Langit senja mulai kembali menyapa kota Los Angeles hari ini, mengedarkan cahaya jingganya. Atthala yang nampaknya baru selesai dengan urusannya, berjalan menuju kamar Ara, lalu membuka pintunya. Pria itu terdiam sesaat, saat ia tak mendapati sosok wanita yang ia cari di dalam sana. Atthala bergegas keluar, menutup kembali pintunya, lalu turun ke lantai bawah menuju dapur.
Seorang wanita berusia empat puluh lima tahunan, nampak tengah sibuk menyiapkan makan malam, di bantu oleh beberapa housekeeper lainnya. Atthala berjalan menghampiri wanita itu, lalu berdiri di sampingnya.
"Mona, kau melihat Ara?" tanya Atthala.
Mona seketika menghentikan kegiatannya saat Tuannya itu memasuki dapur, membungkukkan tubuhnya untuk memberi hormat, diikuti para pelayan lainnya.
"Nona Ara sudah pergi sejak dua jam yang lalu, Tuan," jawab Mona.
Mendengar jawaban kepala pelayannya, Atthala seketika mengerutkan dahinya. Puluhan pertanyaan begitu saja terngiang di kepalanya, lalu berjalan meninggalkan pantry dan masuk kembali ke dalam ruang kerjanya.
"Kenapa wajahmu seperti itu?" tanya James, yang tengah duduk di atas sofa.
"Aku sudah memperingatkan gadis itu, untuk tidak meninggalkan mansion ini. Tapi, dia tidak mendengarkan perintahku," gerutu Atthala.
"Maksudmu, Aradea?" tanya Roy memastikan.
Atthala menganggukkan kepala, lalu membuang napasnya kasar. "Aku paling benci berurusan dengan wanita," gerutunya lagi.
"Tapi … hidupmu selalu dikelilingi wanita," timpal Kevin.
"Dari pada kau menggerutu seperti itu, lebih baik kita ke nine bar!" ajak Roy.
Atthala mulai beranjak dari tempatnya, menyambar jaket kulitnya yang tersampir di atas kursi kerjanya, lalu berjalan pergi meninggalkan ketiga temannya.
"Aku yakin, dia akan jatuh cinta pada si pelayan istimewa itu," ucap Kevin, lalu beranjak mengikuti Atthala, James dan Roy yang sudah lebih dulu keluar dari ruang tersebut.
***
Seperti hari-hari biasanya, keempat pria tampan itu sudah berada di ruang vvip kamar satu dengan ditemani para wanita penghibur yang sedang merayu James dan Kevin. Sedangkan Roy dan Atthala, memilih menikmati live music yang DJ mainkan. Di atas meja berbentuk bulat, sudah berjajar Smirnoff vodka dan wine AurumRed Gold, yang mereka pesan pada seorang pelayan, sebelum keempat pria itu masuk ke dalam ruang yang sudah Atthala reservasi.
Roy mulai meracik kedua minuman tersebut menjadi satu dalam beberapa gelas, dan pria dengan raut wajah kesal di samping Roy, mengambil gelas pertamanya, lalu meminumnya dalam sekali teguk.
Tiba-tiba pandangannya terjatuh pada seorang wanita yang tengah membawa nampan berisi minuman dan snack di atasnya, berjalan melewati ruang, di mana Atthala dan ketiga temannya berada.
"Aradea," gumamnya sangat pelan.
Roy yang mendengar ucapan tersebut, segera menoleh, mengikuti arah pandangan Atthala.
"Bukankah dia belum benar-benar pulih? Apa yang dia lakukan di sini? Whoa … benar-benar wanita kuat," ucap Roy.
"Kita harus mengawasi wanita itu, kapan pun dan di mana pun dia berada. Aku yakin, Rafael mulai mencari keberadaan memorycard itu lagi," cetus Atthala.
Roy mengangguk. “Aku juga sudah berhasil meretas cctv gedung Big Medical. Kita akan lihat, bagaimana pergerakan Benedic dan Redhole," jelas Roy.
"Roy, apa kau sudah menemukan keberadaan Betris, teman dari istri Jack?" tanya Atthala.
Roy memberikan Ipad yang dibawanya. "Betris mengubah identitasnya.” Roy menatap pada Ara yang tengah memberi pelayanan pada para tamu di ruang lain. "Catty, ibu Ara adalah Betris. Wanita itu merubah identitas aslinya untuk bersembunyi. Aku sudah mengecek dan semuanya sangat akurat. Betris berusaha menyembunyikan identitas dirinya dengan menikahi pria lain dan memiliki seorang putri," lanjut Roy.
Atthala menoleh pada Roy dengan tatapan serius. "Roy, bisa kau mencarikan identitas seseorang untukku?" tanya Atthala.
Roy mengangguk. “Siapa?”
"Andreas McKris,” jawab Atthala.
"Siapa dia?" tanya Roy penasaran.
Atthala kembali menenggak minumannya hingga habis. "Anak buah BlackNort sudah mencoba mencari tahu orang itu. Dia, Andreas McKris … yang aku yakini, adalah seorang mata-mata yang dipercayai Rafael untuk mengintai keluarga Betris," jelas Atthala.
Mengerti apa yang dimaksud temannya itu, Roy pun mengangguk. "Aku akan mencari tahu, siapa Andreas setelah tiba di markas kita."
Atthala kembali mengisi gelasnya yang kosong, melirik ke sisi kirinya, sembari menggelengkan kepala, melihat tingkah temannya itu. "Kalian terlalu menikmatinya, Kevin," sindir Atthala.
Kevin yang tengah terbuai dengan ciuman panas bersama wanita penghibur, seketika menghentikan aktifitasnya, lalu mendelik tajam. "Aku berdoa, kau akan jatuh cinta pada si pelayan istimewa itu."
Atthala menyeringai, lalu memainkan gelas di tangannya. "Tidak akan terjadi … dan tidak mungkin terjadi," jawab Atthala, datar.
***
Seorang gadis, dengan lingkaran hitan di kedua matanya, sedang berjalan menyusuri lorong, mengantarkan sebuah pesanan pada pelanggan yang berada di ruang karaoke, tepat di samping VVIP room. Ara segera mengetuk pintu ruang tersebut, lalu berjalan masuk ke dalam.
Di sana, seorang pria bertubuh kekar, tengah duduk bersantai sembari bertopang kaki, bersama seorang pemandu lagu yang bernyanyi, dalam rangkulan pria itu. Ara hanya melirik sesaat, lalu menaruh nampan yang ia bawa di atas meja.
Sedangkan pria itu, nampak melepas rangkulannya dari wanita yang ia sewa, lalu berdiri menghampiri Ara.
"Ternyata … ini, si pelayan istimewa," bisiknya berusaha menggoda Ara.
Gadis itu bergegas menata pesanan tersebut di atas meja, lalu bangkit dan hendak berjalan keluar. Tetapi sayangnya, tangan kecil itu ditarik paksa oleh pelanggannya. "Aku ingin mencicipimu untuk pertama kali," bisiknya lagi.
Ara yang ketakutan, hanya bisa berusaha melepaskan tangannya dari cengkraman pria itu.
"Jangan pernah bermimpi, Tuan," jawab Ara, penuh penekanan.
Pria itu mendengkus dengan tatapan mengejek. "Apapun yang aku inginkan, harus aku dapatkan. Tanpa terkecuali," ucap pria itu.
Tangannya mulai membelai wajah Ara secara s*****l, walau Ara mencoba menepisnya. Karena merasa kesal, pria itu mendorong tubuh gadis itu hingga punggungnya membentur pada dinding, sedangkan sang pemandu lagu yang melihat kejadian itu, segera berlari keluar dari ruangan dengan wajah ketakutan.
Terdengar suara rintihan pelan dari bibir Ara, membuat pria itu mendekat menghampiri Ara, sembari membawa sebotol Bombay Sapphire di tangannya. Ia raih dagu gadis itu dengan kasar, menekan kedua pipi Ara dengan satu tangan, hingga akhirnya Ara membuka mulut.
Pria itu menuangkan minuman beralkohol tersebut pada mulut Ara, dan Ara sendiri tak kuasa menahannya dan mau tidak mau menelan minuman itu.
"Kau milikku malam ini, Nona," bisik Pria itu.
***
Kevin yang baru saja keluar dari toilet, melihat beberapa wanita pemandu lagu sedang berbincang di depan toilet wanita. Pria itu membuang tissue yang ia remas, ke dalam tempat sampah, lalu mulai melangkahkan kakinya. Namun Kevin seketika berhenti, ketika tanpa sengaja, ia mendengar sesuatu yang menarik perhatiannya.
"Aku yakin, malam ini tuan Benedic akan mendapatkan perawan si pelayan spesial. Melihat caranya mendorong dengan kasar seperti itu, membuatku benar-benar ketakutan," ujar Fransisca, seorang pemandu lagu yang sempat berada dalam ruang karaoke bersama Benedic dan Ara.
"Apa gadis yang kau maksud, Aradea?" tanya Kevin, menginterupsi.
Para wanita itu seketika menoleh pada ke arah asal suara, lalu tersenyum. Sedangkan Fransisca menganggukkan kepalanya.
"Apa yang dilakukan Benedic?" tanya Kevin penasaran.
"Dia menuangkan Bombay Sapphire ke dalam mulut Ara. Dan aku yakin, pelayan spesial yang tak pernah meminum minuman beralkohol itu akan segera mabuk, dan tak dapat mengontrol kesadarannya," jelas Fransisca.
Tanpa banyak bertanya lagi, Kevin segera berlari menuju ruang vvip, dan bergegas menghampiri Atthala. Pria itu mencoba mengatur nafasnya, lalu mulai membuka mulut.
"Aradea ...."
"Kenapa, Aradea?" tanya Roy.
"Benedic sedang berusaha memperkosa Aradea dengan membuat gadis itu mabuk," lanjut Kevin.
Mendengar kabar tersebut, Atthala seketika mengepalkan kedua tangannya dengan rahang terkatup, ketika mendengar nama tua Bangka itu kembali disebutkan.
"Di mana tua bangka itu sekarang?" tanya Atthala.
"Ruang karaoke room dua. Sebaiknya kau bergerak cepat, sebelum semuanya terlambat."
Diikuti Roy, Kevin dan James dari belakang, Atthala nampak bergegas menuju tempat di mana Ara berada. Setibanya di depan pintu kayu berwarna coklat, Atthala menarik handle pintu tersebut dengan kasar, kemudian berjalan masuk ke dalam.
Di sana, Ara sedang terbaring setengah sadar dengan pakaian atas yang sudah terbuka, dengan penutup bagian bawah masih tertutup rapi. Atthala melirik sesaat pada Ara, lalu kembali menatap Benedic yang sedang memakai pakaiannya kembali.
"Whoa ... aku tidak menyangka akan bertemu denganmu di sini, Tuan Dekarsa," ujar Benedic dengan nada menyindir.
Atthala melepas jaket kulitnya dan memberikan pada Roy untuk menutupi tubuh Ara yang terekspose, sedangkan dirinya sendiri berjalan menghampiri pria paruh baya itu.
"Apa yang kau lakukan pada wanita lima ratus ribu dollar ku?" tanya Atthala.
Benedic mengerutkan dahinya, lalu tertawa kecil. "Kau benar-benar pandai bergurau, Tuan Dekarsa," sindir Benedic.
Atthala menaikkan sesalah satu sudut bibirnya, berjalan semakin mendekat pada Benedic, lalu menatap tajam pada musuhnya itu.
"Wanita itu milikku, karena aku sudah membelinya. Kau takkan bisa menyentuh barang sedikit saja, apapun yang sudah jadi milikku. Ingat itu!" tekan Atthala.
Benedic balas menatap tajam itu, lalu tersenyum tipis.
"Kau membuatku semakin ingin mendapatkan wanita itu,” balas Benedic.
***