7 || Laporan Kelinci Aca

1004 Kata
Namanya Alisya Leonidas, dia lahir dari wanita yang sangat dicintai papanya, hingga sosok mama tak pernah terganti, sekalinya terbujuk agar papa menikah lagi dan itu dengan Mama Venus--dulu--rupanya semesta tidak merestui. Konon, Alisya mirip mama. Papa bilang, Ica ini memiliki raut cantik yang tidak membosankan. Karena itu, dia bahkan mewarisi ukuran tubuh yang tidak tinggi seperti mama. Namun, tidak apa-apa. Dengan begini dia jadi kelihatan lebih muda dari usia aslinya. Toh, masih umur berapa, sih, sekarang? Delapan belas tahun. Alisya juga sosok yang ceria, tetapi sayang kelemahannya adalah berbaur, bahkan sulit beradaptasi. Kenangan zaman kids dulu membuatnya semakin kesulitan di bidang itu, hingga sosok cerianya berganti pendiam dan tak mudah didekati di mata orang-orang yang se-SMP atau bahkan se-SMA dengannya, kecuali Bumi, Mars, dan Angkasa. Harusnya. Mereka pengecualian. Tak peduli selama tiga tahun lebih pernah berjauhan tanpa kabar dan komunikasi. Sempat terlintas akan menjadi canggung bila dewasa kini bertemu kembali. Namun, rupanya tidak begitu. Hanya saja, memang jadi ada yang berubah. Bumi, misalnya. Alih-alih canggung, Bumi bahkan seperti sosok yang begitu asing. Dan, Alisya .... "Lo tau, kan, cewek yang suka ngintilin si Aca?" "Ica?" "Iya, itulah. Entah kenapa sejak kelas sepuluh, gue nggak suka banget tu orang." "Yeah, banyak yang ngerasa gitu, gak, sih? Makanya sekarang pada muncul, tuh, orang-orang yang gak tahan sama dia. Laras dan kawan-kawan contohnya." "Pada akhirnya, Laras yang pernah temenan sama dia aja gedek, kan?" "Eh, denger-denger itu karena si Ica ini yang bikin Laras putus sama Bumi. Bener-bener putus." "Wow. Wajarlah, patut dikasih pelajaran. Sebatas siram pake air jus doang mah kurang. Minimal kurung di gudang." Sambil terkekeh. "Susah, anjrot. Ada pawangnya. Terakhir kali pas udah kena siram, Ica jadi ekornya Aca terus selain pas di kelas. Ke mana-mana bareng terus." "Ah, Aca ... padahal Mars aja udah sampe batasnya, udah gak tahan. Jujurly, gue seneng banget pas liat Mars yang biasa deketin Ica aja, tuh, udah anti sekarang." "Iya, njir. Padahal si Ica keliatan kayak orang bener, tapi ... ya ... taulah." Sambil mengedikkan bahu, lalu menyedot es teh di meja kantin. Adalah obrolan pada sebuah kubu yang memang memiliki penilaian seperti itu terhadap sosok Alisya. Di mana kini, orang yang mereka bicarakan memang ke mana-mana selalu dibersamai oleh Angkasa. Lihat saja di sana. "Ca, aku udah nggak pa-pa, lho. Udah nggak ada yang jail lagi sama aku, jadi kamu latihan basket aja sana! Aku nggak mau, ya, nanti kalo pas turnamen kamu kalah dan itu gara-gara lebih sering nemenin aku daripada latihan," seloroh Alisya. Yang pada kenyataannya, bukan Alisya yang mengekor, melainkan Angkasa yang memutuskan untuk mengintil ke mana pun Alisya pergi. Caranya? Angkasa punya banyak teman yang bisa dia mintai tolong, misal buat memberi laporan padanya tentang keberanjakan Alisya dari kelas. Begitu dapat chat: [Lapor, kelinci keluar.] Dari mana saja, teman yang memang dari kelas mana pun, bahkan Angkasa membuat grup "Laporan Kelinci Aca" di situ. Well, kelinci adalah inisial nama pengganti dari Alisya. Tentu, mereka mau repot-repot begitu karena ada harga yang Angkasa bayar. Demi siapa? Alisya. Sahabatnya. Oh, anak Om Leo. [Arah kantin, laporan selesai.] Di situlah Angkasa mencegat Alisya, lalu dia berjalan beriringan dengan perempuan satu itu. Makanya, sekarang Aca dan Ica ada di sini. "Santai, Ca. Pulang sekolah, pas kamu di rumah, aku latihan, kok." "Oh, ya udah. Makasih kalo gitu." Ya, seperti itu. Di sisi lain, Mars yang justru jadi jarang terlihat di sekolah. Katanya, dia sudah mulai ikut-ikut audisi bermusik, menyanyi pula. Mars betul-betul telah memutuskan untuk fokus pada kebolehannya, karena apa? Dia bahkan sudah merampungkan lagu ciptaan sendiri tentang patah hatinya terhadap Alisya. Sementara, Bumi? Dia si pawang perpustakaan. Bila tak menemukannya di kelas atau kantin, maka Bumi ada di sana. Karena halaman belakang sekolah yang biasa dia duduk di bawah pohon rindang sambil baca buku, sudah bukan tempat yang nyaman lagi. Dulu, kalau kencan dengan Laras, Bumi di situ. Ah, ya, tentang Bumi dan Laras ... kapan hari mereka ketemuan di sana. Laras yang minta, Bumi datang saja. Saat itu Laras bilang, "Kamu berubah, Mbum." Alis Bumi naik sebelah. "Udah nggak kayak dulu lagi." Laras melanjutkan. "Mana perhatiannya? Mana sayangnya? Nggak ada. Aku udah nggak merasakan itu lagi. Kamu bener-bener berubah." Well .... "Perhatian yang kayak gimana yang kamu maksud?" Sorot mata Laras memancarkan kekesalan di sana. "Pokoknya, kamu beda! Apa ini gara-gara temen-temen aku yang nggak sengaja nyiram Alisya di kantin? Tapi itu, kan, bukan aku! Dan bukan karena aku yang suruh. Toh, mereka udah bilang nggak sengaja, udah minta maaf juga." Bumi kedapatan menghela napasnya. "Sejak saat itu, aku ngerasain banget perbedaan kamu, Mbum." Di bawah pohon rindang halaman belakang sekolah .... "Ras." Bumi bicara. "Kita putus aja." Oh, well .... "Bumi?" Tentu, Laras tersentak. "Bilang apa tadi?" "Putus." Dengan raut datarnya. Sebetulnya, selama menjadi pacar Bumi, lelaki itu memang begini-begini saja ekspresinya. Adapun perubahan, senyuman, itu sangat jarang. "Aku ngajak kamu ke sini bukan buat itu. Dan aku nggak mau!" "Ya sudah." Bumi melihat jam tangannya. "Sudah, ya? Bel masuk bentar lagi bunyi." "Bumi! Kita nggak putus, ya. Aku nggak acc!" Yang tak digubris, Bumi berlalu. Di situ, Laras mengepalkan tangannya. Dari sanalah dia menandai sosok bernama Alisya. Tadinya, Laras betul tidak ikut-ikutan teman yang berani menyiram jus ke Alisya, tetapi sekarang ... entahlah. Sekadar informasi, kawan-kawan Laras melakukan itu di setelah mereka mendengar cerita bahwa Alisya secara terang-terangan mengejar Bumi di kala hubungan Laras dan Bumi sedang backstreet. Ugh. Alisya .... Kala bel masuk sebentar lagi bunyi, Angkasa sudah dadah-dadah dengan dibubuhi dua jari yang menunjuk mata Alisya, lalu diarahkan ke mata sendiri seolah mengandung arti: Kamu, aku liatin. Mereka pun berpisah. Angkasa menuju kelasnya, sedangkan Alisya ... belok sebentar ke perpus. Ada buku yang ingin dia baca. Dan, di pintu masuk itu .... Alisya tersentak berhenti, juga Bumi yang menjeda langkah panjangnya. Mereka bersinggungan. Sorot mata itu dan sorot mata ini ... Bumi yang menunduk, lalu Alisya mendongak, bertemu. Satu hal yang pasti, ada jantung yang berdetak tidak biasa di sini. Alisya berdeham. Bumi lantas mundur dua langkah, mempersilakan Alisya masuk. Kemudian setelah itu, Alisya berlalu. Sedangkan, Bumi tetap di situ.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN