Selama satu minggu ini hidupku tak tenang. Berbagai macam rasa bercampur menjadi satu dan hal itu tak mampu aku deskripsikan rasanya. Takut, bimbang, galau dan rasa tidak siap menyelimuti. Sampai pekerjaan pun harus terbengkalai karena aku kurang fokus. Sangat mengejutkan seorang Zima bisa sekacau ini dan semua karena Restu. Beberapa hari yang lalu, lelaki yang mengaku sebagai suamiku itu datang kembali menemuiku. Memaksa membawa beberapa barang pribadi untuk dipindahkan ke rumah baru. Alih-alih aku menyerahkan padanya, justru aku berdalih bahwa aku belum menyiapkan semua. Restu pulang dengan tangan hampa. Selain itu aku juga masih marah padanya karena sikap kurang ajarnya padaku beberapa hari yang lalu. "Aku minta maaf. Sungguh, aku tak ada maksud dan tujuan apapun. Aku hanya iseng saja,