Avgld 1

3685 Kata
“Eh Nak Diego, ada perlu apa?” “Saya mau ganti password pintu apartemen pak.” Jawab seorang gadis di samping lelaki yang dipanggil Diego itu. “Boleh neng, mau sekarang?” “Iya, sekarang saja pak Doni.” Sahut Diego. “Baik.” Diego dan gadis di sampingnya berjalan terlebih dahulu, dan diikuti oleh Doni.   Sesampainya di depan pintu apartemen ...   “Loh, ini kan apartemen Nak Diego ya? Yang katanya sering banget ganti password?” Tanya Doni melihat Diego. Diego tersenyum samar seraya mengangguk, “Iya pak, sekarang saya mau ganti lagi.” Sahut Diego, “seminggu lagi mama saya pulang dari Jepang, jadi saya harus ganti passwordnya pak.” “Ah iya iya.” Angguk Doni. “Bapak baru di sini?” Tanya Diego . “Iya, saya menggantikan Danu yang sedang ambil libur.” “Oh iya.” Angguk Diego. “Silahkan masukkan enam digit angka.” “Sama kamu aja, aku udah bingung mau pakai password apa lagi.” Titah Diego kepada gadis di sebelahnya “Hm.” Sahut gadis itu mulai menekan passwornya.  ‘tit ... tit ... tit ... tit ... tit ... tit’ “Adiknya ya?” Tanya Doni seraya memperhatikan perempuan di samping Diego. Mendengar pertanyaan itu, membuat Diego mendengus kesal. Sementara, gadis di sampingnya malah terkikik mendengarnya. “Bukan.” Sahut Diego, “dia pacar saya.” Lanjut Diego. “Oalah, saya kira adiknya hehe.” “Hm.” Sahut Diego,  “sekalian pasang sidik jarinya juga ya pak.” Ujar Diego. “Siap, silahkan.” Ujar Doni , “Selesai.” “Makasih ya pak.” Ucap Diego. “Iya nak, kalau begitu bapak pamit dulu ya.” “Iya pak .” Sahut gadis itu.   Setelah kepergian Doni, Diego menghela nafasnya kasar sembari membuka pintu apartemen.   “Emangnya kelihatan banget ya, kalo aku lebih tua dari kamu?” Tanya Diego kesal. “Banget, haha.” Tawa gadis itu pecah, “pantes aja mereka ngira aku adik kamu, orang aku masih pake seragam SMA sedangkan kamu pakai jas kerja.” Diego langsung menatap dirinya di cermin, menatap gadis yang tengah duduk di sofa kemudian mengangguk - nganggukkan kepalanya. “Ish, aku gak tua banget kok.” Gerutu Diego di depan cermin. “Ck, udah deh ah. Passwordnya tadi enam digit nomor ponsel aku.” Sahut gadis itu pada Diego. “Oke, aku tahu.” Sahut Diego duduk disofa tepatnya di samping pacarnya.   Dua puluh menit kemudian ...   “Kak.” Panggil gadis itu sembari berdiri menatap lelaki di sampingnya dengan raut wajah kesal. “Hm.” Sahut lelaki itu. “Kak ih berhenti dulu main game nya, aku mau ingetin sesuatu.” “Iya sok aja, mau ingetin apa?” “Stop dulu kak.” Lelaki itu masih sibuk memainkan kedua ibu jarinya di layar ponsel, “Sebentar, nanggung nih.” Ujar lelaki itu. “Astagaaaaaa, kak Galdin!” Kesal gadis itu. “Kenapa Avi?” Sahut lelaki yang dipanggil Galdin oleh Avi. “Lihat Avi.” Pinta Avi sembari merebut ponsel milik Galdin. “Avitha Cecillia Haas.” Geram Galdin kembali merebut ponsel miliknya dari tangan Avi, “tunggu sebentar, aku beresin dulu mainnya.” Lanjut Galdin dengan lembut. “Dih serem, biasanya juga gak pernah manggil nama lengkap.” Cibir Avi, “dasar tuan Diego yang  pemarah.” “Aku gak marah, mana bisa aku marah.” Cengir Galdin.  “Hm... pokoknya Avi aja yang marah sama kamu.” Gerutu Avi cemberut, “ck, harusnya tadi tuh Avi gak usah ke sini. Mending diem aja di rumah, nonton drama korea di TV dari pada ke sini tapi malah dicuekin.” Lanjut Avi mengoceh sendiri. Mendengar gerutuan Avi, membuat Galdin menghela nafas kasar kemudian dia melempar ponselnya ke sembarang arah lalu menarik untuk duduk di atas pangkuannya. Galdin mengusap rambut Avi pelan, “Tadi mau ingetin apa hm?” Tanya Galdin. “Gak jadi.” Ketus Avi sembari turun dari pangkuan Galdin dan duduk di samping lelaki itu. “Kok gitu?” Avi  menekan tombol power pada remot dengan kasar dan mengarahkannya ke arah TV, “Gak tahu, kesel.”  “Yah, pacarku marah.” Ejek Galdin sembari membaringkan kepalanya di atas paha Avi. Avi menutupi wajah Galdin yang sedang menatapnya dari bawah menggunakan bantal, “gak usah sok imut, udah tua juga.” Sinis Avi. “Aku belum tua ya yang, aku baru kepala dua tahun kemarin – kemarin nya lagi.” Protes Galdin merebut bantal itu kemudian membuangnya. “Tetep aja kamu tua, wlee.” Ejek Avi, “Avi mah baru sweet seventeen kan.” Lanjut Avi girang. “Hng, iya deh yang udah tua ngalah aja.” Pasrah Gadin. Senyum Avi mengembang, “akhirnya ... Avi bisa menang juga lawan kakak.” Seru Avi senang, “biasanya kan tiap kakak ngomong, Avi langsung diem wkwkwkwk.” “Hm, hari ini aku lagi gak mood buat ngomong yang – oh iya tadi mau ngomong apa?” Tanya Galdin. Avi menepuk jidatnya, “ah iya.” “Apa?” “Kalo abis pulang kerja sama kuliah itu ... Avi suka suruh apa?” Tanya Avi. “Apa?” Tanya Galdin balik. “Kok malah nanya balik sih.” “Iya, apa ya?” Ungkap Galdin sembari mengingat – ngingat. ‘TAK’ Avi menyentil kening Galdin dengan jari telunjuknya, “apa – apa.” Gerutu Avi kesal, “kalo pulang dari luar tuh mandi dulu, kalo gak sempet ya ganti bajunya aja baru maen game.” Omel Avi  langsung mengusap jidat Galdin. “Nanti ah.” Sahut Galdin menimpali Avi. “Gak ada nanti – nanti, sekarang.” Titah Avi. Bukannya bangun, Galdin malah membenamkan wajahnya pada perut Avi. “Nanti aja.” “Gak, kakak suka asyik main game terus nantinya ketiduran.” Ketus Avi, “awas ah, kakak udah bikin Avi bete dua kali hari ini.” Lanjut Avi seraya mendorong tubuh Galdin, namun gagal karena Galdin malah memeluk erat pinggangnya. “Gak akan, aku gak akan tidur sebelum ganti baju kok.” “Heh, emangnya kita baru kenal ha?” ketus Avi, “Avi udah kenal kakak dari tiga tahun yang lalu, jadi Avi tahu betul kebiasaan – kebiasaan yang sering kakak lakuin.” “Oh ya?” Avi mengangguk, “iya, bahkan Avi udah tahu isi pikiran kakak semua.” Oceh Avi. Galdin tersenyum miring sembari menatap Avi dari bawah, “Apa coba?”  Tanya Galdin seraya menurunkan pandangannya pada bibir pink milik Avi. Melihat Galdin yang fokus pada bibirnya membuat Avi mendelik kesal, “tuh kan.” Ketus Avi seraya mencomot bibir Galdin yang dikerucutkan oleh lelaki itu. ‘BRUK’ “Argh.” Ringis Galdin seraya mengusap punggungnya karena Avi dengan tega mendorongnya. “Dasar mesum.” Ketus Avi bangun kemudian berjalan menuju lemari pakaian. “Aduh punggung nya sakit.” Rajuk Galdin mencari perhatian Avi yang sedang sibuk memilih pakaian di dalam lemarinya. “Gak usah lebay!” “Awshh.” Ringis Avi sembari megusap lehernya. “Kenapa?” “Lihat deh, merah gak? Kayaknya digigit semut barusan.” Ujar Avi. “Iya yang, merah.” Angguk Galdin sembari mengusap – ngusap bagian leher Avi yang merah. “Ish, udah sana mandi.” Suruh Avi, “atau Avi pulang nih.” Galdin langsung berdiri begitu mendengar ancaman Avi, “Jangan pulang.” Pinta Galdin sembari melangkah menuju kamar mandi. ‘BRAK’ “Sialan.” Umpat Galdin karena tak sengaja menutup pintu terlalu keras, “satu ... dua ... tiga.” Ucap Galdin menghitung. “GALDINO DIEGO FIENCHER! KAMU MARAH SAMA AKU IYA? KAMU MARAH GARA - GARA AKU SURUH KAMU MANDI HAH? KALO MARAH KE SINI BILANG, JANGAN MALAH BANTING PINTU. DASAR COWOK!” Teriak Avi memaki Galdin. “Nah kan.” Pasrah Galdin. ‘CKLK’ Pintu kembali terbuka menampakkan Galdin dengan rambut berantakan, “enggak yang, aku enggak sengaja nutupnya kekencengan.” Cengir Galdin hendak menghampiri Avi. “Masuk lagi, atau aku pulang.” Ketus Avi. Galdin mengangguk pelan, “aku mandi dulu, jangan ke mana - mana.” Cicit Galdin kemudian menutup pintu. “Nah, harus di ancam dulu baru gerak.” Geleng Avi melihat pintu tertutup. Selagi Galdin di kamar mandi, sudah menjadi kebiasaan Avi menyiapkan pakaian untuk Galdin yang sudah dua tahun lamanya menjadi kekasihnya. Jika Avi sedang berada di rumah Galdin, pasti dia akan selalu menyiapkan segala keperluan untuk kekasihnya itu. Avitha Cecillia Haas, dia lahir di Kanada namun sejak SMP dia tinggal di Indonesia bersama kedua kakak lelakinya di rumah neneknya. Kedua orang tuanya tinggal di Kanada dan mempunyai perusahaan di sana, mereka sangat sibuk bekerja sehingga ketiga anaknya memilih untuk tinggal di Indonesia bersama nenek mereka dan mereka berdua fokus dalam bisnisnya. Setelah selesai menyiapkan pakaian untuk Galdin, Avi melirik ke sekeliling kamar. “Ck, kamar cowok ganteng, rapih, idaman cewek kok berantakan gini sih.” Gerutu Avi sembari memunguti pakaian kotor yang berceceran di mana – mana. Setiap tiga minggu sekali biasanya Galdin akan meminta salah satu asisten di rumah orang tuanya untuk membereskan apartemennya, namun sepertinya Galdin terlalu sibuk sampai dia lupa untuk menelpon asisten rumahnya. “Hadeuh, jorok.” Gidik Avi mengangkat celana dalam kotor kemudian memasukkannya ke dalam keranjang. Avi membawa keranjang berisi baju kotor itu menuju pintu kamar, dia berniat untuk mencucinya di kamar mandi bawah. “Udah cocok jadi ibu rumah tangga nih gue.” Kekeh Avi sembari memasukkan satu persatu baju kotor itu ke dalam mesin cuci. “YANG!” Teriak Galdin dari kamar. “YANG! ... AVIII!” “Hm.” Gumam Avi pelan. “AVIIIIIII! “ “Hm.” “AVITHA CECILLIA FIENCHER!” Mendengar teriakan kekasihnya yang mengganti nama panjangnya menjadi nama panjang lelaki itu membuat Avi terkekeh geli, “Fiencher bukan Haas, kkkk.” “AVITHA KAMU DI MANA?” “AVITHA SAYANG!”   ..   “Apa – apa hm? Aku di sini, gak usah heboh deh.” Sahut Avi seraya menuju ruang tengah dan melihat ke arah tangga. Galdin masih memakai handuk di pinggangnya, “kamu lihat pakaian dalam aku yang kotor gak?” Tanya Galdin pelan sembari memegangi handuknya agar tidak jatuh. Avi mengangguk kemudian mengacungkan kedua tangannya yang penuh dengan busa, hal itu membuat Galdin menatapnya horor. “Kamu cuci?” “Iya.” “Ish kok dicuci sama kamu sih, nanti juga ada Bi Iyam ke rumah.” Rengek Galdin, “kan malu.” Lanjut Galdin kemudian berbalik menuju kamar. “Ck, biasanya juga kan gue yang cuciin semua bajunya.” Geleng Avi kemudian kembali menuju mesin cuci dan melanjutkan pekerjaannya. Tiga puluh menit berlalu ... “AVIIIIIII PONSELNYA BUNYI TERUS TUH.” Teriak Galdin dari kamar. Avi yang masih di tempat penyucian pun hanya bisa menghela nafas lelah, “Siapa? Angkat aja.” Ujar Avi sedikit berteriak. “AKU LAGI MAIN GAME.” “Hadeuh, untung udah beres.” Ucap Avi kemudian berlari tergesa menuju tangga. “YANG CEPETAN, BERISIK TAHU!” “Iya – iya.” Ujar Avi menaiki anak tangga satu persatu. “JANGAN LARI – LARIAN, NANTI JATOH” Teriak Galdin kembali. Avi mendengus kesal, “tadi suruh cepet sekarang jangan lari – larian.” Gumam Avi pelan. “GAK USAH NGOMEL!” Teriak Galdin kembali terdengar. “IYAAA!” Sahut Avi. ‘KLK’ Avi membuka pintu kamar dan melihat Galdin tengah berbaring di atas kasur sambil memainkan ponselnya, “ck, kenapa gak diangkat coba. Ponsel aku kan ada di atas kepala kamu.” Ucap Avi sembari membawa ponselnya. “Oalah, pantesan suaranya kenceng banget.” Cengir Galdin. “Dih, ganteng – ganteng bodoh.” Ketus Avi sembari berjalan menjauhi Galdin. Avi mulai menggeser layar ponselnya, “iya, kenapa?” Tanya Avi pada seseorang di sebrang telpon. “ ... “ “Avi di rumah Galdin, kenapa?” “ ... “ “Paling nanti abis makan malam baru pulang.” Sahut Avi. “ ... “ “Lo ke sini aja bang, ajak Atha juga. Biar di sini Avi masak sekalian buat kalian.” “ ... “ “Iya, asal kalian bawa donat aja.” “ ... “ “Ya udah, Avi tutup dulu.”   ‘TUT’   “Siapa yang? Reinan?” Tanya Galdin sembari memeluk tubuh Avi dari belakang. “Iya, bang Reinan sama Atha mau ke sini jadi Avi mau masak banyak ya.” Ujar Avi. “Kita makan di luar aja lah.” “Gak, bang Reinan sama Atha mau ke sini.” Ulang Avi. “Oke.” Angguk Galdin sembari mengecup puncak kepala Avi. ‘TING ... NONG ... TING ... NONG’ “Buka gih kak, Avi mau ganti baju dulu kebasahan nih.” Ujar Avi. ‘TING ... NONG ... TING ... NONG’ “Kamu aja yang buka, aku masih pake boxer gini. Gimana kalo yang dateng itu tante – tante yang genit, nanti bisa habis aku di godain.” Ucap Galdin. “Emang kakak nya aja yang ngarep ada tante – tante datang.” Ketus Avi, “dasar genit.” “Ish, enggak lah.” Tukas Galdin, “aku kan genitnya sama kamu aja.” Cengir Galdin. “Ck.” Decak Avi kesal, dia melepaskan tangan Galdin dari pinggangnya, “awas ah jangan banyak malas, Avi masak dulu kau buka pintu.” Ujar Avi hendak meninggalkan Galdin. ‘tit ... tit ... tit ... tit ... tit ... tit’ Avi berjalan menuju pintu, namun terhenti saat mendengar suara seseorang yang tengah memencet password pintu. “Yang, kamu kasih tahu passwordnya sama Atha ya?” Tanya Galdin. Avi menggelengkan kepalanya, “kamu juga tadi denger aku lagi telponan kan? Lagian mereka ke sini nanti jam tujuh. Sekarang kan baru jam enam.” Jawab Avi. “Terus siapa?” Tanya Galdin. “Kakak kasih tahu siapa? Temen kakak?” Tanya Avi. Galdin menggelengkan kepalanya, “kan Cuma kita berdua yang tahu.” Sahut Galdin. ‘tit ... tit ... tit ... tit ... tit ... tit’ ‘KLIK’ Bunyi pintu apartemen terdengar berhasil dibuka, hal itu membuat Avi dan Galdin saling berpandangan. Sampai sebuah teriakan membuat kedua manusia itu melotot kaget, “mama kamu kak.” Cicit Avi. “Mama aku?” Tanya Galdin bingung. “Iya, mama Diana.” Angguk Avi. “Mama aku kan lagi di Jepang sama papa.” “Ck, udah sana keluar.” Titah Avi sembari mendorong tubuh Galdin keluar kamar, “aku ganti baju dulu.” “GALDINO DIEGO FIENCHER! SINI KAMU, DASAR ANAK DURHAKA!” “Aduh.” Ringis Galdin. “GALDINOOOOOOOOOO KENAPA PASSWORDNYA DIGANTI, DASAR ANAK NAKAL!” Teriak Diana. “Ma.” Sahut Galdin sembari menuruni tangga, “gak usah teriak – teriak kali.” “Heh, ngapain pake diganti segala passwordnya.” Protes Diana, “untung mama hapal nomor ponsel calon mantu mama.” Omel Diana. “Hadeuh, baru aja ganti password.” Pasrah Galdin. ‘BUGH’ Galdin dilempari bantal sofa oleh Diana, “ambilin mama minum sana.” Titah Diana.  “Hm.” Gumam Galdin seraya beranjak menuju dapur. “Mama Diana.” Panggil Avi seraya berlari kecil menuruni anak tangga. “Jangan lari sayang.” Teriak Galdin. “Aduh, calon mantu mama beneran ada di sini.” Cengir Diana senang, “sini sayang peluk mama dulu.” Ujar Diana merentangkan kedua tangannya. “Uh mama, Avi kangen.” Senang Avi seraya memeluk Diana. “Mama juga sayang.” Seru Diana. “Udah – udah, kasian Avi ma.” Protes Galdin sembari menarik Avi menjauhi Diana. “Ish, suka – suka mama dong mau apain Avi. Toh dia calon menantu mama.” Songong Diana. “Calon mantu mama berarti calon istri Galdin juga dong.” “Dih, emangnya anak mama Cuma kamu doang?” Galdin mendengus kesal, “siapa lagi? Si Geo? Geo kan masih bocah.” “Kamu lupa?” Tanya Diana, “adik kamu yang lagi sekolah di Amsterdam kan seumuran Avi.” “Gak, Avi hanya milik Galdin gak boleh sama yang lain.” Ketus Galdin. “Kalo Avi nya mau sama si Galvin, kau bisa apa.” Kikik Diana menjahili Galdin, “kamu mau kan sama si Galvin?” Avi tersenyum menanggapi Diana, “siapa yang gak mau sih ma, sama cowok modelan Galvin.” Kekeh Avi. “Nah loh, Avi mau tuh.” Ejek Diana yang langsung membuat Galdin merenggut kesal. Galdin menatap Avi dengan raut cemberut, “pilih aku atau Galvin?” Ketus Galdin. “Tadi kan aku udah bilang.” Sahut Avi tersenyum  seraya menatap Diana, “maaf ya.” Seketika mata Galdin berkaca – kaca mendengarnya, “aku kasih kamu kesempatan buat milih aku, tapi nanti. Sekarang jadwalnya aku nonton.” Ujar Galdin mengusap kedua matanya dengan lengannya kemudian berjalan pergi meninggalkan Avi dan Diana. “Anak mama yang ini cengeng banget ya.” Kekeh Diana yang langsung diangguki Avi. “Bener ma, cengeng sama gak nurut.” Angguk Avi. “Eh iya sayang, mama mau nanya.” “Nanya apa ma?” Tanya Avi. “Mama ke sini ganggu kalian gak?” “Enggak kok.” Geleng Avi, “kenapa emang?” “Kayaknya kalian lagi sibuk ya?” Senyum Diana melihat ke arah leher Avi. “Engh, Avi baru beres nyuci baju Galdin ma. Galdin juga baru beres mandi, sebelumnya juga dia main game.” Tutur Avi. “Bohong.” Tuding Diana. “Loh, serius ma.” “Terus yang di leher kamu tanda apa?” Tanya Diana langsung, “tanda itu kan?” Avi langsung meraba lehernya, “ah ini merah ya ma? Tadi kayaknya digigit serangga ma.” “Gede ya?” “Kok mama tahu?” Tanya Avi. “Galdin kan?” Tanya Diana balik. “Emang Galdin serangga ma?” Tanya Avi tanpa menjawab Diana. “Bukan Galdin ya?” Tanya Diana lagi. “Kan ini Avi ma, Galdin barusan ke atas.” Sahut Avi bingung. “Itu ulah Galdin bukan?” Tanya Diana menunjuk leher Avi. “Serangga ma.” “Oooh bukan Galdin.” Ujar Diana berubah lesu, “kirain ulahnya Galdin.” Avi terkekeh, “bukan dong ma.” ‘TING ... NONG ... TING ... NONG’ “Kayaknya itu papa Diego ya?” Tanya Avi sembari melangkahkan kakinya menuju pintu. ‘TING ... NONG’ “Iya sebentar.” Ujar Avi. ‘KLK’ “Papa.” Seru Avi. “Aduh anak papa makin cantik aja.” Sapa lelaki paruh baya sembari merentangkan kedua tangannya di depan Avi. “Papa bisa aja deh.” Cengir Avi seraya memeluk lelaki paruh baya itu, “ayo pa masuk. Diego pun masuk, dan diikuti Avi yang sudah menutup pintu. “ Avi mau ke atas dulu ya ma, pa. Mau panggil kak Galdin dulu.” Ujar Avi bergegas menaiki anak tangga menuju lantai dua.   ‘KLK’   Avi melihat Galdin tengah duduk selonjoran di sofa depan TV, pacarnya itu sangat serius menonton sampai dia datang pun tak melirik. “Kak, turun yu.” Ajak Avi seraya duduk di samping Galdin. “Gak ah, lagi asyik nih.” Balas Galdin tak mengalihkan pandangannya dari TV. “Loh kok gitu sih? Ada orang tua main ke rumah,  masa anaknya malah diem di kamar.” Kata Avi. “Ish yang, biarin aja mama di sana. Lagian kan kamu anak kesayangan mama, ya harusnya kamu dong yang temenin mereka.” “Tapi kan kamu anak kandung nya.” Omel Avi mulai kesal dengan tingkah Galdin. “Gak ah, mama lebih sayang sama kamu dari pada aku.” Mendengar itu, membuat Avi menggusar rambutnya ke belakang. “Ya udah, Avi nyerah.” Ungkap Avi kemudian berdiri dan menatap Galdin yang masih asik menonton, “ada papa di bawah.” Lanjut Avi yang langsung membuat Galdin mendongak menatapnya. “Apa?” Kaget Galdin, “kenapa gak bilang dari tadiiii.” Lanjut Galdin kemudian berlari menuju pintu. ‘BRAK’ “GALDIN JANGAN DIRUSAK PINTUNYA!” Teriak Diana dari lantai satu. Galdin berlari menuruni anak tangga, dengan tergesa – gesa dia menuju tempat di mana kedua orang tuanya berada. “Huh.” Galdin sibuk mengatur nafasnya, “mama gak bilang kalo papa juga mau ke sini.” Protes Galdin menatap Diana kesal. “Kenapa emang?” Tanya Diego menyahuti Galdin. “Kan, kalo papa mau ke sini. Galdin gak akan nonton, hehe.” Cengir Galdin menatap Diego. Melihat tingkah anak pertama mereka, Diana dan Diego hanya menggelengkan kepalanya. “Geo pendiem, Galvin cuek, aku juga cuek, terus dia ngikutin siapa petakilan kayak gini?” Tanya Diana sembari menatap Galdin. “Kayaknya nurun dari Papa Diego deh.” Sahut Avi menghampiri mereka bertiga. “Nah betul sayang.” Angguk Diana menyetujui perkataan Avi. “Dih, sekarang aku enggak gitu ya. Itu dulu pas aku SMA.” Protes Diego, “lah si Galdin mah petakilannya sampe sekarang, gak ada berwibawanya sedikit pun.” Lanjut Diego sembari menelisik Galdin dari atas sampai bawah. “Apa?” Ketus Galdin menatap balik Diego. “Apa?” Sahut Diego tak kalah sinisnya dari Galdin. “Gak.” Sahut Galdin singkat. “Gak malu?” Sinis Diego. “Apa?” “Udah tua masih suka nonton film anak – anak.” Ejek Diego. “Gak lah.” Sahut Galdin tersenyum bangga. “Nonton film tuh yang sesuai usia, ini mah nonton film anak eh disney princess lagi.” Ejek Diego semakin asyik menjahili Galdin. “Biarin, wleee.” “Kak.” Ucap Avi seraya mencubit pinggang Galdin. “Aww, apa sih yang.” Protes Galdin. “Makanya diem, gak usah cerewet.” Sahut Diana, “kalian berdua tuh cowok, tapi ngomongnya udah kayak ibu – ibu tukang gosip.” Diego langsung menatap istrinya, “apa?” Tanya Diana garang. “Enggak.” Geleng Diego pelan, “buatin papa kopi sana.” Lanjut Diego pada Galdin. “Biar Avi aja pa.” Tawar Avi. Diego menggelengkan kepalanya, “gak, papa mau nyobain kopi buatan Galdin.” Ujar Diego sembari beranjak pergi. “Papa mau ke mana?” Tanya Diana. “Anterin ke atas ya Din, papa mau lanjut kerja.” Pinta Diego berlalu pergi meninggalkan ruang tamu. Sementara, Galdin tengah mengoceh tak jelas seraya berjalan menuju dapur. “Din – din, emangnya gue Udin.” Gerutu Galdin. “Galdino, jangan coba – coba ngomongin papa!” Teriak Diego yang sudah sampai di lantai atas.    
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN