(Beberapa bulan sebelumnya)
Justin meremas berkas yang ada di depannya. cukup kuat sampai beberapa bagian tampak sobek dan tak beraturan lagi. di depannya, Hans tampak tertunduk. “Apa yang sudah kau lakukan untuk menghalau berita ini?”
“Aku minta Geno untuk menaikkan vlog yang Harvey buat selama perjalanan yang disponsori Danoone. Serta beberapa iklan terbaru yang melibatkan Harvey.”
Justin masih belum puas dengan jawaban itu lantaran tahu, hasilnya tak akan bisa menutupi berita yang bisa membuat mereka semua di ambang krisis besar. “Selain itu?”
“Perhatian publik juga mulai mengarah pada hubungan asmara Giselle dan pria misterius yang banyak dibicarakan.”
“Naikkan berita itu terus. Bilang pada Giselle, kalau bisa, buat keadaan di mana mereka kencan bersama di tempat umum.”
Hans terperangah. “Tapi Giselle tak akan suka jika kita minta hal seperti ini.”
“Sodorkan laporan yang kau bawa.”
“T-tapi, Bos.”
Justin tak terima banyak sanggahan. “Segera panggil Harvey. Aku ingin bicara padanya.”
Hans tak bisa berbuat banyak selain menghela panjang. ia pun bergegas keluar dan menuju tempat latihan di mana Harvey ada di sana bersama Ursula. Mempersiapkan diri untuk fashion show gabungan antara SEO dan Jims Co. Kolaborasi yang Justin lakukan untuk terus menggandeng banyak brand baru yang punya nilai jual tinggi. Di mana selain bisa terus mempertahankan nama-nama modelnya untuk ada di puncak, keuntungan yang didapat juga bukan nominal yang kecil.
Belum lagi, masing-masing senior model SEO kini merambah dunia acting serta sering membagikan aktifitas keseharian mereka. Dan karena hal ini juga, mereka berempat semakin tersohor dan memiliki banyak peranan penting dalam hal promosi.
Sayangnya … bukan hal yang mudah untuk menahan berita yang menjatuhkan.
Apalagi yang berkaitan dengan skandal.
Seperti sekarang. Pada berkas yang masih bisa terlihat beberapa tangkapan foto yang tertera di sana. Di mana harvey tengah bersama pria yang wajahnya sesekali muncul di majalah bisnis internasional; Bryan Desmond.
Desmond. Nama yang membuatnya ingat akan perjanjian dengan Harvey dulu. Sebelum ia merekrut menjadi pilar SEO seperti keinginannya. Andai bukan karena obsesi sintingnya, mungkin Justin tak akan menuruti permintaan gila seorang Harvey Pincessa.
“Aku tak tahu apa yang membuat CEO SEO tertarik padaku,” kata Harvey sembari menyilangkan kaki. Duduknya ia buat senyaman mungkin. Agak terkejut juga lantaran kedatangan Justin yang menurutnya mendadak.
Mereka memiliki janji temu di kantor agensinya berada. Di mana bisa Harvey bayangkan, jika managernya; Maya Varens, pasti terperangah dan bisa membuat urusan mereka runyam. Wanita itu benar-benar tahu arti uang serta memeras Harvey sampai tersisa hanya ampasnya saja.
Sebuah berkas meluncur begitu saja di meja yang Harvey miliki di ruang tamu. Berasal dari Justin tentu saja. Sedikit kesulitan tapi apa yang ia dapatkan sepadan. Meski awalnya ia cukup terkejut karena latar belakang Harvey, bukan orang sembarangan.
Mata gadis itu memindai segera apa yang Justin beri. lantas bola matanya hampir saja keluar dari tempat lantaran apa yang ada di dalamnya. “Kau?!”
“Loissa Harvey Aurelia Langham. Putri dari Mendiang Jeffry Langham dan Cecilia Hosse.” Justin melipat tangannya di d**a. “Aku tak menyangka itu kau. Namamu sempat menghebohkan media sekitar tujuh atau delapan tahun lalu. Dan kau mengubah namamu entah karena alasan apa. meninggalkan Langham?” Justin terkekeh. “Aku yakin kau punya maksud tertentu.”
Harvey mencebik. Diletakkannya kembali berkas tadi di meja. “Aku membuang segalanya. Aku tak ingin mengingat masa lalu.”
“Terlalu pedih?”
Harvey terdiam.
“Jika kutawarkan bantuan untuk balas dendam, kau mau memenuhi keinginanku?”
Sekali lagi Harvey berdecak. Kali ini wajahnya tampak gusar tapi dipenuhi raut tak suka. “Jangan terlalu sok tahu apa keinginanku, Justin. Meski kuakui, kau niat sekali mencari identitas asliku.”
“Bukan niat sekali. tapi tak sengaja mendapatkannya.” Justin mengeluarkan rokok dari saku blazernya. “Penawaranku menarik asal kau tahu saja.”
Harvey menatap Justin dengan lekatnya. Ada pertimbangan di sana. “Aku tak suka berbasa basi. Keinginanku cukup ekstrim dan bisa membuat kacau segalanya. Apa kau bisa menjamin keamananku? Nama baikku? Karena apa yang menjadi tujuanku menyangkut nama baik.”
Justin mengisap rokoknya kuat-kuat. mengembuskannya dengan segera yang lantas asapnya memenuhi ruang tamu unit Harvey. “Jika berkaitan dengan nama baik, pasti ada sangkut pautnya dengan skandal. Aku benar?”
Harvey menyeringai tipis. “Aku tak suka mereka hidup tenang. Aku ingin mereka hancur.”
Agak lama Justin terdiam tapi kemudian mengangguk. “Jika itu yang kau inginkan dariku, aku bisa penuhi. Tapi kau tak bisa menolak apa pun yang aku katakan untukmu.”
Ada di puncak karier sebagai model, di bawah naungan SEO yang tengah bersinar, belum lagi koneksinya semakin luas. Membuat tujuannya semakin dekat. Bagaimana bisa harvey menolaknya. “Bagaimana dengan kontrak pembatalan oleh agensiku?”
“Bisa diatur.” Justin menyeringai penuh makna. “Asal kau ikuti apa keinginanku.”
Justin memejam kuat, pening yang datang di kepalanya membuat ia memijat pelipisnya pelan. berharap sedikit berkurang karena apa yang kini ada di depannya. sampai suara ketuk di pintu ruangnnya membuat ia membuka mata. “Masuk,” katanya.
Suara ujung heels yang bertemu dengan lantai segera saja memenuhi ruang kerjanya. Pun sosok yang tampak cantik mengenakan coat sebatas lutut. “Kau memanggilku?”
Justin biarkan gadis itu duduk di depannnya. Setelah dirasa Harvey bisa diajak bicara, segera saja Justin sodorkan laporan yang tadi Hans bawa.
“Apa ini?” tanya Harvdey dengan kerutan bingung.
“Kau tahu apa yang ada di sana.” Justin berdecak sebal. “Sudah kukatakan berkali-kali, berhati-hati jika tak ingin timbul masalah berlebih.”
Harvey terkekeh setelah melihat apa yang Justin beri padanya. Banyak foto dirinya bersama sosok pria yang ia kenali sebagai incarannya. Targetnya. Yang tak akan ia lepas begitu saja. “Ternyata pakaian kami cukup serasi juga, ya. Pintar sekali yang mengambil foto ini.”
“Harvey,” peringat Jusitn segera. “Jangan alihkan pembicaraan ke mana pun.”
“Aku tak mengalihkannya, Justin. Hanya mengoreksi pilihan pakaian kami.” Harvey terkikik.
“Perhatikan sekitarmu, Harvey. Jika hubungan kalian terendus media, kau tahu akibatnya.”
“Kau yang menjamin aku tak akan terkena masalah kan?” Harvey tersenyum kalem. “Aku belum lupa janjimu.”
“Balas dendammu sangat ekstrim, Harvey. Tapi janji tetaplah janji,” Justin menghela panjang. “Tak akan ada pemberitaan itu di media. Tapi kau harus menyudahi segalanya jika dirasa cukup. Jangan sampai kau terjebak dengan permainanmu sendiri.”
Harvey tertawa. “Kuingat peringatanmu ini, Justin. Dan … terima kasih, Bos. Kau memang yang terbaik.” Ia memilin meninggalkan Justin sendirian karena pasti, bosnya sibuk dengan banyak pekerjaan. Selain Harvey akan melanjutkan sesi latihannya, ia juga butuh menghubungi seseorang.
Begitu ponselnya terhubung, senyum Harvey semakin lebar. “Apa … aku mengganggumu, Paman Bryan?”