Setelah kembali ke istana, Ryan tampak gusar. Ada sesuatu yang menganggu pikirannya, kedatangan Raksana yang membantunya kabur dari pengejaran terus terlintas di kepala. Hal itu sangat menganggunya.
Latihan diadakan Raz di halaman istana menjadi pusat perhatian. Bu Laksmi dan kedua menantunya sedang berada di taman menyaksikan latihan itu. Fizah seperti patung yang tak memiliki jiwa di tengah-tengah mereka.
“Serang dia,” titah Raz dan menunjuk ke arah Fahmi.
Malik dan Juna yang berada dalam barisan pasukan saling memandang.
“Tunggu apalagi, serang dia!”
Fahmi mengambil ancang-ancang. Satu persatu pasukan itu dilumpuhkan.
Kemajuan yang di perlihatkan Fahmi, cukup baik. Dia mulai bisa menangkis beberapa serangan.
Ryan menatapnya takjub. Malik dan Juna menyerang semampunya membuat Wa Pasang geram dengan apa yang dilakukan putranya.
Pelatihan itu sangat menghibur. Bu Laksmi pun tak percaya jika Fahmi yang pendiam bisa se tangkas itu.
Huwa.
Wa Pasang memasuki arena, saat Fahmi terengah dan kelelahan.
“Cukup, beri dia istrahat.” Para pasukan itu mundur, begitupun dengan Malik dan Juna.
“Aku melihat kau belajar dengan cepat.”
“Terimakasih, Wa,” ucap Fahmi atas pujian yang di berikan lelaki itu.
“Aku ingin kau menyerang ku.”
Fahmi tertegun.
Malik dan Juna kembali menghampiri Datuknya.
“Wa, dia belum se handal itu.“
Wa Pasang tersenyum dan tetap pada keputusannya.
“Kalian meremehkan Putra Magadang. Dia bisa saja menghabisi kalian jika dia mau. Dia hanya belum mengasah kemampuannya. Kekuatan yang se sugguhnya jauh lebih menyeramkan, hyat!”
Wa Pasang menyerang.
Fahmi mundur beberapa langkah, berusaha untuk menghindar tanpa mencoba untuk membalas.
Raz tersenyum melihat pertunjukan di hadapannya.
“Apa yang dilakukan oleh Wa Pasang? Bukankah ini hanya latihan saja?” tanya Ryan pada lelaki itu.
“Wa Pasang akan memastikan sukma milik Magadang tertanam di raga Fahmi atau tidak.”
Ryan mengerutkan kening.
“Nanti juga kau akan mengerti.”
Wa Pasang memberikan serangan bertubi-tubi, dengan gesit pula. Fahmi melewatinya. Serangan terakhir Wa Pasang mengenai tengkuk pemuda itu. Hal yang tak terduga setelahnya. Fahmi jatuh dan terkapar di tanah. Ini adalah shock terapy yang sengaja dilakukan Wa Pasang guna membuat pemuda itu waspada.
“Fahmi!” Bergetar tubuh Bu Laksmi melihat putranya. Fizah yang ada di sampingnya terkejut mendengar suara teriakan wanita tua itu.
“Anakku, apa yang kalian lakukan pada anakku?” Bu Laksmi dan Ryan segera menolong pemuda itu.
Malik dan Juna menatap Datuk mereka tak percaya.
“Uwa sudah sangat keterlaluan,” ucap Juna.
Wa Pasang tidak menghiraukan penilaian mereka. Dia memilih menghampiri Raz dan masuk ke istana. Mereka bersikap seolah tak peduli.
“Kau tidak apa-apa?” Malik membantunya duduk.
“Aku baik-baik saja. Terimakasih.”
Bu Laksmi menatap penuh kecemasan.
“Bu, ini hanya latihan dan itu sudah biasa, Ibu jangan masukin di hati tentang apa yang baru saja ibu lihat.”
Malik dan Juna terdiam kaku tidak berani menatap Bu Laksmi.
Ryan menyentuh tengkuk bagian belakang tubuh abangnya.
“Aku akan mengobatinya.”
Fahmi mendongak. Adiknya itu di jaga oleh dua pengawal.
“Tidak perlu, kau lanjutkan latihan. Biar ibu yang mengurusku.”
Mereka telah sepakat untuk berlatih serius.
“Tapi, Bang.”
Fahmi menepuk bahu Ryan dan tersenyum.
“Aku bukan anak kecil, ini hanya cidera biasa.”
Juna membantu memapah Fahmi menuju ke kursi. Di temani sang ibunda, Fahmi pun memperhatikan Ryan dari pinggir arena.
Malik membungkuk sedikit di hadapan sang raja.
“Aku diminta oleh uwa untuk menangani mu, kau akan berlatih denganku.”
Ryan menghela napas. Dia pun bersiap untuk melawan. Malik adalah lawan yang tangguh. Dia gesit dan sangat lihai menipu gerakan.
“Ada satu pertanyaan yang ingin aku utarakan sejak kita kembali, maukah kau menjawabnya?” ucap Ryan.
Serangan di mulai. Ryan maju dengan serangan penuh. Tidak ada kesempatan bagi Malik untuk menyerang.
“Wow wow wow, kau sangat bersemangat. Permulaan yang bagus.”
Zeana menatap cemas dari jauh.
“Jawablah pertanyaan ku, kenapa Raksana membantu kita melawan pasukannya sendiri?”
Malik berusaha menghindari serangan-serangan Ryan.
“Sudah ku katakan sebelumnya jika kami di kurung di ruangan yang sama. Raksana tidak sejahat itu tapi aku tidak berani mengatakannya pada uwa.”
Ryan belum puas, satu kepalan tinju mendarat di perut Malik. Lelaki itu mundur dan hampir kehilangan keseimbangan.
“Anggap aku adalah lawan mu, jangan berpikir untuk mengasihani,” Ryan memperingatinya.
"Baiklah, lihat ini!"
Seorang prajurit datang dengan langkah terburu-buru menuju istana. Dia melewati Ryan tanpa memberikan penghormatan. Hal itu mencuri perhatian keduanya.
“Hey, kau. Ada apa?” tegur Malik.
“Maaf, saya harus menemui Tuan Raz segera,” jawab prajurit itu.
“Aku adalah Raja mu sekarang, katakan apa yang membuatmu tergesa-gesa?” ucap Ryan tegas.
Prajurit itu berlutut di hadapannya.
“Anak buah Rogiles menyerang desa, dan menganggu para penduduk.”
Ryan dan yang lainnya terkejut luar biasa.
“Bagaimana itu bisa terjadi?”
Fahmi segera bangkit, tidak peduli dengan rasa sakitnya.
“Mereka menyerang di siang hari. Penduduk pasti ketakutan."
Ryan memimpin pasukan tanpa sepengatahuan Raz.
“Bang sebaiknya kau tetap di sini. Percayalah padaku.”
Fahmi tidak mendengarkan.
"Kau akan membuat ibu cemas jika kau nekat pergi."
Ryan mengajak kedua adik iparnya. Sebelum benar-benar pergi, Ryan menoleh pada Zeana.
“Semuanya aku ingin kalian fokus pada lawan."
"Baik Tuan,"
Puluhan serigala menuruni gunung, Fahmi tak tenang dan berharap bisa menyusul. Malik dan Juna berubah menjadi serigala dan melindungi Ryan di depan sana.
“Ini gila? Dia benar-benar memulai peperangan."
Malik yang mendengar ucapan Ryan memilih diam. Dia tidak ingin membuat pemuda itu semakin marah.
Tiba di tepi jurang, mereka dapat melihat warga yang berhamburan berusaha menyelamatkan diri.
“Apapun yang terjadi, lindungi para warga. Aku tidak mau tahu, kalian harus membuat para serigala itu mundur!” titah sudah di ucapkan.
Malik dan Juna mengangguk mengerti. Kedua putra Wa Pasang menggiring pasukan menuju ke area perkampungan.
Hal ini membuat Ryan sangat terpukul. Dia merasa tidak becus menjadi seorang raja. Hal yang tidak terduga lainnya, Zeana dan Fahmi menyusul untuk membantu.
“Maaf, aku datang bukan karena perintah raja.”
Serigala putih itu melangkah dengan cepat menuruni gunung. Anak buah Rogiles telah menghancurkan setengah dari desa mereka.
Pertumpahan darah terjadi, beberapa warga kehilangan anggota keluarganya. Fahmi menyerang musuh dengan bringas, tanggung jawab sebagai putra Magadang tercoreng hari ini. Ketentraman desa yang di pertahankan selama berpuluh tahun hancur dalam satu hari.
Jerit ketakutan terdengar, anak-anak menangis dan tak jarang menjadi santapan para serigala yang kelaparan.
Zeana mendekat dengan wujud sebagai manusia, dia mendekati warga dan membawanya ke tempat yang aman.
“Kalian ikut saya, kita harus pergi dari sini.”
Tak ada satupun yang mengenalinya membuat Zeana hanya menjadi tontonan.
Sedangkan Fahmi dan yang lainnya kewalahan, serigala-serigala itu begitu banyak dan kuat.
“Percaya sama saya, Bu. Saya akan melindungi kalian.”
Usaha Zeana sia-sia. Ryan yang melihatnya memilih membantu istrinya.
Ryan mendapatkan respon dari warga.
“Mundur dan ikuti wanita ini, dia akan membawa kalian ke tempat yang aman.”
Anak-anak berlarian, hal itu mencuri perhatian lawannya.
Ryan melawan dengan kemampuan seadanya, dia tak dapat menjadi serigala di depan warga.
“Ryan, darimana datangnya serigala-serigala buas itu?” tanya seorang wanita yang merupakan tetangganya.
“Entahlah, saya tidak tahu. Kalian segera pergi untuk berlindung.”