Tamu yang Tidak Diharapkan
Sebelum kita mulai babak terakhir dari Tamu yang Tidak Mungkin, aku ingin menanyakan sesuatu pada dirimu. Sesuatu yang mungkin telah kamu baca di chapter sebelumnya. Sebuah pertanyaan mengenai idealisme serta harga diri.
Setiap yang pernah hidup dan menghembuskan nafas di atas dunia pasti akan menemukan ajalnya. Dan yang jadi pertanyaannya adalah apakah seseorang yang mengakhiri kehidupan orang lain... maka itu akan dianggap termasuk di dalam rencana Tuhan?
Bagaimana menurutmu? Dapatkah kamu temukan jawaban pertanyaan itu? Atau... ada petunjuk lain yang kamu perlukan untuk menguak segala misteri?
........
Sekitar empat belas hari alias dua minggu lamanya telah berlalu. Berita soal pembunuh bayaran yang disebut Dullahan the Grim Killer masih cukup santer diperbincangkan oleh semua orang di sepenjuru kota. Bisa jadi sepenjuru negeri. Atau bahkan sepenjuru planet bumi.
Begitu juga untuk Sebastian Atmajaya Sudarga. Dullahan KW super itu memang sangat mampu menarik perhatian. Untuk kepolisian maupun para masyarakat kebanyakan. Kasus terakhir yang ia dalangi sendiri melibatkan seorang ketua sebuah geng kejahatan yang aktif sebagai dalang dalam berbagai penipuan besar serta bandar obat terlarang kelas elit.
Sebenarnya job Dullahan the Grim Killer yang kali itu dipesan oleh pihak kepolisian sendiri. Mereka sudah terlalu kewalahan dalam menangani geng kejahatan besar yang dikenal dengan nama “The Blue Batavia” tersebut.
"Sekali teplok dua laler" atau yang sama artinya dengan menembakkan satu peluru mendapat dua buruan. Awalnya itulah yang para polisi negara ini rencanakan. Sampai secara ”terang-terangan” berani berhubungan langsung. Dengan sang "dewa kematian". Sekalipun hanya tiruan.
Mereka pikir jika mempekerjakan Dullahan the Grim Killer dengan menggunakan identitas palsu. Maka akan ampuh untuk menjerat dirinya juga. Paling tidak memberi sedikit saja informasi mengenai identitasnya. Namun, semua berakhir tak ada hasilnya. Ketua kelompok penjahat The Blue Batavia memang berhasil dikonfirmasi kematiannya. Namun, keberadaan Dullahan the Grim Killer tetap saja berakhir dengan menjadi pertanyaan untuk semua orang.
Beberapa hari setelah berita kematian ketua kelompok kejahatan The Blue Batavia beredar di lini masa. Sebagai rekam jejak dari kengerian Dullahan the Grim Killer lainnya. Sekolah Menengah Atas Internasional Quentin Jaya Laga digegerkan lagi oleh pengakuan yang diutarakan oleh salah satu orang siswanya. Murid itu memberitahu secara terang-terangan pada semua orang. Bahwa ia merupakan putra kandung dari ketua kelompok kejahatan yang sedang gencar diperbincangkan karena menjadi salah satu korban Dullahan the Grim Killer itu.
Mengapa ia bisa sampai mengatakan sesuatu yang seperti itu? Bukankah itu sesuatu yang seharusnya disimpan sendiri saja?
Jika untuk normalnya memang seperti itu. Tapi, di dunia “mereka” tentu saja hal seperti itu tidak berlaku. Semua sendiri karena Sekolah Menengah Atas Internasional Quentin Jaya Laga. Memang secara terang-terangan mengaku bahwa institusi pendidikan mereka tak hanya diisi oleh para anak yang berasal dari keturunan orang dengan pamor baik. Yang hidupnya lurus lurus saja. "Seperti" Sebastian contohnya. Justru karena bersedia memberi perlindungan lebih terhadap para muridnya. Sekolah Menengah Atas Internasional Quentin Jaya Laga berakhir menjadi institusi pendidikan terbaik untuk anak-anak para pelaku kejahatan kelas atas. Jangankan ketua kelompok kejahatan. Anak-anak para korupt*r yang merugikan negara ribuan trilyun pun bisa menikmati pendidikan terbaik di sana asal membayar dengan harga yang sesuai.
