“Ya bukan gitu, Avitha gak ngelarang Galdin buat nangis. Cuma ya Galdin harus kuat, jangan terlalu sering nangis, enggak bagus juga buat kesehatan Galdin.” Balas Avitha asal.
Galdin mengusap sisa air mata di pipinya, matanya terarah pada kaca di atas mobil. “Ish Avitha, kok hidung Galdin kayak badut ya.” Ujar Galdin.
Avitha tertawa, “Tuh, makanya jangan suka nangis biar gak kayak badut hidungnya.” Ledek Avitha.
Kali ini Avitha seperti tengah di permainkan oleh kelakuan Galdin, tadi saja saat di rooftop Avitha menyukai Galdin yang sedikit romantis, tapi sekarang kelakuan Galdin seperti anak kecil. Untuk sekarang Avitha sudah terbiasa dengan sikap Galdin yang sangat moody, sekarang dia nangis merajuk pasti sebentar lagi cuek, nantinya romantis dan balik lagi seperti anak kecil.
“Udah ayo jalan lagi, anterin Avitha pulang.” Ajak Avitha tak sengaja menyenggol tangan Galdin.
Galdin menatap Avitha sengit, “Apaan sih maen senggol segala.” Protes Galdin yang membuat Avitha tersenyum mengerti.
“Gak sengaja kali.” Sahut Avitha tak kalah sengit.
‘Sekarang giliran Galdin mode cuek.’ Batin Avitha seraya memutar bola matanya malas.
Galdin kembali menyalakan mobilnya, kali ini tak ada Galdin yang cengeng, yang ada hanya Galdin yang dingin tanpa mau mengajak ngobrol Avitha.
Selama perjalanan, Avitha tak hentinya mencuri pandang Galdin lewat kaca spion. Pikirannya sudah seperti benang kusut, banyak sekali yang Avitha pikirkan tentang lelaki di sampingnya itu.
“Lo turunin gue di situ aja.” Pinta Avitha seraya menunjuk gerbang komplek perumahannya.
“Iya lah, gak usah ngarep dianterin sampe rumah.” Sahut Galdin.
Galdin memberhentikan mobilnya, tangannya meraih ponsel yang dari tadi bergetar di saku celananya, dan mengabaikan Avitha yang mengucapkan terima kasih padanya.
Tertera di layar ponselnya, nama Samuel.
Galdin mengangkat telponnya.
“Halo bang?” Tanya Galdin kembali dengan mood ramah nya.
“ . . . . . . . . . .”
“Iya, gue anterin dia sampe gerbang kok.” Sahut Galdin seraya memperhatikan Avitha yang tengah menjauh dari pandangannya.
“ . . . . . . . . . . “
“Ck, oke gue otw sekarang. Gue tutup telponnya.” Balas Galdin dengan kesal.
Galdin menyalakan kembali mobilnya, bukannya putar balik untuk pulang Galdin malah masuk gerbang komplek, dia tersenyum saat pandangannya tak menemukan Avitha dalam jarak dekat. Dia tau Avitha paling jago berjalan cepat, sebenarnya Galdin merasa kasihan menurunkan Avitha di depan gerbang. Jarak dari gerbang ke rumah Avitha dibilang cukup jauh, rumahnya berada di ujung komplek itu.
Galdin melihat Avitha tengah berjalan gontai, dengan jail dia membunyikan klakson saat mobilnya berjajaran dengan Avitha.
‘TINNN’
“b*****t!” Umpat Avitha yang terkejut karena ada mobil yang mengagetkannya. “Anjir kok kayak kenal ya mobilnya, eh sialan itu mobil ngapain berhenti di rumah gue?” Gerutu Avitha.
“Galdin b*****t emang.” Umpat Avitha saat menyadari mobil itu adalah milik Galdin, mobil yang tadi menurunkannya di gerbang.
Avitha melihat dari kejauhan Galdin tengah keluar dari mobil, tak lama kemudian dari pintu penumpang depan terbuka. Avitha terkejut melihat siapa yang baru saja turun dari mobil Galdin, “Fiona?” Gumam Avitha.
“Ngapain tuh mak lampir keluar dari mobil si Galdin, kapan juga naiknya?” Gerutu Avitha dengan kesal.
“Ah anjir bete gue, kenapa si Fiona ikut ke rumah gue sih. Ck!” Protes Avitha seraya menendang mobil Galdin yang sudah berada di depannya.
‘TITTT’ TITTTT’ ‘TITTTT’
Mobil Galdin berbunyi akibat tendangan kesal dari Avitha, hal itu membuat seluruh penghuni komplek keluar rumah.
“Aduh kok pada keluar sih.” Umpat Avitha.
“WOY MALING!” Teriak Galdin dari dalam rumah Avitha.
Galdin lari tergopoh disusul dengan Samuel, Fiona dan kedua orang tua Avitha, tak lupa juga tetangga rumah Avitha.
“Avitha?” Tanya Fiona yang terkejut saat melihat seragam yang di pakai Avitha, “lo kok sama sergamnya kayak gue?”
“Dek?” Tanya Samuel seraya memelototkan matanya seolah bertanya ‘what are you doing’ pada Avitha.
“Sayang.” Ringis Dina saat melihat keadaan Avitha yang berantakan.
“Avitha, kamu ngapain berdiri disitu?” Tanya Galdin heran, “Kamu liat maling nya gak? Kayaknya mau coba bobol mobil Galdin deh.” lanjut Galdin seraya mendekati Avitha.
“Cih, maling? Lo lagi mimpi ya, mana ada maling di komplek ini. Di sini penjagaannya ketat bro.” Sinis Avitha seraya menabrakkan bahunya pada Galdin yang memang menghalangi jalan masuk Avitha.
“Lah? Avitha kenapa sih bang?” Tanya Galdin heran.
Jika kalian bertanya bagaimana perasaan Galdin pada Avitha apakah dia mencintai Avithanya itu, jawabannya engga tau dia masih ragu. Jujur saja sampai saat ini dia belum merasakan apa yang kalian tanyakan itu dia hanya menyayangi Avitha sebagai entahlah mungkin ini terlalu menyakitkan untuk kalian dengar mungkin sebagai kakak menyayangi adiknya atau hanya sebatas sahabat. Kedengarannya jahat memang, tapi mau bagaimana lagi. Dia masih belum siap untuk membuka hatinya kembali.
Gak salah lagi pasti yang gue peluk tadi itu Ara, gadis favorit gue waktu kecil. Udah lama gue merindukannya, dia menghilang seperti ditelan bumi. Ara gue yang sangat susah di lacak keberadaannya apalagi kabarnya.
Gue selalu mendambakan kebersamaan bareng dia, entah kenapa tiap malem selalu memimpikannya. Mimpi yang sangat menyeramkan menurut gue, dimimpi itu dia selalu meminta maaf dan setelah itu dia pergi meninggalkan gue.
Dulu gue sama dia udah kayak Tom and Jerry tiap hari selalu aja ribut, menurut orang lain kami berdua memiliki sifat yang sama, bar-bar.
Kebersamaan itu harus berakhir ketika orang tua gue harus pindah karena tuntutan pekerjaan mereka, sebelum perpisahan dia nyatain perasaannya dan gue kaget ternyata cinta gue terbalaskan walaupun dulu masih cinta-cintaan .
Waktu itu gue cuma bilang kalo kita bakalan berpisah entah untuk berapa lama, kabar itu membuat Ara sedih mengurung diri di kamar. Ibunya bilang kalau selama ini Ara tidak pernah mempunyai teman laki-laki lain kecuali abangnya itu. Abangnya tiba-tiba menghilang ketika dia bermain bola dilapangan komplek, temannya bilang kalau Raka pergi dibawa seorang paman berkaca mata dan memiliki tahi lalat di keningnya. Ternyata yang membawa Raka adalah pamannya sendiri, adik dari sang Ayah Ara.
Gue sama Raka sahabatan, dulu sebelum pertemuan gue bareng Ara Raka pernah memintanya untuk menjaga sang adiknya yang ia sayangi.
Dia bilang lo pasti bakalan ketemu sama adek gue, dia suka bawa boneka beruang. Dan dia juga bilang kalau dia harus meninggalkan adeknya itu karena sebuah alasan dia menginginkan kehidupan sempurna bagi adeknya.
Setelah mendengar kabar Ara mengurung diri niat gue awalnya mau ke rumahnya, tiba-tiba persiapan pindahan dipercepat keberangkatan yang awalnya tiga hari lagi mendadak nanti sore.
Sedih.
Itulah yang gue rasain saat itu, gue ga bisa pamitan sama Ara mungkin dikemudian hari dia akan mendapatkan balasannya. Dan ternyata balasannya sungguh ada, dia ditakdirkan untuk dilupakan oleh Ara.
Ternyata dia juga pindah rumah, awalnya untuk mendapatkan kabarnya aja gue harus merelakan lamborgini kesayangan demi menyewa mata-mata.
Terakhir kabar yang gue dapat dia mengalami amnesia sejak tujuh tahun yang lalu, sayang sekali saat itu gue gak ada di sampingnya merawat dan menemani dia.
Jika kalian tanya kenapa gue gak dateng ngejenguknya, jawabannya karena gue baru dapat kabar seminggu sebelum gue pulang ke sini, Jakarta.
Orang suruhan gue memang gak guna, ternyata dia udah tahu perihal itu semenjak dia menjadi suruhan gue. Yang artinya itu udah Tiga Tahun yang lalu, gue marah dong sama n dia cuma jawab 'lupa, masih sayang lamborgini ' benar-benar ya dasar mata mobilan. hehe
Wtf, seorang Galda dibohongin ga terima gue.
Kecil kemungkinan dia buat inget gue lagi, tapi kenapa tadi dia bilang rindu gue juga? Apa dia masih inget gue? Ya semoga aja dia akan inget gue lagi.
Gue jadi inget awal mula gue sama dia dipertemukan, ya elah bahasanya.
Waktu kecil itu kalo gue lagi gabut selalu pergi ke pohon samping rumah paman gue yang letaknya cukup jauh dari rumah.
_*Flashback_
Sepertinya cuaca hari ini cukup menyenangkan untuk tidur siang disini, baiklah aku akan tidur disini. Semoga ketika bangun aku masih berada di dahan pohon ini, pikirku
Belum lama tidur aku mendengar suara hantu menangis, tapi sebentar mana mungkin ada hantu di siang hari.
Tiba-tiba tangisan itu semakin kencang, ku putuskan membuka mataku perlahan tapi hasilnya tidak ada siapa-siapa di pohon ini selain aku.
Ketika melihat ke bawah, astaga ada gadis kecil di bawah sana sendirian.
Rambut coklatnya menjuntai ke depan menjadi penghalangku untuk melihat wajahnya, duduk menunduk memeluk lututnya ditemani boneka beruang kecil sambil menangis sesegukan.
Tidur siangku jadi terganggu gara-gara dia,“berisik tau gak?...,"“kalo mau nangis ya cari tempat rame jadi engga ada yang ke ganggu.”Ucapanku langsung membuat dia celingukan ketakutan, sepertinya aku berhasil menjahilinya.
”Si-si-apa? ...,” tanya gadis itu “siapa kamu? Apa kamu hantu? Atau malaikat yang mau menjemputku? Ya, pasti kamu yang mau menjemputku kalau begitu ayo ajak aku sekarang.”
Gila, dikira gue malaikat pencabut nyawa kali, “iya gue malaikat pencabut nyawa” ucapku kesal sambil melempar sebuah ranting pohon ke hadapannya yang langsung membuatnya mendongak, ekspresinya langsung cemberut lucu sekali.
Tiba-tiba sebuah boneka terlempar ke arahku, aku yang kaget segera menyeimbangkan tubuhku supaya tidak terjatuh.
Tapi sepertinya keberuntungan tidak berpihak ke padaku sekarang, badanku oleng terjatuh.
Tapi tunggu kenapa tubuhku tidak merasakan sakit ya? Apakah aku menimpa gadis itu tadi? Lalu kemana gadis itu? Lalu apa yang mengganjal di bawah per—“Argh semut sialan----“ aku berteriak saat merasa perutku seperti digigit sesuatu yang tajam.
Gigitan itu semakin kencang, ku pastikan perutku sudah mengalir banyak darah.
Makhluk apa yang menggigitku sesakit ini ? Tidak mungkin semut kan? Dengan perlahan aku bangun menahan sakit yang menjalar langsung ke seluruh tubuh, “Yak, jadi kamu yang gigit perut aku hah?” aku berteriak tepat di depan wajah gadis itu.
Ternyata gadis itu yang menggigit perutku itu, “salah sendiri kamu menimpa tubuhku...,””berat tauk” ucapnya dengan sedikit membentak.
“Kamu juga salah ,kenapa lempar boneka ke aku sih? Jadi aku jatuh menimpamu,” ucapku sambil mengecek keadaan perutku yang untung tidak berdarah meski hanya sedikit membiru.
Terlihat gadis itu mengusap keningnya yang berdarah pasti terkena sabuk yang ku pakai, kasihan sekali malah dia yang luka.
“Maafkan aku telah mengagetkanmu, niatnya aku ingin menjahilimu karena kamu mengganggu tidurku tapi malah jadi begini.”
Dia masih meringis menahan sakit, ku usap darah segar di keningnya dengan bajuku lalu ku kecup sebagai akhir dari pengobatan yang ku berikan.
Hatiku tertawa jahat memikirkan betapa liciknya otak kecilku ini.
Sepertinya dia terbawa suasana terbukti dengan semburat merah di pipinya, asik juga buat dijailin.
Ku dekatkan wajahku ke wajahnya memulai aksi dan lihat kawan dia malah memejamkan matani.
Dasar gadis kecil pikirannya sudah kemana-mana , aku pun berbisik,“aku Galda sampai jumpa lagi di sini," sebelum kena gigitan lagi aku memutuskan kabur meninggalkannya sendiri.
_Flashback off*_
Avitha masih sibuk dengan instagramnya, dia sibuk membalas satu persatu komenannya, dia tersenyum melihat postingannya tadi di mobil. Foto yang diambil Galdin ketika membersihkan gudang, banyak komenan positif yang dia terima.
Avitha semakin puas saat melihat komentar orang - orang di depannya, Fiona mengomentari postingan Avitha yang isinya menyanjung kecantikan Avitha. Bahkan teman – teman Fiona pun ikut memujinya.
(PICTURES)
VncaPril, I shoud do as i like
1.899.329 Suka
Lihat semua komentar
Fionalydr, Ya ampun, calon adek ipar gue cantik banget sih.
Slssapcr, Lo bener Fi, Cantik banget.
Tkrssn, (2)
Krstal, (3)
AxlrDno, Mine :*
Rioiyoooooo, Oh yang ini @AxlrDno
Dlvvvvv, (2)
RyhnZcky, Bisa secantik ini juga ya pacar gue @AxlrDno
SmlPoursly, Bagus Dek @VncaPril Samperin dulu abangnya kalo berani@AxlrDno Gue tampol lo ya @RyhnZcky
@VncaPril, Kakak bisa aja deh, btw makasih ya @Fionalydr Mksh@Slssapcr @Tkrssn @Krstal Apaan sih kalian @AxlrDno @RyhnZcky Iya yang ini kak, haha @ Rioiyoooooo @ Dlvvvvv Cie abang @SmlPorsly
“Heh Babu! Lo gak budeg kan?” Tanya Fiona sarkas.
‘DRRTT’
Ponsel milik Fiona bergetar, membuat Avitha tersenyum sinis.
“Ya amun guys, kalian harus liat ini. Avitha ngomen komentar gue dong, anjir seneng banget gue.” Ujar Fiona berteriak girang.
‘Cih’ Avitha mendecih sembari melenggang pergi meninggalkan Fiona CS.
“Eh tapi kok si Zacky sama Galdin ikutan ngomen sih?” Tanya salah satu siswa.
“Terus mereka kan temenan setahu gue, jangan bilang mereka ngerbutin si Avitha itu.”
“EH Fiona, katanya adik Sam lagi di luar negeri ya?”
“Udah pulang kemarin kata Sam.” Ujar Fiona, “Eh temenin gue shopping ya nanti, gue mau beli hadiah buat adeknya Sam.” Lanjut Fiona seraya tersenyum senang.
“Eh Fiona, Babu lo kabur.”
“Biarin ah gue lagi baik nih, kalian semua nanti istirahat gue traktir ok.” Teriak Fiona.
-
Tiba di kelas Avitha menduduki bangku yang kini menjadi tempat duduknya dan Zacky. Bangku semula yang berada didepan kini berganti penghuni, karena kemarin wali kelas Avitha mengacak tempat duduk. Tapi tidak ada yang mau duduk dengan Avitha lagi selain Zacky. Avitha kebagian tempat duduk di dekat jendela, barisan kedua dari pojok belakang sebelah kiri, sungguh tempat yang indah untuk bersantai ria.
“Cie yang dibilang cantik sama calon kakak ipar.” Ledek Zacky.
“Lo kekencengan bego, ngapain sih muncul di komentar gue, mereka curiga kenapa lo sama Galdin muncul barengan.”
“Suka – suka gue lah, kenapa? Risih?.” Sewot Zacky tak suka.
“Bodo ah terserah lo aja.” Sahut Avitha tak kalah sewotnya dari Avitha.
“ZACKYYYYY!” Teriak seseorang.
“Shit.” Umpat Zacky.
Avitha menyenggol lengan Zacky, “Makan tuh nenek lampir.” Ledek Avitha.
“Zacky ih kemana aja, Salsa cari ke kantin sama ke rooftop ternyata ada di kelas. Hehe.” Ucap Salsa yang masih satu komplotan dengan Fiona.
“Gue mau belajar, sana lo.” Sinis Zacky.
“Iya udah aku balik kelas lagi ya, kamu jangan deket – deket sama si Babu itu ya nanti ketularan miskin sama jelek.” Ledek Salsa.
“Terus kalo gue jelek sama miskin lo gak mau sama gue kan?” Tanya Zacky yang langsung membuat Salsa mengangguk.
“Ya udah kalo gitu gue mau deketan aja sama si Babu.” Ucap Zacky seraya mendekatkan kusri yang dia duduki ke samping Avitha.
Salsa cemberut, “Ih Zacky jauhan sana, jangan deketan sama si Babu.” Kesal salsa seraya menarik kursi Zacky.
“Udah sana lo pergi.” Sentak Zacky.
“Iya – iya Salsa pergi nih.” Pamit Salsa, “Eh tapi Salsa mau tanya, kenapa tadi kamu ikutan ngomen di status Avitha sih?”
“Suka – suka gue lah, kenapa? Risih?.” Sewot zacky.
`PPFFT`
Perkataan Zacky membuat Avitha keceplosan tertawa, dia mengingat itulah yang tadi Zacky ucapkan padanya.
“Ma – maaf.” Cicit Avitha saat mendapati dirinya tengah ditatap oleh Salsa.
“Udah minggir.” Usir Zacky seraya mendorong Salsa.
Setelah kepergian Salsa dari kelasnya, datanglah guru yang akan mengajar di kelas sembilan A itu.
- -
“Woy Tono! Lo kagak denger perintah si Galdin tadi hah?” Teriak Rio pada lelaki cupu.
“I – iya gu –gue denger.” Gagap Tono.
“Cepetan salin PR lo di buku gue, kalo enggak lo gak bakalan bisa pulang hari ini.” Sinis Galdin.
Saat Galdin hendak duduk di bangku miliknya, ada sebuah suara mengintrupsi dirinya. “Galdin, si Delva di pukulin anak SMA sebrang.” Teriak seseorang.
“b*****t!” Umpat Galdin beranjak dari bankunya.
“Liona, nanti buku PR punya gue sama Rio ikut kumpulin juga ke pa Doni oke.” Titah Galdin pada saudara perempuannya.
“Iya Galdin.” Sahut Liona.
Galdin pergi keluar kelas, berniat menyusul Delva di kantin belakang sekolah.
“WOY BANG SAT!” Teriak Galdin saat sudah sampai di belakang sekolah.
“Minggir Galdin!” Umpat Sam yang ternyata ada di sana.
“Bang Sam ngapain di sini?” Tanya Galdin heran.
“Temen lo si Delva kagak bener Galdin, dia berani main cewek di belakang adiknya si Satria.” Jelas Sam.
“Maksud lo?”
“Si Satria liat Delva lagi makan sama pegawai cewek Cafe Flawless.” Tutur Sam.
Samuel teringat sesuatu, “Jangan bilang.....” Tutur Sam.
Sam menghampiri Satria yang tengah memukul si Delva, “Sat sini bentar.” Titah Sam sembari menarik baju Satria.
“Ga usah ikut campur Sam!” Bentak Satria.
“BANG !!” Sentak Galdin seraya mendorong tubuh Satria.
“Apaan Galdin?” Sentak Satria.
“Bang Sam mau ngobrol bentar, dengerin!” Sahut Galdin sangat dingin.
Satria menuruti ucapan Galdin, sesungguhnya banyak yang takut ketika melihat Galdin marah. Dan tadi pun sudah menunjukkan tanda – tanda kemarahan Galdin.
“Ini pegawai cewek yang lo maksud Sat?” Tanya Sam memperlihatkan sebuah Foto di layar ponselnya.
Satria mengangguk seraya menahan emosinya, “lo tau sama ni cewe? Kasih tau gue dimana dia tinggal!”
“Lo mau tau?” Tanya Samuel memastikan, “Datang ke rumah gue malam ini.” Lanjut Sam seraya pergi meninggalkan tempat kejadian.
‘DEG`
“AVITHA!” Batin Galdin.
Istirahat kali ini Avitha habiskan sendiri di rooftop, tanpa ada Zacky yang menemaninya. Biasanya Avitha pergi ke kantin bersama Zacky, jika dia tak pergi ke kantin akan ada Zacky yang mengantar makanannya ke kelas.
Avitha memilih pergi ke rooftop sekolah dari pada di kelas, Fiona dan anak buahnya pasti tengah mencarinya saat ini. Tempat itu yang paling aman untuk bersembunyi bagi Avitha, karena hanya Zacky dan Avitha yang mengetahui caranya untu masuk ke rooftop itu.
Avitha termenung, matanya menerawang menatap langit. Tubuhnya bersandar pada dinding, kaca mata yang menghalangi mata indahnya kini tak bertengger lagi di hidungnya.
Sekelebat bayangan pertemuan Avitha dengan lelaki yang kemarin menjadi salah satu pelanggan baru di kafe miliknya.
Flashback
Sepulang sekolah Avitha menolak ajakan Zacky untuk pulang bersama, dengan alasan Avitha memiliki acara sendiri setelah pulang sekolah dan Zacky tak mengetahuinya kali ini.
Untung saja Avitha selalu menyediakan beberapa pakaian di dalam mobilnya, dia bergegas menepi. Kini seragam Avitha telah berganti, dia kembali menjalankan mobilnya menuju suatu tempat.
Skip
Avitha sampai di depan sebuah gedung yang menjulang tinggi, banyak yang menunduk hormat kepada Avitha.
“Selamat siang Bu!” Ucap seorang pegawai.
“Hmm.” Sahut Avitha seraya terus berjalan.
Avitha mendatangi meja resepsionis, “Bilang pada bosmu untuk jemput saya di lobi.” Titah Avitha seraya menuju sofa ruang tunggu.
“Baik Bu!”
Saat asyik memainkan ponselnya, tiba – tiba ada yang menyapa nya.
“Hi! Lo Avitha bukan?”
Avitha mendongak, “Lo? Siapa?”
Lelaki di hadapan Avitha mendengus, “Gue Delvaro Guetta, temen gue suka manggil Delva. Gue di suruh bokap lo buat nganterin lo ke tempat kerja, sekalian antar jemput lo sekolah.”
“Lah? Jadi gue disuruh kesini Cuma buat itu doang? Terus bokap gue kemana?” Tanya Avitha.
“Dia mau meminjam mobil lo hari ini buat ke Jakarta, sekarang dia lagi rapat. Dia juga minta buat ajak lo makan siang dulu di sebrang.”
“Emangnya mobil bokap gue kenapa?”
Delva mengendikkan bahunya tak tahu, “ga tau lah.”
“Ish seenaknya banget sih papa, lagian kan ada mobil ka Sam.” Gerutu Avitha.
“Buruan ish, gue ada urusan abis ini.” Protes Delva melenggang pergi meninggalkan Avitha.
“Lah gue ditinggal.” Kesal Avitha, “Eh BTW tu cowok ganteng juga, lumayan bisa antar jemput.” Kekeh Avitha menyusul Delva.
Di dalam mobil.
“Mau makan dimana?” Tanya Delva seraya mencairkan suasana dingin di dalam mobil.
“Ga usah lah, gue bisa makan di kafe nanti.”
“Yodah.” Sahut Delva.
“Va, lo pernah telpon gue gak sih?” Tanya Avitha.
“Kenapa emang?”
“Kayaknya gue pernah denger suara lo.”
Delva mengendikkan bahunya tak tahu, “kenal aja baru tadi, lagian baru aja gue mau minta nomor lo.”
Avitha mengangguk, “oh iya, gue kira lo pernah telpon gue malem – malem.” Ucap Avitha, “ya udah mana sini minjem ponsel lo.”
Delva memberikan ponselnya, kemudian Avitha mulai mengetikkan nomor ponsel di HP Delva.
“Eh bentar.” Ujar Avitha, “ini kok udah ada ya nomornya.”
“Mana?” Tanya Delva.
“Nih, namanya ‘milik Lior’.” Ujar Avitha seraya memperlihatkan layar ponsel.
“Ah, jadi lo yang namanya Pou ya?” Tanya Delva.
“Pou?”
“Iya, pacarnya si Galdin.” Angguk Delva, “dulu gue pernah minta tolong buat jemput Galdin sama Zacky di club, inget?”
Avitha menganggukkan kepalanya, “ah inget gue, tuh kan bener dugaan gue. Suara lo tuh gak asing.”
“Gue ganti ya namanya.” Pinta Avitha yang langsung mendapat anggukan dari Delva.
Keadaan kembali hening, “Gue sambungin musik dari hp gue ya.” Pinta Avitha diangguki oleh Delva.
“Sekarang lo lagi sibuk UN pasti ya?” Tanya Avitha.
“Kenapa emang?”
“Ga sih, keliatan aja muka – muka stress yang mau masuk perguruan tinggi. Haha.” Tawa Avitha pecah.
“Maksud lo?” Tanya Delva heran.
“Muka lo keliatan capek banget, emangnya lo mau masuk universitas mana?” Tanya Avitha.
‘CIIITT’
‘DUKK’
Tiba – tiba Delva mengerem mobilnya mendadak, membuat jidat Avitha terbentur dashboard mobil.
“Lo gila ya, kalo mau mati sendiri aja.” Sungut Avitha kesal.
“Kok lo yang marah sih?” Sinis Delva.
“Iya lah , lo tadi ngebahayain nyawa gue tau.” Kesal Avitha sembari mengusap – ngusap jidatnya.
Hal itu membuat Delva merasa bersalah pada Avitha, dia melepas sabuk pengamannya lalu mendekat ke arah Avitha.
“Vi nengok sini.” Pinta Delva seraya menarik bahu Avitha agar menghadap pada dirinya, “Coba awas tangan nya, gue mau liat.” Lanjut Delva dengan sesekali meniup dahi Avitha yang sedikit lecet dan mengeluarkan darah, di tambah lagi lukanya di pelipis membuat Delva meringis saat melihat darah merembes keluar dari pelipis Avitha.
Delva mengambil kotak kesehatan dari belakang jok mobilnya, lalu meletakkannya di atas kedua paha Avitha.
“Coba keluarin apa aja yang gue butuhin buat ngobatin luka lo.” Titah Delva seraya melepaskan pegangannya pada bahu Avitha.
“Ck, Lo punya yang kayak gini tapi kagak tau cara make nya.” Decih Avitha seraya mengeluarkan kapas, alkohol, betadin, gunting, korek kuping dan handsaplast.
Delva yang melihat Avitha mengeluarkan gunting pun bertanya, “Lo gak lagi nyuruh gue buat ngadain operasi dadakan kan? Lo gak nuruh gue bedah jidat lo kan?” Cerocos Delva.
Avitha semakin menatap Delva jengkel, “Ya kagak lah,dengerin. Pertama bersihin dulu darahnya pake kapas yang udah lo kasih alkoho, tetesin betadin ke korek kuping, terus totolin ke yang luka, abis itugunting plesternya kecil aja, lo tempelin ke jidat gue buat nutupin luka.”
Delva melongo mendengar celotehan Avitha, membuat Avitha menatapnya malas. “Kalo gak mau gue bisa sendiri.” Sahut Avitha sembari membuka tutup botol betadin.
“Ga, gue bisa.” Ucap Delva merebut Betadin.
Delva mengobati Avitha dengan sangat telaten, dengan sesekali dia meniup – niup lukanya.
“Maaf.” Cicit Delva seraya meniup – niup luka Avitha, “ Gue kesel gara – gara lo ngira gue udah kelas tiga SMA.”
“Eh, bukannya lo udah SMA ya?” Tanya Avitha.
“Gue seumuran sama lo, paling beda satu tahun.” Kesal Delva.
Avitha terdiam matanya menelisik penampilan Delva, “eh? Gue kira lu kakak tingkat gue. Abisnya muka lo keliatan udah dewasa banget.”
Delva menatap Avitha jahil,”I know, banyak yang bilang kalo tulang rahang gue udah ngebentuk. Makanya keliatan dewasa sebelum waktunya, tapi lo tenang aja.” Ucap Delva dengan senyum menyebalkan seraya mengusap kedua rahangnya, “pikiran gue udah dewasa kok.” Senyum Delva seraya mendekakat wajahnya pada Avitha, tangannya menarik dagu Avitha merambat meraba pipi kenyal dan dagu lalu turun ke hidung dan berakhir menyentuh bibir pink milik Avitha.
“Auhhh, “ Ringis Delva setelah Avitha menggigit jari telunjuknya.
“Lagi?” Tanya Avitha dengan santai.
“Gak, makasih. Gigi lo kayak pisau, tajam.” Gerutu Delva, “Jidat lo lebar juga ya, bisa buat parkir mobil tuh.”
‘PLAKK’
Avitha menampar paha Delva, membuat lelaki di hadapannya mengerang kesakitan. “Perih anjir, lo nyiksa mulu sih.” Protes Delva, seraya mengusap pahanya.
“Itu balesannya.” Sahut Avitha, lalu meraba jidatnya. “Udah ya?”
“Hm.” Sahut Delva yang masih kesal pada Avitha.
Skip
“Lo ngapain ikut turun sih Var?” Tanya Avitha pada Delva.
“Gue? Suka – suka gue lah, gue mau makan di sini.” Balas Delva.
“Lo kan bisa makan di tempat lain ish.” Kesal Avitha.
“Lo siapa ngatur gue?” Sinis Delva. “Lo cepetan ganti baju, gue mau lo yang layanin gue sebagai ganti karena lo udah gue anter.”
“Ish.” Kesal Avitha seraya menghentakkan kakinya.
“Mbak, sini!” Panggil Delva pada seorang pegawai Cafe.
“Iya kak, mau pesan apa?”Tanya pegawai itu seraya memberikan sebuah buku menu.
“Saya pesan makanan ini sama ini, minumannya ini.” Ucap Delva, “Tambah es krim coklat dua.”
“Ada lagi?”
“Ga.”
“Baiklah, mohon tunggu sebentar.” Pamit pelayan.
“Sebentar, “ Cegah Delva, “Panggilkan Avitha buat Gue.”
“Ma – maksud kakak Bu Avitha?” Gagap pelayan itu.
“Ibu?” Tanya Delva heran.
“Eh, maaf.” Ucap pelayan tersebut seraya meninggalkan Avitha
Avitha datang dengan seragam kerjanya, Delva yang melihatnya langsung menatap Avitha dari atas ke bawah.
“Seragam sekolah lo udah kayak gamis, tapi lo kerja bajunya ketat gitu.” Sinis Delva, “Lo gak tau ya, tempat ini tuh suka banyak anak SMA nongkrong di sini.”
Avitha mendengus kesal, “Gue yang pake, kok lo yang sewot.” Sinis Avitha, “Lo mau gue ngapain sekarang?”
Delva berdiri, menarik kusri di depannya lalu menepuknya pelan. “Lo temenin gue makan, gak terima penolakan!”
Dengan terpaksa Avitha duduk, “Lo gak liat ya, kita di liatin.”
Makanan datang, sesekali Avitha tertawa karenya Delva yang selalu membuat lelucon, tanpa mereka sadari ternyata ada beberapa anak laki – laki yang memotret kedekatan mereka berdua.
“Udah beres, gue mau balik kerja.” Ucap Avitha.
“Bentar!” Sahut Delva menahan pergelangan tangan Avitha.
Bersamaan dengan itu, terdengar suara kegaduhan di luar Cafe.
“SATPAM SIALAN LO, MINGGIR!”
“GUE MAU MASUK!”
“MINGGIR WOY!”
“b*****t, GUE BILANG MINGGIR!”
‘BRAKK’
“ SIALAN LO DELVARO!” Teriak lelaki berseragam SMA, membuat Avitha refleks mendekat pada Delva.
Avitha mendengar umpatan keluar dari bibir Delva, “sialan, gue lupa di sini kan markas bang Sat.”
“Lo kenal Del?”
“Lo bisa pergi sekarang!” Titah Delva.
Avitha diam tak bergeming, matanya menatap lelaki yang sedang berjalan menujunya dan Delva.
“Kayaknya gue pernah liat.” Batin Avitha.
“Lo PERGI!” Sentak Delva menyuruh Avitha pergi.
Sebelum Avitha pergi, salah satu teman Satria menghalangi langkahnya.
“Awas lo!” Sinis Avitha pada lelaki di hadapannya.
“Bawa ke sini Dit.”
Avitha di seret, sekarang Satria tengah berada di depannya.
“Bang, jangan di apa – apain.” Titah Delva.
Delva tidak bisa melindungi Avitha, dia juga sama dengan Avitha, dia kesulitan bergerak karena tangannya di tahan teman Satria.
“Ga gue apa – apain, gue Cuma mau ngasih dia sedikit pelajaran. Biar ni cewek, gak genit lagi sama cowok.” Sinis Satria, dengan pandangan yang mengarah pada pakaian Avitha.
‘PLAKK’
“AVITHA!”
Avitha meringis saat pipinya terkena tamparan, belum lagi tarikan kencang pada rambutnya.
“Awwsh, le – pashh.” Ringis Avitha.
“Gue ingetin lagi sama lo, jangan sampai tangan gue nyentuh wajah murahan lo lagi.” Ucap Satria seraya meludah tepat di samping Avitha. Lalu pergi meninggalkan Cafe.
Flashback Off