Ryan mengepalkan tangan, dia tidak percaya jika Zeana harus menikah dengan abangnya sendiri.
“Zean, masuk," seru Wa Pasang. Lelaki itu ingin bicara serius pada Fahmi dan Ryan.
“Malik, Juna kalian juga masuk.”
“Tapi, Wa.”
Tatapan lelaki tua itu mampu membungkam anak-anaknya. Zeana menatap Fahmi sekali lagi. Sayangnya tatapannya tak terbalas. Di sampingnya, Ryan memperhatikan itu semua.
Kini hanya Wa Pasang, dan kedua adik beradik itu yang ada di sana. Ryan menghadap ke Fahmi, dia ingin mendengarnya langsung dari mulut saudaranya.
“Jadi, tujuanmu kesini karena akan dinikahkan dengan Zean, lalu bagaimana dengan Fizah?”
Ryan memikirkan nasib gadis itu, ibu mereka akan sangat kecewa jika pernikahan dibatalkan.
“Dia hanya boleh menikah dengan putriku, Ryan. Jangan menjadi egois dan memikirkan diri sendiri. Pikirkan semuanya baik-baik,” suara bariton milik Wa Pasang mengejutkan mereka.
“T-tapi, Wa.”
“Semua ini bukan hal yang bisa di atur oleh manusia atau kau sendiri. Seperti kataku, jika kau ingin semuanya kembali seperti dulu. Dimana manusia hidup dalam ketakutan dan para serigala bebas memangsa bangsa kalian. Maka abaikan saja tentang ramalan dan legenda itu.”
“Tapi kenapa harus Bang Fahmi, Wa? Kenapa harus dia yang mengorbankan diri.”
Fahmi tertegun, Ryan berusaha keras untuk menyelamatkannya.
“Apa kalian mengira semua ini mudah untuk Zean?”
“Apa tidak ada solusi yang lain? Aku tidak mungkin menikahinya. Aku tidak mencintainya," tawar Fahmi.
“Cinta akan tumbuh nanti, wajar jika kau belum merasakannya karena ini pertama kali kalian bertemu.”
Ryan berbalik, hatinya kecewa. Dia tidak percaya, dalam sekejap semua bisa berubah.
“Aku sudah menceritakan semuanya, Raksana tidak mungkin berdiam diri, dia akan datang kepadamu. Aku telah melindungi Zeana dengan kemampuan yang aku bisa. Kami siap berkorban dan menyerahkan semua keputusan pada Raz."
Fahmi tidak ingin patah harapan.
“Aku akan menemuinya. Apa Uwa tahu dimana tempatnya?”
Wa Pasang menyunggingkan senyum penuh arti.
“Kau ingin mengantarkan nyawa, aku tidak percaya kau memilih mati sia-sia dari pada menikahi putriku.”
Fahmi panik saat melihat Wa Pasang tersinggung.
“Bukan begitu, Wa. Aku hanya ingin membicarakan semuanya.”
Zean dan kedua saudaranya menguping dari sela dinding rumah yang terbuat dari anyaman bambu.
“Kau lupa? Dia telah membunuh Magadang, dia dapat melahap orang sepertimu sepuluh kali lipat dalam sekali terkaman. Sedangkan kau, apa yang kau miliki? Apa kau sudah punya ilmu kanuragan?”
Fahmi tertunduk.
“Apa kau memiliki ilmu bela diri setidaknya untuk melindungi dirimu sendiri.”
Fahmi menggeleng lemah.
“Kalaupun kau menolak, kau dan warga desamu akan mati di tangannya.”
Wa Pasang meninggalkan keduanya, dia memberi Fahmi dan Ryan kesempatan untuk berpikir.
Ryan yang merasa kecewa memilih diam dan tidak menoleh sekalipun pada Fahmi.
“Yan, kau harus dengar abang. Semua ini tidak seperti yang kau pikirkan.”
Ryan menyunggingkan senyuman.
“Apa tadi kau sedang permainkan aku, Bang. Kau memintaku tanya hati sendiri, tapi kau … Kau akan menikahinya.”
“Semua ini bukan kemauan Abang, kau lah yang mengajak abang ke tempat Raz, dan abang bersedia kesini karena Wa Pasang mengetahui kisah kematian Bapak.”
Fahmi berusaha meyakinkan adiknya.
“Terserah. Kau berhak melakukan segalanya. Kau adalah pemilik darah suci yang selalu di ceritakan dalam legenda.”
Ryan berjalan menjauh.
“Yan!”
“Yan dengar abang dulu.”
Ryan tidak mendengarkan, dia memilih pergi meninggalkan Fahmi sendirian dalam Gunung Bayangan. Saat Fahmi ingin mengejar, Zeana keluar dari rumah tuk menemuinya.
“Aku ingin bicara.”
Wanita itu memandang Fahmi dengan harapan yang besar.
“Ikutlah denganku,” ucap Zeana.
Fahmi mengikutinya dan berjalan menuju ke hutan.
“Kau mau kemana? Jika mau bicara cukup disini saja,” ucapnya tegas.
Zean menoleh.
“Kenapa kau takut? Aku ingin mengajakmu ke air terjun.”
Fahmi bergidik, berjalan tanpa Ryan adalah sesuatu yang mengerikan baginya.
“Bicaralah di sini, aku ingin menyusul Ryan secepatnya.”
Fahmi duduk di atas batu besar. Zeana mulai mengerti dengan karakternya, dia sangat keras kepala. Percuma jika berdebat dengannya.
“Baiklah. Aku hanya ingin bilang.”
Zeana menjeda ucapannya.
“Purnama selanjutnya adalah waktu yang ditentukan Tuan Raz agar kita menikah.”
Raut wajah tegang terpampang dimuka Fahmi. Netra lelaki itu melebar dan tangannya mengepal kuat.
“Aku menunggu hari ini selama bertahun-tahun, kau di jodohkan untukku tapi kita tidak pernah bertemu.”
“Aku mencintai gadis yang lain.” Satu ucapan lelaki itu membuat Zeana terpaku.
Fahmi jelas menolaknya.
“Darah suci yang ada di tubuhmu sangat penting, sakralnya penobatan yang akan dilakukan tergantung pada keyakinan mu. Aku tidak melarang kau menikahinya, tapi kau harus menikah denganku terlebih dahulu.”
Fahmi terkejut mendengar itu.
“Raksana akan mencarimu, siap atau tidak. Kau harus menjauh dari keluargamu agar dia tidak mendatangi desa.”
Fahmi semakin tertekan.
“Jangan menakutiku, itu tidak akan mempan.”
Zeana melangkah ke depan, pemandangan yang tersaji di depan mata begitu menyejukkan.
“Datuk tidak membawa kami sejauh ini jika beliau hanya memikirkan tentang pengendalian wujud kami, seperti yang kau ucapkan. Buktinya kau dan Ryan bisa mengontrolnya walau kalian tak memiliki seseorang yang dapat membimbing. Kami di sini karena tidak ingin Raksana datang melukai orang-orang yang tidak bersalah di sekitar kami,” ucap Zean.
Fahmi akhirnya goyah, ucapan wanita itu sangat masuk di akal.
“Pergilah, aku akan menunggumu saat purnama tiba.”
Fahmi tidak menjanjikan apapun, tapi Zean begitu memercayainya.
“Aku akan pamit pada, Uwa.”
“Tidak perlu, beliau sedang berdiam diri.”
Zean menatap jauh, kedua anak buah Raz segera mendekatinya.
“Kawal Tuan Fahmi pulang, firasatku mengatakan akan terjadi sesuatu yang buruk.”
“Baik, Nona.”
Fahmi mengikuti kedua manusia jelmaan itu, dia mengabaikan Zeana yang terus menatapnya.
“Hati-hati.”
Gunung Bayangan tak terjamah oleh manusia, hanya orang yang memiliki kesaktian atau berhubungan dengan Wa Pasang yang bisa memasukinya.
Fahmi keluar dari sana dan melangkah menuruni gunung, tujuannya kali ini adalah menemui Ryan.
Ucapan Zean terus tergiang di kepala, Fahmi merasakan dilema yang luar biasa.
Perjalanan pulang tiba-tiba terhenti saat kedua serigala dihadapannya berhenti.
Fahmi dengan wujud serigala putih itu menatap bingung. Kedua serigala yang ada di hadapannya tampak mengendus dan berubah menjadi ketakutan.
“Mundur, Tuan. Perjalanan ini tidak aman.”
“Apa maksudmu?”
Fahmi mengkhawatirkan Ryan yang telebih dulu meninggalkan mereka.
“Kami mencium antek atau kelompok Raksana baru saja melewati kawasan ini.”
Fahmi yang mendengar itu, seketika menatap berang.
“Kita harus maju, aku tidak akan membiarkan siapapun melukai Ryan.”
“Tapi, Tuan. Nyawamu sangat berharga sekarang. Kita harus kembali ke Gunung Bayangan.”
Kedua anak buah Raz tengah memaksanya.
“Persetan dengan itu!”
Fahmi melangkah menerobos hutan mencari keberadaan Ryan. Jejak-jejak yang terlihat membuatnya menyimpulkan jika tidak hanya ada satu atau dua manusia serigala mengejar adiknya.
“Tidak, bagaimana ini bisa terjadi? Cepat cari Ryan dan selamatkan dia!" titahnya