yang diam tanpa ekspresi, saat para juru kamera sibuk memotret momen berharga ini.
MC pun bersuara, memandu apa yang harus dilakukan oleh mempelai dalam prosesi ini. Setelah selesai, Ratih mengambil kotak cincin dan menyerahkan benda itu kepada menantunya.
Dewa memesan cincin khusus dari sebuah toko berlian terkenal, untuk calon istrinya. Kini malah harus disematkan di jari manis Dara, kakaknya Laura.
Dewa meraih jemari sang istri dengan gemetaran dan memasangkan cincin dengan perlahan. Setelahnya, juga juga melakukan hal yang sama untuk suaminya.
"Cium tangan suamimu. Tanda bakti," tuntun Ratih kepada putrinya.
Dara meraih punggung tangan Dewa dan dengan enggan menyentuhkannya ke dahi.
"Nah, sekarang giliran Mas Dewa. Istrinya boleh di-kiss. Sekarang sudah sah," kata MC.
Mendengar itu, beberapa tamu malah tergelak. Apalagi saat melihat mereka yang salah tingkah.
"Gak usah malu-malu, Mas Dewa. Cuma dikit ini. Nanti di kamar dilanjutin yang lain," ucap si MC.
Gelak tawa semakin menggema. Beberapa orang berkata bahwa mereka berdua adalah pasangan yang serasi.
"Senyum. Biar yang lain gak curiga," bisik Dewa sebelum meraih kepala sang istri dan menyentuhkan bibirnya dengan lembut.
Dara hanya bisa diam dan menerima ini sebagai salah satu syarat pernikahan mereka. Lalu dia teringat akan hari itu, saat Dewa datang dan meminta bantuan.
"Tolong aku, Ra. Kasian Ciara. Dia butuh sosok mama. Lagipula persiapan pernikahan sudah tujuh puluh persen. Tinggal akad," pinta Dewa.
"Maaf, Mas. Tapi aku gak bisa menggantikan posisi adikku. Kalau memang harus dibatalkan, maka lebih baik begitu," tolak Dara halus.
Usianya sekarang memasuki angka 29 tahun. Angka keramat bagi wanita lajang, apalagi yang tak mempunyai pacar sepertinya. Namun, dia tidak khawatir, sehingga ketika Laura meminta izin untuk menikah dengan Dewa yang berusia 32 tahun, duda satu anak yang sudah 3 tahun ini menjadi kekasihnya, Dara setuju saja.
Dara tidak berkeberatan jika dilangkahi. Malah ikut senang karena adiknya memiliki teman hidup sekalipun dia belum ada.
Naas, kecelakaan itu merenggut nyawa adiknya. Laura tertabrak sebuah mobil saat hendak mengambil uang di ATM. Sehingga Ciara, putri Dewa menjadi murung dan sakit-sakitan karena calon mamanya telah tiada.
Untuk mengobati luka hati putrinya, Dewa meminta Dara untuk menjadi pengantin pengganti. Tentu saja awalnya wanita itu menolak karena mereka tidak saling mencintai.
Bagi Dara untuk apa menikah jika dipaksakan. Namun, ketika datang berkunjung dan melihat kondisi Ciara, hatinya mulai luluh. Anak kecil itu senang sekali ketika dia mengatakan akan menjadi mamanya.
Dara bersedia menikah dengan satu syarat. Pernikahan mereka hanya status untuk kebahagiaan Ciara. Dewa juga berjanji tidak akan menyentuhnya. Berapa lama pernikahan itu akan bertahan, mereka sepakat untuk menjalani hingga batas waktu yang belu ditentukan.
"Jangan ngelamun, Ra. Diliatin yang lain," bisik Dewa.
Dara tersentak dan mengangguk. Mereka tersenyum agar yang lain tidak curiga. Hati wanita itu menghangat saat melihat kedua orang tuanya terlihat bahagia.
Semua keluarga merestui saat Dewa mengatakan niat untuk mempersuntingnya. Lelaki itu mapan dan tampan. Istri pertamanya Sarah meninggal karena sakit. Karena itulah ketika dia berpacaran dengan Laura, orang tua mereka sangat setuju.
Setelah bertukar cincin, acara selanjutnya adalah sungkeman kepada para tetua dan dilanjutkan dengan resepsi. Mereka bertiga duduk di pelaminan karena Ciara juga ingin menjadi pengantin. Anak itu tertawa senang karena kini dia sudah mempunyai mama baru. Saat sesi foto, semua tampak serasi dan mesra.
Entah setelah acara ini selesai, sepertinya Dara akan menjauhi sang suami. Dia merasa risi saat lelaki itu mendekatinya. Anehnya, Dewa justru terlihat sangat menikmati peran untuk seorang yang sedang bersandiwara.
"Kamu udah siap malam pertama?" tanya Dewa menggoda.
Dara melotot saat mendengar ucapan suaminya. Lalu, dia membuang pandangan karena malu. Wanita itu berpura-pura bertanya sesuatu kepada Ciara.
Melihat ekspresi istrinya yang cangung, Dewa tergelak karena berhasil mengerjai. Entah mengapa dia malah berdebar-debar saat melihat senyum Dara. Sepertinya pesona wanita itu mampu mengalihkan sosok Laura secepat ini.