Steve dengan chevrolet terbaru nya tadi sudah tiba di depan tempat Agatha menunggu.
==========================
"Hai Agatha!!! Apa kau sudah lama menunggu ku?" Steve menyapa sembari tersenyum manis bercipika cipiki dengan Agatha.
"Tidak lama Steve, hanya beberapa menit saja." Agatha menjawab dengan lembut.
"Ayo naik, kita masih harus menjemput Marlyn lagi di salon Madame Christine."
Steve berkata sembari berlari memutar dan membukakan pintu chevrolet terbarunya untuk Agatha.
Agatha pun masuk ke kursi penumpang bagian belakang setelah menolak duduk di depan dengan Steve.
Gadis itu menolak karena nanti Marlyn akan duduk disana dan ia sangat malas jika harus berpindah-pindah tempat.
Steve pun kemudian mulai melajukan chevrolet nya dengan kecepatan sedang.
Sepanjang perjalanan ia mengagumi kecantikan alami Maha Karya Tangan Tuhan yang di miliki oleh seorang Agatha Stewart.
Mengunakan t-shirt dan hot pant saja Agatha sudah cantik, apalagi saat ia menggunakan gaun berwarna merah darah dengan punggung belakang yang terekspose seperti saat ini.
Steve semakin yakin jika hati seorang Pedro Davinci pasti akan bergetar saat melihat Agatha untuk pertama kalinya.
"Menyetirlah dengan baik dan benar, Steve! Apa kau mau ku laporkan pada Marlyn karena sejak tadi hanya melirik ku saja, hemm?" Agatha terkekeh geli.
"Laporkan saja pada sahabat baik mu itu, Agatha. Aku hanya mengagumi Maha Karya Tangan Tuhan yang ada dalam dirimu." Steve ikut tertawa seperti Agatha.
"Ku rasa Raymon sungguh sangat menyesal karena telah menyia-nyiakan mu dulu." Steve menambahkan ucapannya.
"Aku sedang tak ingin membicarakan pria b******k dari klan Walcott itu, Mr. Amstrong!!!" Agatha memutar bola mata nya jengah.
Steve pun kembali tertawa lepas melihat Agatha yang terlihat sangat membenci Raymon dari kaca spion kecil ditengah mobil nya itu.
Seketika itu juga pikiran Agatha kembali terbawa ke masa tiga tahun lalu dikala ia berkenalan dengan Raymon.
(Flash back on)
Kala itu Ayah Agatha, Mr. Arthur Stewart masih hidup dan masih memimpin pabrik dan juga perkebunan anggur terbesar di kota London.
Mereka sekeluarga sering sekali bermain ke perkebunan anggur yang terdapat dipinggiran kota London.
Ia bermain dengan ketiga adik nya didalam perkebunan mereka dan tak sengaja menabrak Raymon yang saat itu sedang bekerja meneliti batang anggur hitam.
Raymon adalah seorang peneliti yang dipekerjakan oleh Ayah nya khusus untuk meneliti tanaman anggur mereka agar kwalitas buah yang akan diolah menjadi wine tak terkontaminasi dengan banyak bakteri.
Saat manik biru laut Agatha bersibobok dengan manik haselnut Raymon, gadis itu langsung terpana melihat ketampanan nya yang terbungkus dibalik jubah putih khas para peneliti.
Keesokan hari nya, Agatha kembali lagi ke perkebunan anggur setelah pulang kuliah.
Tujuannya jelas tak lain dan tak bukan adalah untuk melihat wajah tampan Raymon yang setiap hari berada disana.
Karena seringnya Agatha pergi kesana dan bertemu dengan Raymon, maka gadis berambut kuning keemasan itu pun memberanikan diri untuk menyatakan perasaan sukanya pada Sang Peneliti.
Tak perlu mengulur waktu terlalu lama, Raymon dan Agatha pun akhirnya menjadi sepasang kekasih.
Hubungan mereka berjalan dengan baik dan lancar tanpa ada konflik yang sulit untuk diselesaikan, bahkan kedua orang tua Agatha pun sudah tau jika anak nya menjalin kasih dengan Raymon.
Kedua orang tua Agatha tak pernah menganggap remeh atau pun membandingkan kasta seseorang yang akan menjadi suami putri mereka.
Akan tetapi hubungan indah dengan restu yang sudah mereka dikantongi itu harus berakhir dengan keputusan sepihak Raymon.
Lelaki itu memutuskan Agatha ketika Gadis itu sedang dirundung duka atas kematian Sang Ayah.
Raymon meninggalkan Agatha setelah Pamannya mengambil alih pabrik dan juga perkebunan anggur yang memang adalah milik keluarga besar Stewart bukan harta pribadi dari mendiang Mr. Arthur Stewart.
Kejujuran Raymon yang mengatakan jika dia adalah seorang Gay dipakainya sebagai alasan untuk tak melanjutkan hubungan mereka berdua.
Keadaan Agatha dan juga Marijen Laode, sang Ibu sangat memprihatinkan mana kala si Paman yang bengis dan serakah itu memperlihatkan surat wasiat palsu yang ia buat pada Pengacara keluarga besar Stewart.
Mau tak mau sang pengacara harus mensah surat palsu itu karena tanda tangan dan juga cap jempol yang tertera disana adalah benar hasil dari jemari tangan Mendiang Ayah Agatha.
Mrs. Marijen Laode harus puas dengan sebuah rumah tua peninggalan Kakek dan Nenek Agatha yang terdapat di pinggir perkebunan dan juga sebidang kebun anggur kecil sebagai harta terakhir setelah dia, Agatha dan juga ketiga anak lain nya dicoret dari hak kepemilikan saham pabrik.
Mirisnya lagi, Agatha bahkan sampai tak ingin melanjutkan kuliah dan berniat mencari pekerjaan demi kelanjutan sekolah ketiga adik-adiknya.
Kesehatan sang Ibu yang tiba-tiba drop setelah beberapa bulan kepergian Ayah nya pun semakin memperkuat tekad Agatha untuk bekerja dan mengumpulkan uang lebih banyak lagi.
Hingga akhirnya sebuah tawaran menggiurkan dengan bekerja sebagai si pemberi pelukan hangat ia terima demi mewujudkan tekadnya itu.
(Flash back off)
"Hey Agatha, what are you thinking about?" Marlyn baru saja mendaratkan b****g nya di kursi chevrolet Steve itu.
Ia melihat sahabatnya itu sedang melamun dan kemudian menegurnya.
"Owh, I'm so sorry. Aku tak tahu jika kau sudah ada, aku hanya teringat Ibu ku saja."
Agatha sedikit berbohong. Dia tak ingin jujur dengan Marlyn jika sejak tadi ia memikirkan semua kehidupan masa lalu dan juga percintaannya yang sempat memasuki ranah kata sempurna.
"Hemmm... Lihat penampilan mu, Agatha! Gaun merah darah itu bahkan semakin membuat mu tampak seperti malaikat dari langit ke tujuh." ucap Marlyn memuji sahabat nya itu.
"Hey, apa kau tulus memuji kecantikan ku? Rasanya kau terdengar seperti menginginkan sesuatu dari ku.
Well, cepat katakan apa yang di inginkan oleh keponakan ku saat ini, heemm?" Agatha sembari tersenyum simpul pada kedua sahabat nya.
"Hahaha... Kau sangat lucu, Agatha. Apakah aku harus meminta sesuatu ketika aku selesai memuji mu?" Marlyn terkekeh membalas ucapan Agatha.
"Seperti yang sudah-sudah, aku selalu tau jika seperti ini maka sudah dapat dipastikan jika kalian merencanakan sesuatu untukku. Benar begitu bukan?" Agatha berkata sedikit sakratis.
Ia merasa jika sahabat karibnya itu sedang merencanakan sesuatu tentang dirinya.
"Come on, dear. Jangan marah-marah, aku hanya berharap kau menemukan seseorang di pesta ulang tahun Steve ini." Marlyn berkata dengan suara yang terdengar tulus.
"Hey, ada apa dengan kalian ini. Tadi steve berkata seperti itu padaku. Sekarang kau pun berucap yang sama sepertinya." Agatha berucap sembari melipat kedua tangan didada.
Gelak tawa pun kembali tercipta di antara Steve dan Marlyn. Lelaki itu kemudian menjawab jika mereka sehati dan sejiwa hingga bisa selalu sama dalam segala hal dan Agatha pun lagi-lagi harus memutar bola mata jengah nya akibat ejekan wanita kesepian secara tak langsung itu.
Dalam hati ia pun berharap agar bisa secepatnya menemukan pengganti si b******k, Raymon.
***
"Kau terlihat sangat tampan dan juga macho, sweetheart." Raymon memuji Pedro Davinci.
Pedro memakai setelan tuxedo lengkap dengan dasi kupu-kupu putih dilehernya.
Hal tersebut memang semakin membuat lelaki Gay itu terlihat sangat mempesona.
Jelas saja hal itu akan semakin membuat seorang Pedro Davinci di kagumi banyak pasang mata, terutama kaum hawa yang belum mengetahui jika dirinya adalah seorang pria penyuka sesama jenis.
"Kau juga tak kalah tampan, darling." Pedro memuji Raymon sembari mencium mesra penuh hasrat pada tengkuk belakang leher lelaki itu.
"Aku sudah rapi, sweetheart.
Apa kau ingin kita memainkan sedikit adegan sebelum pergi ke pesta sahabat mu itu, hemm?"
Raymon bertanya sembari berbalik dan mengalungkan kedua tangannya yang kokoh dileher Pedro.
Lelaki dari klan Davinci itu hanya tertawa kecil melihat wajah Raymon.
"Tidak, darling. Aku akan datang lagi besok, karena setelah pesta malam ini, Mommy meminta ku menemani nya menonton film.
Jadi sudah ku putuskan jika malam ini aku akan pulang dan menginap di Mansion." Pedro berkata sembari mengecup sekilas bibir Raymon.
***
Suasana tempat pesta dengan lampu yang berkerlap kerlip pun menyambut kedatangan Steve, Marlyn dan juga Agatha disana.
"Kakak! Kemana saja, aunty sejak tadi mencari. Bagaimana bisa Tuan pesta malah pergi keluyuran tak jelas seperti ini, apa yang harus ku katakan seandainya tamu sudah berdatangan dan menanyakan keberadaan kakak?"
Shirley berkata seraya bergelayut manja dilengan kokoh Steve.
Marlyn, Agatha dan bahkan Steve pun terlihat speechless dengan tingkah centil Shirley.
Saat pertama kali Marlyn diperkenalkan oleh Adik sepupu Steve itu, Shirley terkenal dingin, tegas dan sangat jaim.
Bahkan untuk kesekian kalinya bertemu pun, sifat tadi tetap saja melekat pada diri Shirley.
Akan tetapi Marlyn kini merasa sangat heran dengan tingkah laku Shirley yang seolah berubah drastis itu.
Marlyn juga merasakan kilatan kekesalan terlihat dari manik mata hazelnut Shirley padanya.
Hal itu tentu saja semakin membuat Marlyn Lewis, anak sang konglomerat itu bertanya mengapa Shirley kesal pada nya?
"Sayang, ayo kita masuk?
Mommy mungkin sudah menunggu kita di dalam.
Kau juga Agatha, ayo masuk?" Steve mengaja mereka masuk dan membuyarkan lamunan Marlyn.
Lelaki itu lalu melepas tangan Shirley dari lengannya kemudian secepat kilat meraih jemari Marlyn dan membawa masuk ke dalam.
Shirley yang melihat hal itu pun menjadi kesal dan berang. Ia tak ingin Kakak kesayangannya bertunangan dengan Marlyn Lewis yang selama ini ia pikir adalah sahabat Steve.
"Awas saja kau, Marlyn!!!
Aku sudah menyiapkan sebuah kejutan untuk mu. Sebentar lagi, kau akan menerimanya dan setelah itu aku yakin kau tidak akan pernah bisa lagi berdekatan dengan Kakakku meskipun saat ini kau sedang mengandung anaknya." Shirley bergumam dalam hati sembari tersenyum smirk.
Agatha yang melihat senyum jahat Shirley pun berpikir cepat. Gadis bersurai kuning emas itu kemudian bertekad untuk selalu mengawasi semua gerak gerik Shirley.
Ia yakin jika Shirley yang licik itu sedang merencanakan sesuatu untuk membuat Marlyn celaka.
***
Sebuah Maybach Exelero metalic tiba dipelataran parkir sebuah Mansion mewah bergaya klasik modern milik keluarga Amstrong.
Dari dalam mobil mewah tersebut keluar dua orang lelaki tampan dan sensual yang salah satu nya sudah tak asing lagi dikalangan kaum sosialita London.
Pedro Davinci dan Raymon Walcott kemudian masuk ke dalam Mansion tersebut dengan langkah kelaki-lakian mereka.
Keduanya berjalan melewati banyak tamu undangan yang rata-rata didominasi oleh kaum hawa.
Mereka jelas merupakan sahabat dari Mrs. Carla Amstrong dan juga beberapa lain nya adalah sahabat, kerabat atau pun kenalan dari Marlyn Lewis.
Kekasih hati Steve itu sengaja mengundang banyak tamu undangan untuk datang ke pesta ulang tahun Steve.
Hal itu karena, ia ingin menunjukkan kepada seluruh tamu yang ia undang itu jika saat ini dirinya tengah mengandung anak dari Steve Amstrong.
Dengan begitu, jelas saja para tamu yang ia undang tadi akan bercerita tentang kehamilannya dari mulut ke mulut.
Dia berharap jika salah satu telinga yang mendengar berita bahagia itu adalah telinga milik Ayahnya, Charles Lewis.
"Hai sayang!!! Apa yang kau tertawakan sejak tadi, hemm?" ucap Steve bertanya pada Kekasihnya.
"Yang jelas aku tidak sedang menertawakan mu, sayang.
Aku hanya tak percaya saja jika saat ini diriku tengah mengandung buah cinta kita."
Marlyn berkata seraya mengalungkan kedua tangan manjanya dibahu Steve.
"Apa ada pria lain yang memasuki mu hingga kau tak percaya jika anak itu adalah anak ku?" Steve berkata dengan kata-kata yang sedikit mengejek.
"Aku rasa Ayah dari bayiku ini mungkin saja sudah sedikit tak waras." Marlyn berujar sinis kemudian melengos pergi dari hadapan calon Suaminya itu.
Steve pun kembali terkekeh melihat wajah cemberut Marlyn yang pergi menghampiri Ibu nya dan Agatha.
Saat Steve Amstrong hendak membalikkan tubuh untuk bersiap membuka acara pesta ulang tahun sekaligus pertunangan mereka itu, seseorang tiba-tiba saja muncul dari kejauhan dan memanggil namanya.
Steve yang sudah sangat mengenal suara orang yang meneriaki namanya itu pun dengan cepat membalikkan badan atletisnya.
"Pedro Davinci! Apa kabar mu, brotha? Kita masih tinggal satu kota tapi untuk berjumpa dengan mu saja, aku harus membuat janji temu dulu.
Cih... Kau bahkan sudah seperti seorang Pangeran Charles yang sudah untuk ditemui, Pedro!!!" Steve berkata seraya merangkul erat sahabat baiknya itu.
Yah, Pedro Davinci adalah seorang Mafia perjudian yang sangat terkenal di kota London, selain itu ia juga harus meneruskan perusahaan milik Mendiang Ayahnya yang bergerak dibidang real estate itu.
Karena bergerak di bidang yang sama, maka Steve pun berniat untuk menemui Pedro guna membahas banyak hal.
"Mengapa kau tak menelpon ku saja jika ingin membicarakan sesuatu? Dengan begitu kau tak perlu sibuk berhadapan dengan sekretaris ku. Aku akan dengan senang hati menemui mu, brotha." Pedro membalas ucapan Steve sembari melepas pelukan hangat mereka.
"Aku kebetulan sedang makan dengan client ku di depan kantor mu, Pedro.
Setelah selesai ku pikir ada baiknya aku pergi menemui mu sekaligus membicarakan tentang rencana pernikahan ku dengan Marlyn.
Akan tetapi sekertaris itu seperti sedang mencemburui ku saja. Ia bertanya sebegitu detail tentang keperluan ku datang menemui mu." Steve menggerutu kesal.
"Hahaha... Aku tak tahu jika Lucy sampe bisa begitu kurang ajar padamu, Steve. Akan tetapi mungkin saja Kekasih ku yang menyuruhnya menginterogasi setiap tamu yang datang menemui ku karena ia bekerja sebagai personal assisten ku." Pedro menjelaskan semuanya pada Steve Amstrong, sahabat karibnya itu.
"Kekasih mu? Personal assistant? Wah... Jika begitu kalian setiap hari bisa bertemu dan jug..." ucapan Steve tiba-tiba saja terpotong oleh sapaan seorang pria pada Pedro.
"Hai, honey! Kau disini rupanya. Aku sampai harus mencari mu kemana-mana tadi." Raymon berkata seraya merangkul pundak Pedro mesra.
Steve melihat wajah kekasih Pedro yang merangkap personal. assistent nya itu dengam sangat detail.
Ia seperti pernah bertemu dengan lelaki bertubuh tegap itu entah dimana.
Akan tetapi saat Marlyn datang menghampiri para lelaki itu dengan membawa Agatha yang sedang ingin mencicipi sepiring pancake madu dan strawberry, barulah Steve menyadari siapa pria itu.
Hal itu karena Agatha Stewart yang kala itu tidak dapat menyembunyikan rasa terkejut nya langsung menjatuhkan gelas berisi margarita hingga pecah dan berhamburan dilantai.
"Rayyy....mo...nnn..." Agatha berkata dengan terbata-bata sedetik setelah gelas berisi Margarita itu jatuh ke lantai.
Raymon pun langsung membulatkan kedua bola matanya dan terkejut melihat Agatha yang juga ada didalam pesta ulang tahun tersebut.
Lelaki itu bahkan sampai melepaskan rangkulan tangan nya tadi.
Ia sedikit takjub dengan penampilan dan wajah Agatha yang terlihat sedikit berbeda dari beberapa bulan lalu.
Tentu saja berubah yang di maksud pria Gay itu adalah berubah menjadi lebih cantik dari sebelumnya.
Untuk membenarkan pemikiran dalam otaknya, Raymon pun melihat ke arah Pedro Davinci yang berdiri mematung tak bergeming dengan pandangan mata memuja seorang Agatha Stewart.
Marlyn yang geram melihat tingkah Raymon pun ingin segera membawa Agatha menyingkir dari tempat itu.
Namun Steve segera mencegah kekasihnya dan dengan sengaja memperkenalkan Agatha pada Pedro yang sedari tadi hanya diam seribu bahasa memandangi Miss Stewart itu.
"Pedro, perkenalkan! Ini Agatha Stewart, sahabat ku dan tentu saja sahabat terbaik dari calon isteri ku yang cantik ini." Steve berkata seraya mengerlingkan sebelah matanya pada Marlyn.
Ia berusaha menjalankan niatnya untuk membuat Pedro Davinci terpesona dengan kecantikan alami Agatha Stewart.
Pedro pun segera menjabat telapak tangan Agatha dengan secepat kilat mana kala Gadis bergaun merah darah itu mengulurkannya.
"Hai... Pedro... Egh, namaku Pedro Davinci!!!" lelaki itu berkata dengan kegugupan yang sangat terlihat oleh semua pasang mata disekitarnya.
"Egh, Hai juga pedro. Aku Agatha Stewart. Senang bisa berkenalan dengan mu." Agatha membalas uluran tangan Pedro lalu tersenyum dengan sangat manis.
Lelaki dari Klan Davinci itu tidak heran mengapa Steve dan Marlyn tidak memperkenalkan Agatha pada Raymon.
Karena saat Agatha menjatuhkan gelas Margaritanya tadi, ia sempat mendengar gadis itu menyebutkan nama Raymon dengan sikap keterkejutannya.
Sehingga dalam hati Pedro bertanya-tanya apakah mereka berdua sudah saling mengenal satu sama lain? Atau?
Tapi semua pertanyaan itu lantas ia tepiskan dari otaknya karena memandang wajah cantik Agatha ternyata lebih menarik ketimbang memikirkan hal-hal lain.
Steve dan Marlyn pun semakin tergelak tawa saat Pedro sangat intens menatap manik biru laut milik Agatha dengan telapak tangan keduanya yang masih saling bersalaman.
"s**t!!! Apa-apa ini?
Aku harus menghentikan sikap menjijikan Pedro ini. Jika pun ia nanti menikah dengan seorang wanita, maka itu bukan lah Agatha Stewart. Aku lah yang akan menikahinya demi menutupi status Gay ku ini." gumam Raymon dalam hati.
Bersamaan dengan itu juga kedua telapak tangan tadi terlepaskan mana kala seorang Master of Ceremony meminta Steve dan Marlyn untuk naik ke atas panggung acara.
Sayang seribu sayang, saat Marlyn hendak memihak kan langkah ke tiganya pada gundukan anak tangga di panggung tersebut, lampu sorot yang berada tepat dibawah kepala perempuan hamil itu pun melesat turun kebawah.
Jatuhnya lampu sorot yang adalah perbuatan dari seorang suruhan Shirley itu pun jatuh kebawah dan mengenai tengkuk kepala seseorang hingga membuat orang tersebut langsung jatuh pingsan.
Akan tetapi orang yang ditargetkan oleh Shirley saat itu berbeda dengan si korban, karena Steve Amstrong lah penyelamatnya.
Sontak saja pesta ulang tahun dan juga pertunangan yang digadang-gadangkan oleh keluarga Amstrong itu berubah total dari rencana semula, bahkan tukar cincin pun belum sempat terjadi.
Shirley sangat ketakutan saat itu, ia tak tahu harus berkata apa lagi sekarang. Bahkan saat lampu sorot yang berat itu terjatuh, suara teriakan Shirley paling histeris menggema diantara semuanya.
***
"Tenanglah, dear. Jika kau terus seperti ini, maka hal itu sangat berbahaya bagi janin dalam kandungan mu." ucap Agatha mengingatkan Marlyn.
Ia berkata seperti itu karena sebelum Ayah nya meninggal, Agatha adalah seorang Mahasiswi kedokteran di University College London.
"Aku tidak bisa diam, Agatha!
Aku bisa gila jika Steve sampai pergi meninggalkan kami berdua." Marlyn berurai air mata sembari mengusap perut yang masih terlihat datar itu.
Agatha pun membawa Marlyn masuk kedalam pelukan nya dan semua hal itu pun tak lepas dari pengamatan ekor mata Pedro yang terus melirik Gadis cantik dari klan Stewart melalui kaca spion kecil ditengah Maybach Exelaro terbaru itu.
Yah, Pedro yang panik saat di tempat pesta tadi dengan sigap membawa kedua gadis cantik itu kedalam mobil nya mana kala ambulance yang membawa tubuh Steve sudah terisi penuh oleh Luis dan Carla Amstrong dan juga Shirley Murray.
Sampai-sampai ia melupakan Raymon yang saat kejadian berlangsung, sedang berada di dalam toilet.
"Agatha sangat cantik!!!
Manik mata biru lautnya yang teduh bahkan mampu membuat debaran jantung ku berlari kencang. Surai panjang kuning keemasannya terurai indah dan mampu membangunkan kelaki-lakian ku ini.
Egh, tunggu dulu!
Bangun! Apa aku tak salah?
Ereksi ini terjadi karena seorang gadis?" gumam Pedro dalam hati seraya menginjak keras pedal rem di Mobilnya.
Terang saja hal itu membuat kedua gadis cantik tadi semakin berpelukan erat.
"Ma...maafkan aku! Ada seekor anjing di depan yang menyeberang jalan. Aku akan lebih berhati-hati lagi." Pedro berucap dengan salah tingkah.
"Anjing?" ucap kedua gadis itu bersamaan.
Dalam hati Pedro merutuki jawaban asalnya. Bagaimana bisa ada seekor anjing dijalan yang bersebelahan dengan jalur pink?
Jalur pink itu adalah jalur bebas hambatan yang dibuat pemerintah London untuk para pengemudi wanita dan tentu saja tak ada satu binatang pun yang bisa lewat disana.
Namun karena dalam keadaan urgent, Pedro Davinci memilih nekat untuk melewati jalur khusus tersebut.
"Agatha Stewart! Jika aku harus menikah dengan seorang wanita, maka akan ku buat nasib hidup mu bersama dengan ku selamanya, cantik!" gumam Pedro Davinci untuk kedua kalinya.