Para pendiri Yayasan Quentin Jaya Laga selalu percaya bahwa setiap manusia terlahir dengan jiwa raga yang suci (asal banyak uang).
Ketua kelompok kejahatan yang memiliki nama Ampong Djata Dehen "Renora" itu telah lama malang melintang dalam industri kejahatan di Indonesia dan juga sekitarnya. Polisi sendiri telah menetapkan ia sebagai pelaku dari banyak tindak pidana. Mulai dari pembunuhan berencana, penipuan, dan tentu saja pengedaran narkoba. Mulai dari masyarakat biasa sampai mendalangi penyelundupan ke dalam berbagai lembaga permasyarakatan.
Namun, ia tetap tak bisa diadili. Karena para penegak hukum bersaksi bahwa mereka kekurangan bukti yang nyata. Antek Ampong Djata Dehen Renora sangat banyak. Bertugas menyembunyikan seluruh bukti kejahatannya. Tikus-tikus ber-spion pria yang visualnya mirip dengan aktor terkenal Al Pacino itu bertebaran mulai dalam kepolisian sampai pemerintahan.
Awalnya ia memang hanya menjadi objek dari ujicoba kepolisian untuk upaya penangkapan Dullahan the Grim Killer. Ia mati sungguhan sendiri sebenarnya "belum" diprediksi. Kenyataan akan hal itulah yanv membuat putra semata wayangnya menaruh dendam kesumat pada kepolisian. Pada Dullahan the Grim Killer. Ampong Djata Dehen “Ranora”, anak itu, yang merupakan teman sekelas dari Sebastian dan Astin. Ia mengatakan bahwa akan menemukan Sang Pembunuh Bayaran. Dan membunuhnya.
Walau berlagak iba. Sebenarnya semua orang yang mendengar pernyataan itu ingin tertawa mendengar ucapan yang tak ubahnya suatu bualan.
Yang sedang ia bicarakan itu seorang pembunuh bayaran kelas kakap yang bahkan ribuan polisi dan awak bersenjata terlatih lainnya tak bisa mengatasi. Tak berlebihan jika Dullahan the Grim Killer juga memiliki julukan sebagai seorang, One Armed Assassin.
“Dia seharusnya merasa bangga,” komentar Astin pada siswa yang sering melakukan perundungan padanya itu.
“Bangga dari kawah Tangkuban Perahu! Kalau anak itu serius dengan niatannya. Maka Dullahan the Grim Killer akan menghabisinya juga, bukan? Itu bisa berbahaya dan jadi sangat serius untuk kita para teman sekolahnya, t***l,” balas Sebastian sambil beberapa kali menempelengi kepala sahabatnya. Membuat kepala Astin jadi seperti kepala boneka rusak.
Toeng! Toeng! Toeng! Toeng! Toeng! Toeng! Toeng!
“Se, Se, Se, Sebby!" usaha Astin menghentikan tempelengan sahabatnya yang mulai jadi semakin brutal.
"Apa otakmu sudah kembali ke posisi normal, hah? Atau memang otakmu itu sejak awal salah pasang kali, ya?" tanya Sebastian geli pada ucapannya sendiri.
"Sebby, berdasar cerita yang sudah Astin dengar. Dullahan the Grim Killer itu hanya akan menghabisi target dan orang yang menghalangi ia dalam melaksanakan pekerjaannya. Membunuh anak remaja naif seperti teman sekelas kita yang baik dan juga budiman itu Astin rasa hanya akan membuang waktu dan tenaga saja untuknya,” terang Astin sambil membenahi posisi kacamata dan poni rambut yang jadi berantakan karena tempelengan Sebastian. "Tidak akan ada untung dari melakukan tindakan itu kalau menurut Astin. Itu kalau Dullahan the Grim Killer memang sama idealisnya seperti yang telah ia tunjukkan selama inisendiri
Mendengar pendapat Astin yanv seperti itu Sebastian pun bertanya, “Terus kenapa dia harus merasa bangga . . . anak idi*t?”
Astin pun menjawab dengan mata berbinar, “Soalnya Dullahan the Grim Killer itu adalah orang yang sangat terkenal, Sebby. Beritanya bahkan lebih mendominasi media daripada para selebritis atau publik figur yang lain. Jujur saja kalau Astin memang bisa sampai dibunuh oleh sosok yang top dan terkenal seperti itu. Astin pasti bakal seneng banget, sih. Ketimbang merasa sedih.
Sebastian hanya bisa terdiam. Menatap kosong kala mendengar komentar sahabatnya yang… Oh, Tuhan Yang Maha Kuasa, apa otak serta cara berpikir dari anak satu ini masih bisa diselamatkan? Ia pun bertanya pada akhirnya, ”Kenapa kamu bisa sampai punya pikiran seperti itu, bro? Medula oblongata di otakmu itu masih sehat wal afiat, ’kan? Kalau memang sudah tidak aku siap kapan saja untuk mengangantarmu pergi berobat ke ahli neurolog paling hebat di planet ini,” ia berkata dengan ”putus asa”.
Ck ck ck. Astin malah berdecak sambal menggoyangkan satu buah jari telunjuk. Dan menggeleng-gelangkan kepala dengan tampak sok pintar. "Tidak, Sebby. Kamu salah besar. Astin ini sangat sehat bahkan sangat rasional. Habisnya . . . ”
Sebastian menyambung, ”Habisnya? Habisnya kenapa?” ia bertanya.
“HABISNYA kalau sampai dihabisi oleh orang seperti itu Astin pasti akan jadi orang yang sangat terkenal, 'kan? Bahkan bukan tidak mungkin nama Astin akan diabadikan di dalam catatan sejarah. Seperti ini nih nanti tulisannya . . .
”Untuk yang Terhormat: Baskerville Astin Andika Yakusoku, merupakan salah satu korban dari kebiadaban pembunuh bayaran yang menebar teror di Negara Kesatuan Republik Indonesia di abad kedua puluh satu,” ucapnya "polos".
Sebastian langsung berusaha untuk menahan tawa di perut. Inilah yang membuat Astin selalu unik jika dibanding dengan anak lain. Pikirannya selalu berada di luar kebiasaan. Out of the box. Tak heran kalau banyak orang menjuluki dirinya sebagai seorang eksentrik gila. Belum lagi cara dia bicara yang selalu menyebut diri sendiri dengan sudut pandang orang ketiga.
Ia memang terlihat sangat polos dan hanya "sedikit" . . . (sangat) kurang cerdas. Dengan kata lain t*lol itu.
Tapi, ya sudahlah. Toh, Sebastian juga tidak pernah punya masalah dengan sikap lumayan nyentrik anak itu sejauh pertemanan mereka telah berjalan selama ini.
Sebastian berkata, “But, whatever happens, a weak and whiny person like you should not meet the Dullahan the Grim Skinner . . . Ah, whatever (Tapi, apa pun yang terjadi orang lemah dan cengeng seperti kamu itu tidak boleh sampai bertemu dengan orang seperti Dullahan the Grim Skinner... Ah, terserah, lah).”
Astin tersenyum kecil sambil memangku dagu. Ia membalas dalam Bahasa Inggris juga, “As Astin said, Sebby. Astin don't think it's possible either (Seperti yang sudah Astin katakan, Sebby. Sepertinya tidak akan mungkin juga, sih).”
Sebastian bertanya, “How can you believe that the moment we're confronted is a very reckless hitman like Dullahan the Grim Killer? (Bagaimana bisa kamu meyakini hal seperti itu saat yang dihadapkan dengan kita adalah seorang pembunuh bayaran yang sangat nekad seperti Dullahan the Grim Killer?)”
Astin malah menjawab, “Astin hasn't felt that he's going to get such a big fortune, Sebastian (Astin belum merasa bahwa dia akan mendapatkan suatu keberuntungan besar yang seperti itu, Sebastian).”
Sebastian pun hanya bisa mengernyitkan dahinya. Mendengar ucapan sang sahabat yang terkadang memang cukup sulit untuk dipahami menggunakan pola pikir manusia biasa. Astin memang seperti ”mesin” yang membutuhkan penanganan khusus untuk memahaminya. Tidak bisa dengan cara biasa.
Semoga semua setelah ini... akan tetap berjalan baik-baik saja seperti yang selalu kita semua harapkan, doa anak remaja yang akan segera menginjak usia dewasa itu.
Sebastian Atmajaya Sudarga. Apakah kamu akan siap untuk menghadapi kenyataan yang akan terjembreng di masa depan selanjutnya?