Delapan tahun yang lalu...
Anna memasuki rumah itu dengan hati was-was. Sejak pintu masuk, ia mencium bau alkohol yang menyengat. Anna membenci bau alkohol karena itu menandakan ayah tirinya sedang mabuk-mabukan lagi. Anna tidak ingin pulang, tapi ia harus segera mengerjakan tugas matematika yang dikumpulkan besok. Anna menelan ludahnya dengan ketakutan, lalu membuka pintu kecil di depannya.
Rumah itu gelap. Hari masih siang, matahari masih bersinar terang di luar, tapi rumah itu entah kenapa begitu gelap. Tidak ada cahaya yang masuk, semua lampu dimatikan. Anna mendengar bunyi botol jatuh ketika melihat Adam, ayah tiri duduk di meja makan sambil menatapnya dengan mata sayunya.
"p*****r kecil baru pulang..." lirih Adam dengan senyum jahatnya.
Tangan ayah tirinya itu memegang segelah bir dan di meja ada total lima botol yang sudah terbuka. Anna segera mengalihkan pandangannya ketika mata mereka bertemu. Adam adalah pria berumur 40 tahun yang dinikahi Maharani, ibu Anna satu bulan yang lalu. Anna baru pindah ke rumah itu dua minggu yang lalu. Adam adalah pria yang sangat tampan, dengan rambut panjang dan tubuh kekar yang membuat Maharani jatuh cinta dan segera meninggalkan rumah bordil dua bulan yang lalu.
Anna pikir dengan ibunya menikah, kehidupannya akan membaik. Ia tidak akan dipandang sebagai anak p*****r lagi. Anna selalu menyuruh ibunya untuk menikah dari kecil dan keinginan itu baru terwujud saat Anna berumur delapan belas tahun saat ini. Anna membayangkan kehidupan bahagianya setelah ibunya menikah. Anna akan mempunyai rumah sungguhan, bukan tempat bordil yang dulu ia tinggali. Anna akan memiliki ayah dan membungkam setiap mulut yang menyebutnya anak haram. Anna akan pindah dan memiliki lingkungan baru, hingga tidak ada yang memandang rendah dirinya lagi.
Tapi, semua itu hanya angan-angan Anna. Pria yang dinikahi ibunya itu tidak lebih dari pria berengsek yang sering menyewa ibunya di rumah bordil. Pria itu hanya memanfaatkan tubuh ibunya. Dan jika ibunya tidak ada, pria itu akan mencari kesempatan untuk menggoda Anna. Anna muak dengan pria itu. Anna muak dengan rumah itu. Tapi ia tidak bisa pergi karena ia tidak memiliki apapun.
Dengan terbirit-b***t, Anna segera memasuki kamarnya. Anna mengambil gembok dari tasnya dan segera mengunci pintu kamarnya. Pintu itu sudah rapuh dan Anna yakin hanya dengan satu tendangan pria dewasa, pintu itu akan roboh. Tapi Anna tetap berharap kunci gemboknya dapat melindunginya dari Adam.
Anna melepas tasnya dan membuka buku untuk mengerjakan tugasnya. Anna fokus mengerjakan tugasnya sambil memakan roti kadaluarsa yang ia ambil dari minimarket tempatnya bekerja paruh waktu. Anna bekerja di minimarket itu meskipun gajinya tidak seberapa karena pemiliknya mengatakan Anna bisa mengambil apa saja barang di sana yang sudah kadaluarsa. Dengan bekerja di sana, ia tak perlu khawatir lagi bisa kelaparan karena keluarganya tidak memberinya makan.
Maharani tak pernah memasak di rumah. Setelah berhenti menjadi p*****r, ibunya bekerja sebagai pembantu rumah tangga di keluarga Varagan, pemilik perusahaan besar di kota itu. Maharani selalu pulang telat, ibunya itu baru pulang di atas jam sepuluh malam. Membuat Anna selalu berdua di rumah dengan ayah tirinya. Maharani pulang setelah Anna tidur, dan ia berangkat bekerja sebelum Anna bangun.
Sebenarnya ayahnya juga tidak selalu di rumah. Adam bekerja sebagai sopir taksi. Kadang Adam pulang tengah malam, sering juga ia di rumah seharian. Pria itu selalu membawa banyak botol alkohol ketika pulang dan meminumnya seorang diri. Adam adalah pencandu alkohol. Pecandu berat yang selalu tak sadar apa yang ia lakukan ketika mabuk. Anna sangat membenci Adam. Kadang-kadang, Anna merasa ingin membunuh pria itu.
Ketika Maharani mengenalkan Adam pertama kali kepada Anna, tak ada yang membuatnya tidak menyukai pria itu. Adam sangat tampan dengan senyum tulus kepada Anna. Meskipun gajinya tidak banyak, Adam selalu menyisihkannya untuk membelikan Anna makanan dan pakaian. Maharani dan Anna tinggal di sebelah rumah bordil dan Adam tidak mengetahui bahwa Maharani salah satu p*****r di rumah bordil itu. Seminggu setelah pernikahan mereka, Adam mengetahui fakta itu dari temannya dan sikap pria itu kepada Maharani dan Anna seketika berubah.
Anna sudah mengerjakan setengah dari soal yang diberikan gurunya ketika pintu kamarnya digedor oleh orang dari luar. Tubuh Anna menegang. Anna berniat akan kabur dari rumah itu lewat jendela rumahnya yang terbuka ketika pintu kamarnya roboh dan Adam berjalan cepat untuk mencengkeram tangan Anna.
"Kalian berdua menipuku, p*****r Jalang!" teriak Adam sambil mengacungkan botol kaca di tangan kanannya.
"Adam!" Anna sudah berhenti memanggilnya Ayah dari satu minggu yang lalu. "Lepaskan aku! Kau mabuk! Kau akan menyesali apa yang kau lakukan sekarang!"
"p*****r cilik sialan. Kau sama saja dengan ibumu, kan? Kalian sama-sama p*****r hina yang membodohiku selama ini."
"Aku tidak mengetahui apapun. Jika kau ingin menyalahkan orang, salahkan ibuku! Aku tidak mau ikut campur urusan kalian!" teriak Anna sambil berusaha melepaskan cengkeraman tangan Adam di lengannya.
Pemberontakan Anna semakin membuat Adam bersemangat. Pria itu tertawa sendiri di depan Anna. Pria itu melempar botol minumannya yang sudah habis ke lantai lalu menyentuh wajah Anna dengan tangan kasarnya.
"Kau lebih cantik dari ibumu. Apa kau juga akan menjadi p*****r seperti ibumu?" tanya Adam.
"Lepaskan aku, Berengsek!"
Anna berteriak dengan keras. Berharap tetangganya dapat mendengar teriakannya. Adam semakin mendekatkan tubuhnya ke Anna. Anna mundur sampai pinggangnya menabrak meja belajarnya. Anna merogoh isi tasnya dengan tangannya yang bebas. Anna mengambil sebuah pisau lipat dan menyembunyikannya di punggungnya. Anna membeli pisau itu dari pedagang yang sering berkeliling di kompleks rumahnya. Entah kenapa pisau itu membuat Anna menjadi tenang. Kalau pria di depannya melakukan sesuatu kepadanya, ia akan membunuhnya dengan tangannya sendiri. Anna sudah membayangkan dirinya membunuh Adam berulang kali dalam tidurnya dan hari ini Anna akan mengakhiri semuanya. Hidup Adam, maupun hidupnya sendiri.
"Kalau kau berani mendekatiku selangkah saja, aku akan membunuhmu, Sialan!" racau Anna.
Adam yang mabuk tidak sadar apa yang dibawa Anna. Pria itu mengeluarkan dompet dari saku celananya dan melempar beberapa lembar uang seratus ribuan ke wajah Anna. "Ini uang! Kau mau uang, kan? Aku lupa seorang p*****r tidak akan memberikan tubuhnya tanpa uang. Aku sudah membelimu, jadi sekarang layani aku!"
"Dasar gila!" teriak Anna.
"Kau berani berkata kasar padaku?"
Adam semakin menekan tubuhnya ke Anna. Anna sudah membuka pisau lipatnya dan berniat mengacungkan pisaunya ketika Maharani masuk ke kamarnya. Wanita berusia 37 tahun itu menarik tubuh Adam dari Anna lalu menamparnya berkali-kali.
"Berengsek! Apa yang kau lakukan pada anakku? Aku sudah memperingatimu berkali-kali, tapi kau tak pernah mendengarkanku, kan?" Tubuh Adam roboh di lantai karena terlalu mabuk. "Aku akan membunuhmu dengan tanganku sendiri!" kata Maharani.
Anna menutup pisau lipatnya dan memasukkannya ke tasnya. Anna menarik tubuh Maharani menjauhi Adam. Namun, ibunya itu tetap menendangi tubuh Adam dengan brutal. Akhirnya Anna berteriak sangat keras hingga ibunya menyudahi kegilaannya di kamarnya.
"Kalau kau ingin membunuhnya, jangan di kamarku! Aku tidak mau terlibat masalah kalian!" ucap Anna kepada Maharani yang melihat Adam dengan penuh kebencian.
"Kau tak apa-apa?" tanya Maharani. Membuat Anna berpikir kenapa tiba-tiba Maharani memperhatikannya seperti sekarang. Selama ini ia tidak pernah percaya bahwa Adam mencoba melecehkan anaknya.
"Ini semua salah Ibu! Kalau kau tidak menikahi b******n ini, kalau kau tidak membohongi b******n ini, aku tidak akan hidup di rumah ini dengannya!"
Maharani menampar wajah Anna cukup keras. Airmata Anna turun, ia tidak pernah menangis ketika Adam mengganggunya, tapi siapa yang akan tahan jika ibu kandungnya sendiri menamparnya?
"Kau yang menyuruhku menikah! Kau yang menyuruhku keluar dari rumah bordil itu! Kalau bukan karena anak tidak tahu diri seperti kau, aku masih bisa bekerja di sana dan tidak akan hidup kesusahan seperti ini!" kata Maharani.
"Kau masih ingin menjadi p*****r? Apa kau pernah memiliki harga diri, Bu? Aku tidak ingin mengatakan ini, tapi aku benar-benar menyesal lahir dari ibu seperti kau! Kalau hanya untuk hidup seperti ini, kau tidak perlu melahirkanku!"
"Setidaknya rumah bordil lebih menyenangkan daripada harus menjadi pembantu di keluarga kaya. Kau tahu rasanya menjadi pembantu di rumah besar itu? Mereka bahkan tidak menganggapku sebagai manusia. Kau membuatku memilih hidup seperti ini dan kau sekarang menyalahkanku, Anna?"
Maharani kembali menampar Anna. Kali ini sangat keras hingga bibir Anna berdarah. Anna bisa merasakan darahnya mengalir ke mulutnya yang kering. Anna menatap wanita di depannya dengan mata berkaca-kaca. "Kalau begitu kembalilah! Kembalilah ke rumah bordil itu dan tidurlah dengan pria tua bangkotan setiap malam demi uang recehan yang tak berarti. Pergilah! Aku tidak akan mengikutimu lagi!" ujar Anna.
"Annastasia! Kau tidak bisa hidup sendiri di luar sana. Kau tidak bisa hidup tanpaku. Kau pikir siapa yang membayar sekolahmu? Siapa yang membelikanmu seragam? Apa pria berengsek itu yang menghidupimu selama ini?" Maharani menunjuk Adam yang masih tergeletak tak sadar di lantai. "Aku yang membayar semuanya. Aku bekerja siang dan malam di rumah Varagan sampai tulangku rasanya mati rasa dan sekarang kau ingin pergi meninggalkanku? Jangan pernah berpikir kau bisa meninggalkan tanpa membayarku, Anak Sialan!"
Maharani menendang kaki Adam dengan kesal lalu berkata lagi, "Aku membesarkanmu bukan karena aku peduli atau sayang padamu. Kau hanyalah asetku, Annastasia. Kau adalah alat yang akan memberikan banyak uang untukku. Sebelum itu terjadi, kau tetap harus di sisiku."
Anna tak pernah berharap Maharani menyayanginya selayaknya seorang ibu kepada anaknya, tapi mendengar bahwa ia hanya aset bagi Maharani membuat hati Anna remuk. Apa seorang ibu diperbolehkan mengatakan hal menyakitkan seperti itu kepada anaknya?
"Kalau aku adalah aset, memangnya apa yang ibu berikan padaku sampai sekarang untuk merawat asetmu ini?"
Maharani menyentuh wajah Anna dengan jemarinya. Anna menepis tangan ibunya dari wajahnya dengan pandangan jijik. Maharani tersenyum lebar, "Aku tidak perlu melakukan apapun untuk merawat asetku, Anna. Kau adalah perempuan tercantik yang pernah aku temui. Saat aku muda, banyak pria tampan yang menyewaku di rumah bordil dan aku bersyukur setidaknya mereka tidak merusak gen kecantikanku yang unggul. Kau persis sepertiku saat muda. Kau akan membuat semua laki-laki bertekuk lutur di bawah kakimu, Anna."
Anna menatap tajam Maharani hingga tangannya bergetar menahan amarah, "Kalau kau berpikir aku mau menjadi p*****r sepertimu, kau salah besar. Aku tidak akan mau! Aku lebih baik mati daripada melakukannya!"
"Kata siapa aku menyuruhmu menjadi p*****r?"
"Kata-katamu tidak bisa dipercaya, Maharani!"
Maharani melotot padanya ketika Anna memanggilnya dengan namanya. "Jangan memanggilku seperti itu, Anak Sialan!" Maharani mengeluarkan foto keluarga dari saku celananya. Foto sepasang suami istri dengan anak laki-laki yang terlihat seumuran dengan Anna. "Ini yang harus kau lakukan, Anna. Mencari laki-laki kaya yang bodoh dan membuatnya bertekuk lutut di depanmu. Buat mereka jatuh cinta, lalu mereka akan memberikan apapun yang kau inginkan. Seperti anak di foto ini! Dia adalah sasaran yang sempurna," ujar Maharani dengan senyum liciknya.
Anna melihat laki-laki di foto itu. Laki-laki tampan dengan pakaian bermerek dan kulit putih bersih. Anna mulai tertarik dengan apa yang ibunya katakan. Satu-satunya yang ia punya di dunia ini adalah tubuhnya. Satu-satunya yang membuat Anna percaya diri adalah wajahnya. Jadi kenapa Anna tidak menggunakan itu semua untuk mencapai keinginannya?
Keinginan terbesar Anna adalah keluar dari lingkungan kumuh ini dan tak dipandang rendah lagi oleh orang-orang. Benar, kalau Anna tak bisa mengandalkan Maharani, ia bisa mengandalkan dirinya sendiri. Anna akan melakukan apapun untuk menjadi perempuan sukses yang membuat iri semua orang hanya dengan melihatnya. Tunggu saja, Anna tak akan membiarkan orang lain menginjaknya lagi.