Jacob. D :
Tak kusangka bisa mendapatkan nomor ponselmu, harvey. seperti mendapatkan harta karun, kau tahu. terdengar berlebihan tapi aku rasa tidak. oiya, kau masih di Yazeran? Agensimu bilang, kau masih terlibat kerja sama di sana. Esok pagi aku tiba di Yazeran, ada yang perlu kuurus di Semenanjung Yuen. Bisa kita bertemu? jika ya, akan kusiapkan supir untuk menjemputmu.
Pesan itu masuk di saat Harvey masih melakukan beberapa sesi pemotretan. Serta nantinya dilanjutkan wawancara singkat untuk di lembar ekslusife majalah yang menampilkan produk yang ia iklankan. Karen, asisten yang diminta untuk mendampingi Harvey hanya melirik sekilas pesan tersebut dan menaruhnya kembali ke dalam tas milik Harvey.
Agenda Harvey di Yazeran hampir berakhir dan semuanya tak menemukan kendala berarti. Harvey sangat mudah diajak kerja sama. Mungkin karena tak bergabung dengan sahabatnya, maka ia sedikit bersikap profesional. Tapi jika keempat pilar SEO berkumpul, ketahuilah, Karen rasanya ingin sekali menghindar. Sejauh mungkin kalau bisa.
“Apa tak ada cola?” tanya Harvey yang berjalan santai menuju kursi yang telah disiapkan untuknya. Menghampiri Karen yang tampak memerhatikan tablet yang pastinya berisi lembaran jadwal Harvey.
“Kau sudah meminum cukup banyak semalam.” Karen melirik sebal ke arah harvey yang seenaknya. Jika sudah berkaitan dengan cola, Harvey menjadi sosok yang menyebalkan. “Kau harus menjaga asupan gula yang masuk ke tubuhmu. Lebih baik air putih. Lebih sehat.”
Harvey mencebik tapi tak menolak. Udara di Yazeran memang mengharuskan ia mengonsumsi banyak air putih. Apalagi area di sana kebanyakan padang pasir dan rasanya yang paling tepat adalah duduk bersantai di dalam ruangan berpendingin yang sejuk. Tapi ia harus menyelesaikan pekerjaannya di musim ini. belum lagi setelah di Yazeran, Harvey dijadwalkan ada di Longisland untuk pemotretan buklet terbaru milik SEO.
Butik yang Justiin kelola di beberapa tempat, berkembang pesat. Oh tak lupa juga milik Giselle yang semakin berkembang. Mulai dikenal banyak orang meski masih jauh dari nama SEO. Bagi Giselle itu tak jadi soal, selama ia berusaha untuk memberikan yang terbaik, suatu saat brand miliknya akan sebesar SEO.
Dan yang paling membuat Harvey semakin kagum pada Justin, pria itu memberi dukungan penuh. Tak salah jika ia menganggap Justin bukan sekadar atasan. Tapi teman dan sahabat terbaik meski ...
“Jangan pernah melebihi batas toleransiku, Harvey. kau tahu, apa yang kau lakukan mengandung risiko terlalu besar. Meski aku bisa mengantisipasi hal buruk untukmu, tapi bukan tak mungkin pertahanan itu runtuh. Dan di saat itu terjadi, aku tak tahu bagaimana media bekerja. bisa jadi mereka memanfaatkan hal itu untuk membuatmu semakin jatuh.”
Katanya sesaat sebelum Harvey terbang ke Yazeran. Tidak, Justin tak menemuinya secara khusus untuk memberi peringatan. Cukup melalui sambungan telepon yang mana Harvey yakini, ucapan itu merujuk pada tindakannya bertemu Jody Varens. Yang berujung drama di restoran lantaran Maya datang.
Benar. Harvey sengaja mengundang Maya agar wanita itu meihat langsung, apa yang suaminya lakukan. harvey yakin, Maya sudah sangat sering melihat perselingkuhan suaminya dengan banyak wanita. tapi bersama Harvey? mungkin wanita itu tak menyangka karena Harvey pernah bekerja dan menjadi anak yang sangat penurut di bawah arahannya.
Bertepatan di saat Jody meminta Harvey mengikutinya menuju tempat di mana gadis itu yakin, Jody meminta balasan atas semua yang ia beri. Termasuk informasi mengenai Bryan Desmond.
“Kalian!” Maya berteriak dengan wajah memerah. Matanya berkobar penuh emosi dan siap menyerang harvey kapan pun ia mau. “Kurang ajar! Wanittta muuuurahan! Berengsek!” Wanita itu pun merangsek begitu saja. menarik agak kasar tangan Harvey tapi hanya sesaat. Lantaran tindakan Maya dihentikan oleh Jody begitu saja.
Juga ada dua orang bertubuh tegap yang langsung menarik Maya menjauh. Membuat wanita itu memberontak dan berteriak makin histeris. Tapi Jody tak peduli, malah yang ada menyudutkan istrinya sendiri.
“Kau kelewatan, Jody!” Maya menatap suaminya dengan geram. Wajahnya memerah penuh amarah. “Dia adalah gadis yang sangat kubenci dan kau berhubungan dengannya?”
“Diam!” Jody mendekat dan sedikit mencengkeram wajah istrinya tanpa perasaan bersalah. “jangan ikut campur apa pun yang aku lakukan, Maya.”
“Kau suamiku!”
“Aku harus berterima kasih pada harvey karena dia dengan baik hati sekali memberi tahu, apa yang kau lakukan di belakangku.” Jody menyeringai tipis. Cengkeramannya semakin kuat. “Kau pikir aku tak tahu apa yang kau lakukan di belakangku? Bersama para pria muda yang kau biayai?”
Bola mata Maya melotot tak percaya. Sedikit melirik pada Harvey yang duduk santai menikmati drama.
“jangan pernah mengoreksi hidupku dengan wanita mana pun jika kau masih ingin melanjutkan hidup seperti apa yang kau nikmati sekarang.” Jody sedikit mengempas wajah Maya yang semula ia cengkeram. “Jika kau tak tahan, kau bisa ajukan gugatan perceraian. Tapi jangan harap kau dapatkan apa pun dariku. Aku memiliki sesuatu yang bisa membuatmu bangkrut, Maya. Camkan itu.”
“kau tak bisa melakukan itu padaku!”
Jody memilih mengabaikan Maya tapi mendekat pada Harvey yang kini menampilkan wajah syok. Pura-pura syok lebih tepatnya. “Kau tak apa-apa?”
“Kurasa aku diserang pening mendadak.” Harvey bangun dan berusaha untuk tersenyum. Menerima uluran tangan Jody serta kelembutannya menuntun ia keluar dari ruangan. Mengabaikan istrinya yang masih terus berteriak.
“Memalukan sekali.” Jody menggeram kesal. “Aku tak menyangka dia bisa tahu keberadaanku.”
Harvey tersenyum tipis berusaha maklum. Tapi memberi kode dengan melirik jam yang ada di lengan kirinya. Menghela pelan dengan wajah merasa bersalah. “Aku harus segera pergi, Tuan. Aku tak bisa berlama-lama denganmu meski ingin. Aku sudah ditunggu dan tak bisa ditunda. Kau tahu, Justin cukup menyebalkan jika berkaitan dengan waktu.”
“Kau pergi bersamanya?” tanya Jody dengan sorot tak suka. Sebenarnya ia ingin bersama Harvey lebih lama tapi karena kejadian tadi cukup menguras, mulai waktu dan emosi yang mendadak dipenuhi amarah, ia mengurungkan niat untuk menahan gadis itu lebih lama.
“Tidak, Anda tenang saja. Justin lebih suka memantau kami lewat telepon dan email tapi ia bisa segera menyusul kami jika ada kendala. Termasuk aku yang semisal datang terlambat.”
“baiklah,” Jody menyerah. “Aku tak akan membuatmu mendapatkan kesulitan. Tapi aku ingin kita bertemu lagi setelah kau selesaikan jadwalmu bulan ini. aku merindukanmu, Sayang.”
Harvey tersenyum tipis. “Aku tahu.”
Dan semudah itu Harvey lepas dari cengkeraman kebuasan Jody yang terbakar gairah. Tak mungkin pria itu meninggalkan istrinya begitu saja. akan ada banyak pembicaraan yang harus mereka lewati terutama mengenai kelakuan Maya yang baru Jody tahu. sebagai seorang pejabat pemerintah yang memiliki banyak koneksi, akan memalukan jika tingkah Maya diketahui umum. Makanya harvey bisa pastikan, Maya tak akan berbuat ulah.
“Kau melamun?” tanya Karen yang heran dengan tingkah Harvey yang mendadak kalem. Alias tak banyak yang diminta, menikmati udara yang cukup panas berpayung besar ini, serta botol mineral miliknya yang sudah hampir habis.
“Kenapa aku harus melamun?” tanya Harvey dengan kekehan. “Di mana ponselku?”
“Ada di dalam tas. Kau ini,” Karen mencebik. “Sama seperti Giselle yang agak sembarangan dengan ponsel.”
Harvey tertawa. Sebelum sesi pemotretan dirinya dimulai, ia sempat membuang kartu lamanya. Mengganti dengan yang baru serta mengirimkan satu pesan berisi informasi penting. Ia tak mau berhubungan dengan Jody lagi. untuk apa? Ia sudah mendapatkan keinginannya. Sayangnya, sebelum sempat menyimpan ponselnya kembali, ia sudah dipanggil untuk sesi bagiannya. Tak mungkin ia menunda lebih lama, kan? Kasihan kru serta model lainnya yang berjibaku dengan panas Yazeran.
Dan saat ia melihat pesan terbaru, senyumnya terkembang lebar. Pancingannya berhasil.
“Apa jadwalku esok, karen?” tanya Harvey sembari bersandar santai. Kacamata hitamnya ia kenakan sebagai penghalau panas.
“Libur dan bukankah kau ingin mengunjungi kedai es krim di pusat kota?”
Harvey semakin lebar senyumnya. “Oke. Kau bebas esok hari. Belilah sesuatu yang kau sukai di mall. Sepatumu terlalu ketinggalan zaman.”
“benarkah?” tanya Karen dengan herannya. “Tapi ini keluaran terbaru.”
“Tahun berapa kau memilikinya?”
Karen menyeringai malu.
“Beli edisi yang terbaru. Kau asistenku, Karen. Kau harus keren sepertiku.”
Karen mencebik tapi gembira di saat yang bersamaa. Karena apa yang harvey perintah untuknya, pasti semua biaya ditanggung oleh sang model. “Aku boleh wisata kuliner setelah beli sepatu?”
“Makan sepuasmu tapi jangan ganggu aku esok. Aku ingin istirahat.”
“Baiklah, Princess Harvey. keinginanmu adalah perintah untukku.” Karen tertawa lebar. Yang mana disambut Harvey dengan senyum penuh arti.