12. Terima Kasih

1637 Kata
Arick melangkah dengan kakinya yang panjang masuk ke dalam Casino miliknya, sementara Alice begitu kesulitan menyusul langkah Arick yang terlalu cepat. Tetapi Alice tidak bisa protes, karena dia tahu itu akan percuma. “Terlalu lambat” sindir Arick menghentikan langkahnya di depan pintu bewarna hitam. “Terus-terus hina saja diriku. Awas nanti suatu saat kau akan memohon ampun padaku” batin Alice kesal sekali. Bagaimana tidak kesal sepanjang perjalanan ada saja ucapan Arick yang membuatnya panas. Mulai dari dibilang ‘wanita bodoh hingga otak udang’. Ceklek “Mohon maaf Mr Furai saya sedikit terlambat” ucap Arick dengan tersenyum. “Menjijikan” ucap Alice pelan ketika melihat senyum Arick. “Anda terlambat 1 jam Arick. Kau tahu waktuku sangat berharga” ucap Mr furai mengetuk jam ditangannya. “Maaf. Sebagai ganti saya akan memberikan diskon 1 jam free di meja nanti malam” ucap Arick. “Oke tawaranmu aku terima” ucap Mr Furai. Arick pun duduk di hadapan Mr Furai dan mereka memulai meetingnya pagi ini. Alice mengikuti perintah Yuqi untuk mencatat semua pembicaraan penting antara Arick dan Mr Furai. Tangan Alice dengan lihai dia gerakkan di atas kertas dan telinganya dia fokuskan untuk mendengarkan pembicaraan dua pria di didepannya. “Mr Furai, seperti ada yang menggangu konsentrasi anda?” tanya Arick yang sejak tadi memperhatikan Mr Furai tidak menatapnya justru menatap kearah lain. “Oh tidak Arick. Ngomong-ngomong kemana Yuqi, kenapa aku tidak melihatnya sejak tadi” ucap Mr Furai sedikit canggung. “Dia sedang ada pekerjaan. Oh, aku hampir lupa ini sekertaris baruku namanya Alice” ucap Arick memperkenalkan Alice. “Alice, gadis yang sangat cantik” ucap Mr Furai dengan berani menatap nakal Alice. “Aku punya tawaran lain Arick” ucap Mr Furai yang masih menatap Alice. “Apa?” tanya Arick. “Kamu tidak perlu memberikanku free 1 jam dimeja. Sepertinya aku tertarik dengan sekertaris barumu ini. Bagaimana kalau malam ini dia menemaniku” ucap Mr Furai dengan nakal. Alice menelan salivanya mendengar penuturan Mr Furai. SUngguh Alice sangat marah sekali mendengarnya. Mr Furai sudah keterlaluan. Rasanya ingin sekali Alice membakar mulut dan mata Mr Furai dengan kekuatan apinya karena berani menghinanya seperti itu. Arick menoleh kepada Alice. Alice pun menatap Alice menggelengkan kepalanya dengan sangat pelan berharap Arick tidak menyetujui ucapan Mr Furai lelaki hidung belang itu. Kali ini Alice benar-benar memohon kepada Arick dengan tatapan matanya. “Baiklah” ucap Arick. “KURANG AJAR KAU ARICK. BASTRAD KALIAN. AKu akan membalas semua ini´ batin Alice sangat marah dan kecewa mendengar ucapan Arick yang dengan mudahnya menyetujui permintaan Mr Furai. “Sudah kuduga” ucap Mr Furai tertawa puas. “Tapi tidak untuk hari ini” ucap Arick tersenyum sinis. “Baiklah besok malam saja” ucap Mr Furai. “Tidak juga” ucap Arick menggelengkan kepalanya. “Ok, Lusa saja” ucap Mr Furai dengan tersenyum genit menatap Alice. “Tidak bisa” ucap Arick menggelengkan kepalamya “Hm. Lalu kapan kau bisa memberikannya padaku?” tanya Mr Furai menatap Arick. “Tunggu sampai aku bosan dengannya. Karena untuk saat ini dan seterusnya dia adalah wanitaku” ucap Arick menarik tangan Alice yang berdiri disampingnya. Alice pun terjatuh ke pangkuan Arick dan Arick langsung melingkarkan tangannya dipinggang Alice. Arick juga menopang dagunya di bahu Alice. Alice hanya terdiam dan terkejut dengan tindakan Arick yang tiba-tiba ini. “Aku kecewa. Padahal aku sudah tidak sabar untuk menjamah setiap lekuk tubuhnya yang indah itu” ucap Mr Furai dengan nada kecewa. Alice membuang pandangannya, dia benar sangat muak dan mau muntah mendengar ucapan kurang ajar Mr Furai. Kalau saja Alice tidak sedang menyamar sudah pasti dia akan mengeluarkan bola api dari tangannya dan membakar wajah Mr Furai itu dengan apinya. “Kau tahu bukan Mr Furai. Semua yang sedang menjadi milikku, aku tidak suka jika ada orang lain yang menyentuhnya” ucap Arick begitu tajam dan merekatkan pelukan tangannya dipinggang Alice. Kali ini Alice merasa muak dengan Arick dan sangat tidak nyaman dengan posisinya. Kalau saja tidak ada Mr Furai di depannya Alice ingin menyikut perut Arick dengan tangannya yang sudah berani memeluknya seperti ini. Tetapi Alice terpaksa diam dan berharap Mr Furai segera pergi dari sini. “Baik-baik. Aku tidak akan berani menyentuhmua kalau wanita ini milikmu. Kalau begitu aku pamit” ucap Mr Furai. “Silahkan” ucap Arick tersenyum. Mr Furai dan asistannya melangkah meninggalkan ruangan rapat, sedangkan Alice masih duduk dipangkuan Arick dengan tangan Arick yang masih melingkar diperutnya. Setelah suara pintu tertutup menandakan Mr Furai sudah pergi, Arick mendorong Alice hingga terjatuh ke lantai. Brruk “Auuuuw” Alice meringis dan terkejut. Arick berdiri dengan santai tanpa merasa berdosa. Dia pun melangkah meninggalkan Alice. “KAU!” pekik Alice kesal. Alice pun berdiri dan menepuk-nepuk tangannya. Alice melangkah cepat menyusul Arick menuju lantai dua. Alice melangkah dengan menatap punggung Arick yang melangkah didepannya, tiba-tiba dia teringat ucapan Yuqi tadi pagi. “Sebenarnya Tuan muda itu sangat baik” Entah kenapa kata-kata Yuqi itu ternginag terus di telinganya, hingga akhirnya Alice menyadari satu hal. Sikap Arick tadi sebenarnya untuk melindunginya dari Mr Furai. Kalau Arick tidak tiba-tiba memeluknya dan mengatakan dia adalah wanita Arick sudah pasti Mr Furai akan terus meminta Alice untuk menemani p****************g itu. Alice tersenyum menatap punggung Alice, tenyata pria ini sudah berbuat baik padanya. Alice pun mempercepat langkahnya agar bisa melangkah disamping Arick. “Terima kasih” ucap Alice pelan ketika sudah sampai di samping Arick. “Dasar wanita, baru seperti itu saja sudah klepek-klepek” sindir Arick. Alice menatap Arick tidak percaya. Padahal dia mengucapkan terima kasih kepada pria itu. “Aku berterima kasih karena kamu sudah menolongku tadi dari p****************g itu” ucap Alice lagi yang masih berusaha menyamai langkah Arick. “Kamu!” ucap Arick mengoreksi ucapan Alice. “Em. Maaf, maksudku Tuan. Terima kasih karena sudah melindungiku tadi dari p****************g itu” ucap Alice mengoreksi ucapannya. Dan kini Alice dengan berani berhenti di depan Arick dan menatap Tuannya dengan tatapan lembutnya yang tulus dan kedua tangannya di satukan di depan d**a. Arick berhenti mau tidak mau dia menatap gadis pelayan yang berdiri di depannya. Dan satu yang baru dia lihat dari pelayannya yang satu ini. Arick merasa tatapan Alice itu berbeda dari biasanya, dan Arick baru pertama kali melihat Alice menatapnya dengan lembut dan tulus, satu kata yang keluar dari mulut Arick. “Cantik” ucap Arick dengan suara yang sangat pelan. “Apa?” tanya Alice yang mendengar suara dari mulut Arick tetapi tidak terdengar jelas. “Dimana softlensmu?” bukannya menjawab Alice berbalik Arick berbalik bertanya. “Em. Maaf, tadi pagi aku cepat-cepat dan lupa memakainya kembali” ucap Alice menunduk. Arick mengeluarkan sesuatu dari kantung jas navynya dan memberikannya kepada Alice. “Pakai ini” ucap Arick. “Softlens lagi” ucap Alice menerima kotak biru. “Iya. Memang kau berharap apa, alat pengaman? Jangan bermimpi ataupun mengkhayal tentangku” ucap Arick dingin dan melangkah melewati Alice. “Aish. Pria itu. Siapa juga yang mengharapkan itu. Memikirkan melakukannya dengamu saja membuatku jijik” ucap Alice kesal dan menghentakkan kakinya kelantai. Di dalam ruangan khusus, Arick sibuk di depan laptopnya. Arick sedang menghitung pemasukkan Casino yang menurutnya ada kejanggalan. Sedangkan Alice sejak tadi mencari cermin, karena dia ingin memakai softlensanya. Alice belum terbiasa memakai softlensa jadi dia harus melihat cermin. “Apa yang kau lakukan sejak tadi?” tanya Arick yang merasa terganggu dengan gerakkan Alice yang bolak-balik sejak masuk ke ruangan ini. “Aku mencari cermin” cicit Alice. “Memangnya aku ini wanita. Ya jelas saja diruanganku tidak ada cermin. Kau berhias juga tidak akan membuatku tertarik” ucap Arick ketus. “Aku bukan mau berhias, tetapi ingin memakai softlensa ini” ucap Alice menunjukkan kotak softlensa yang tadi Arick berikan. “Kemarilah” perintah Arick. Alice dengan menurut melangkah menghampiri Alice. Arick meminta softlensa dan Alice memberikannya. Arick memberikan aba-aba agar Alice berjongkok dihadapannya, dan Alice pun berjongkok. “Jangan bergerak” ucap Arick pelan memajukan tubuhnya kepada Arick. Alice mengangukkan kepalanya dan menatap Arick. Arick membuka kotaknya dan mengeluarkan softlensa, lalu dengan hati-hati Arick Arick memakaikannya di sebelah mata Alice dan mengulanginya untuk mata yang sebelahnya lagi. “Selesai” ucap Arick entah kenapa terdengar begitu lembut ditelinga Alice. Arick pun juga masih terdiam menatap wajah yang hanya berjarak beberapa centi dari wajahnya. Arick juga tidak sadar kalau dia menatap Alice. Hingga akhirnya Arick pula yang menyadari kalau dia terlalu lama menatap Alice, Arick langsung membuang pandangannya dan memundurkan duduknya menjauh dari Alice. “Hubungi Yuqi, tanyakan padanya apa masalah digudang sudah selesai” perintah Arick. “Ba-baik Tuan” ucap Alice entah kenapa dia menjadi gugup sendiri. Alice pun berdiri dan melangkah keluar dari ruangan Arick. Setelah Alice sampai diluar Alice menyandarkan punggungnya di pintu dan memegang dadanya. “Kenapa dengan jantungku?” tanya Alice bingung. Ya, karena sejak beberapa kali dia dan Arick bertatapan dengan intens jantungnya berdebar dengan kencang. “Atau jangan-jangan dia menghipnotisku. Ah, tidak aku tidak boleh sering-sering menatapnya. Sepertinya dia mengetahui kalau aku disuruh oleh ayahnya untuk mematai-matainya. Pasti dia sengaja menghipnotisku” ucap Alice yang masih memegang dadanya. Ketika Alice ingin melanjutkan langkahnya dia kembali bingung. DIa diminta menghubungi Yuqi, tetapi dia tidak mempunyai ponsel, karena semua pelayan di White Yakuza tidak boleh memegang ponsel. Lalu dia juga tidak tahu nomor ponsel Yuqi, jadi bagaimana dia harus mengubungi Yuqi. Ceklek Alice pun terpaksa kembali masuk ke dalam ruangan Alice. Kali ini dia terus berkata di dalam hatinya ‘Jangan menatap matanya’. “Tuan, bagaimana aku menghubungi Yuqi, karena aku tidak mempunyai ponsel dan tidak mengetahui nomor ponsel Yuqi?” tanya Alice menunduk. Arick menghentikkan kegiatannya yang sedang menandatangani berkas-berkas diatas mejanya. “Sudahlah, kamu buatkan aku kopi. Biar aku yang menghubungi Yuqi” ucap Arick dingin. “Baik Tuan” Alice pun berbalik melangkah keluar.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN