Chapter 40 Lembah ilusi

1607 Kata
Fahmi dan Malik membuat penerangan dan menyalahkan api unggun. Ryan dan Juna tertawa dalam dunianya masing-masing. Mereka diikat dengan posisi saling membelakangi. “Haha hahaha, kuda itu terus menatap kita.” Juna menertawakan Fahmi yang sedari tadi menatap mereka. “Kerbau itu juga menatap kita, mereka sangat jelek.” Efek dari memakan buah tadi membuat mereka seperti di gelitik di sekujur tubuh. “Aku rasa aku akan kencing di celanaku.” Malik segera bangkit membantu Juna. “Ini gila, kapan pengaruhnya akan menghilang?” keluh pemuda itu. Fahmi mengedikan bahu. Juna menatap ngeri. "Kenapa kerbau itu mendekatiku. Apa yang akan dia lakukan padaku? Hahaha haha ha." Fahmi tersenyum melihat wajah Malik yang memerah. Juna terus meledeknya. Dia tak bisa menahan diri untuk tidak mengumpat. Setelah membantu Juna buang air, Malik kembali duduk di samping Fahmi. “Apa kita akan berdiam diri terus? Kita akan terjebak selamanya di sini jika keadaannya seperti ini terus.” Fahmi menatap ke sekeliling. “Entahlah, kita tunggu saja sampai mereka berhenti tertawa.” Rasa lelah menyerang Fahmi, dua malam begadang baru terasa efeknya. Lelaki itu tak kuasa untuk tidak terpejam, meninggalkan Malik berjaga sendirian. Terbuai dalam mimpi indah, Fahmi terlena dalam buaian. Kabut hitam pekat menjalar ke segala arah. Malik terlonjak kaget saat melihat penampakannya, baru saja dia akan menggapai tangan Fahmi dan seluruh tubuhnya di tarik tanpa sempat bersuara. Api unggun yang membara tak luput dari lalapan kabut itu. Beberapa jam kemudian, semuanya kembali normal. Ryan dan Juna membuka mata. Cahaya matahari membuat mereka silau. Keduanya bingung saat melihat diri mereka dalam keadaan terikat kuat. “Wow wow wow, apa yang terjadi?” Juna terkejut dan berusaha melepaskan diri. “Aku tidak tahu.” Mereka menatap kesekeliling dan hanya menemukan Fahmi di sana. “Bang! Bang Fahmi, bangun!” Ryan berteriak sekuat tenaga. Fahmi tersenyum dalam tidurnya. Dia sedang bermimpi indah dan bertemu dengan Hafizah. Hingga Ryan butuh tenaga lebih untuk merenggangkan kakinya. “Bang! Bangun!” teriak Ryan lebih keras lagi. Fahmi tersentak, mimpi indahnya buyar seketika, dia terperangah dan menatap ke sekeliling. “Dimana Malik? Dan, bagaimana bisa kami diikat seperti tahanan?" Kesadaran Fahmi baru pulih seutuhnya. “Eh, tadi dia di sini. Aku hanya tertidur sebentar saja.” Juna dan Ryan saling melirik. “Lalu, bisa kau jelaskan kenapa keadaan kami seperti ini?” Juna menatapnya bingung. Fahmi pun menjelaskan apa yang terjadi, sembari membuka ikatan keduanya mereka saling melirik ke berbagai arah. “Aneh, lalu dimana Malik sekarang? Apa seseorang telah menculiknya?” Juna khawatir dan mulai memanggil. “Malik! Kau dimana?” Ryan mencari jejak terakhir lelaki itu, sebagai manusia serigala kemampuan penciumannya sangat bisa diandalkan. “Aneh, aku tidak menemukan apapun. Lihat tidak ada jejak yang lain atau pergi dari tempat ini.” Juna dan Fahmi ikut memastikan. "Kau benar," “Aku merasa tempat ini bukan tempat biasa. Kita harus segera menemukan Malik dan pergi dari sini," seru Ryan. “Lalu bagaimana caranya kita menemukan dia?” tanya Juna mulai frustasi. Fahmi merapikan barang-barangnya dan memilih arah. “Kita cari ke seluruh lembah ini. Aku rasa dia tidak akan pergi jauh.” Mereka pun berjalan sambil meneriakkan nama Malik. “Malik! Kau dimana?” “Malik!” Mereka berjalan dan mengitari tempat itu. Rasa haus mulai terasa, tenggorokan mereka kering dan sialnya tak ada persediaan air yang bisa di minum. Jalan yang mereka ambil pun berputar-putar. "Aku lelah," ucap Ryan. Keringat membasahi sekujur tubuh. "Aku haus dan lapar," ucap Juna. Fahmi merasa ngeri mendengarnya. "Jangan berpikir untuk memetik buah atau memakan apapun dari lembah ini," ucapnya memperingatkan. Juna dan Ryan begitu lemas dan melanjutkan perjalanan. Mereka masih berputar-putar dan Juna menyadari hal itu. “Apa kalian tidak berpikir jika kita tidak meninggalkan tempat kita?” “Apa maksudmu?” Ryan dan Fahmi menoleh bersamaan. “Lihat!” Juna menunjuk ke arah kayu tumpukan sisa pembakaran. “Bukannya kita tadi di sini? Apa itu semua hanya pikiranku saja.” Fahmi dan Ryan shock melihat itu. “Tidak mungkin.” Lelah tenaga yang terkuras membuat Fahmi menjatuhkan tubuhnya di atas tanah. Seharian berjalan sungguh tidak berguna. "Kita akan mati," ucapnya putus asa. ** Jauh dari ketinggian di atas sana, Rogiles menertawakan pemandangan yang ada di bawahnya. “Mereka telah berputar-putar sejak tadi, Tuan." Lapor salah satu penjaganya. Senyum sumringah tercetak jelas di wajah Rogiles. “Bagus, biarkan saja. Mereka sungguh polos, mereka akan mati perlahan dengan kepolosan itu.” Raksana tidak tahu apapun tentang kejadian di bawah sana. Lelaki itu fokus mengurus Hafizah. Wanita yang malang, dia terpaksa di kurung karena tidak hentinya mengamuk. Raksana jadi iba kepadanya. Raungan Hafizah begitu kuat membuat gempar seluruh pasukan Rogiles, bagaimana tidak. Suara Fizah menggema begitu kuat, seolah dapat menjatuhkan dinding-dinding batu itu dengan getarannya. Malik tak sadarkan diri di ruangan sebelahnya, Fizah belum menyadari kehadiran lelaki itu. "Jangan lupa untuk memberi wanita itu makanannya, beri saja dia buah. Aku ingin dia menderita hingga berubah buas saat menemukan daging." Penjaga yang mendengarnya, mengangguk hormat pada Rogiles. "Baik, Tuan." Mereka langsung menuju ke ruang tahanan untuk melaksanakan tugasnya. Fizah duduk membelakangi. Dia tak menghiraukan buah yang di bawa oleh kedua penjaga tadi. "Makanlah, kau akan mati jika seperti ini terus." Fizah menoleh, kornea mata gadis itu terlihat unik, mata hitamnya berubah menjadi warna abu-abu dengan iris berwarna hitam. “Jangan terlalu peduli, sekarang dia adalah monster. Dia bisa melahap mu jika dia mau.” Rekan dari penjaga itu memperingatkannya. Rambut Fizah berantakan dan terlihat acak-acakan, sorot mata yang tajam dan senyum yang mengerikan membuat kedua penjaga itu tak berani masuk ke kurungan. Buah yang diantarkan untuknya, tidak membangkitkan sedikit pun gairah napsu makannya. “Lepaskan aku,” ucapnya memegang kurungan yang terbuat dari batang kayu itu. Kuku tajam Fizah perlahan muncul di jari-jarinya, gigi taringnya keluar dan siap untuk memangsa. Fizah belum bisa mengendalikan diri. Dia hanya merasakan haus dan haus. Darah dari daging segar terbayang di pelupuk mata. “Aku lapar, buka pintunya," ucap Fizah merayu. Kedua penjaga itu tak mendengarkan. "Aku bilang buka atau kau akan menyesal," ancamnya. Raksana datang tepat pada waktunya dan membawakan Fizah makanan. “Apa yang kalian lakukan di sini? Cepat pergi!” Raksana mengusir penjaga tadi. “Baik, Tuan.” Raksana menyerahkan ayam hutan yang sudah di bakar. “Ini, makan lah. Semakin kau lapar maka sosok aslimu akan semakin terlihat.” Tanpa pikir panjang, Fizah langsung merebutnya dan melahapnya dengan suka cita Hup hup. Fizah makan begitu lahap, jauh dari dalam diri yang sebenarnya. Fizah tidak menyadari apa yang tengah dilakukan. Wanita itu bahkan menatap jijik pada diri sendiri. “Makanlah, aku tidak tertarik dengan makananmu itu.” Raksana berniat meninggalkannya. Tetapi, pemandangan di sebelah Hafizah mencuri perhatiannya, “Bukannya dia seseorang yang menyerang Rogiles saat di atas menara?” “Bagaimana bisa dia terkurung di sini?” Raksana memandangi lelaki itu. Sedang Fizah terus melahap makanannya, dia tidak peduli pada siapapun selain memuaskan rasa laparnya. Malik perlahan membuka mata. Gelap dan lembap membuat lelaki itu melemparkan pandangan ke segala penjuru. Melihat Raksana yang duduk berjongkok menatapnya membuat Malik terlonjak kaget. “Kau! Jadi kau yang … ," ucapan pemuda itu terjeda. Malik mengingat kembali apa yang telah dilaluinya terakhir kali. “Kau menculik ku dan memisahkan aku dengan teman-temanku, dasar picik!” Raksana yang tidak mengerti apapun, hanya mendengarkan semua u*****n yang keluar dari mulut Malik. “Lepaskan aku, seorang pejantan jangan hanya berani menculik satu per satu lawannya.” “Apa maksudmu?” Rogiles masuk tepat pada waktunya. Raksana masih berjongkok di depan Malik dan tidak mengubah posisinya. “Pergi, jangan ganggu tahanan ku,” ucapnya pada Raksana. Rogiles tidak mau partnernya itu mengetahui tentang kedatangan Ryan yang terjebak dalam lembah ilusi miliknya. “Apa lagi yang kau lakukan? Bagaimana bisa kau menculik pasukan Raz.” Rogiles tertawa kecil. “Dia putra Pasang, adik sang ratu klan manusia serigala, menurutmu kenapa dia bisa ada di sini?” Raksana sudah muak dengan semua yang dilakukan Rogiles. “Lepaskan dia, jangan buat keadaan kita makin sulit.” Tawa Rogiles semakin nyaring. “Hahaha hahaa. Aku memiliki pertahanan yang kuat, apalagi di tambah senjata baruku.” Rogiles menatap Fizah membuat Malik spontan mengikuti arah pandangannya. Lelaki itu terkejut dan segera mendekati Hafizah. Bulu-bulu halus yang tersisa di kedua tangannya, menjelaskan segalanya. “Apa yang telah kalian lakukan kepadanya?” Rogiles dengan bangga mengatakan semuanya. “Dia sama seperti kita, aku mengubahnya di upacara malam ketiga purnama.” Malik tak bisa berkata-kata. “Hey, kau. Lihat aku,” panggil Malik. Fizah menoleh perlahan. Dia dan Malik terhalang oleh satu sekat yang memisahkan. Mata Fizah telah mendominasi jika perubahan diri wanita itu telah sepenuhnya. “Kau ingat aku? Aku adalah temannya Ryan dan Fahmi. Kami datang untuk menjemputmu.” Raksana berubah tegang. “Apa katamu?” Tak ingin mendapatkan resiko, Rogiles pun mengambil tindakan. Rogiles memberi isyarat pada penjaga untuk menangkap Raksana. Tangan lelaki itu langsung di cekal, Raksana di lempar ke tempat yang sama dengan Malik. Lelaki itu menatap tak percaya. “Apa yang kalian lakukan, Rogiles cepat minta mereka untuk melepaskan aku!” Rogiles tersenyum dan membantu penjaga untuk memasang kunci itu dengan kuat. “Maaf, tapi aku lebih suka kau berada di dalam sana," ucapnya tersenyum. “b******k!” Raksana begitu geram, dia menggoyahkan dinding-dinding yang memenjarakan mereka. “Aku melakukannya bukan tanpa sebab, istrahatlah. Jangan buat masalah atau anak buah ku akan menyerangmu dan membunuh mereka.” Raksana pun tak berkutik di buatnya. Rogiles pergi dengan senyum penuh kemenangan. “Hey, apa kau bisa menceritakan apa yang terjadi?” Malik menceritakan semuanya, dia menceritakan keanehan yang di temui nya dan beberapa temannya yang tertinggal di lembah. “Apa Ryan Sang Raja ada bersama kalian?” Malik mengangguk membuat Raksana cemas semakin cemas.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN