6. Nada

1312 Kata
Tidak ada hal yang lebih membuat aku bahagia selain membahagiakan Ayah. Walau di perantauan ini Aku merasa jauh dari kata bahagia. Namun demi membahagiakan Ayah aku tidak takut menghadapi halangan ataupun rintangan yang sering kali menghantui malam-malamku. Namaku Nada Lucena. Mahasiswa baru yang berusaha untuk bertahan demi menimba ilmu dan mengangkat derajat orang tuaku. Hari ini aku kembali menjalani aktivitas seperti biasanya. Membawa tas yang aku gendong di punggungku. Memakai celana kain berwarna hitam. Memakai kemeja berwarna merah muda, tidak lupa aku selalu mengepang rambutku agar terlihat rapi dan tidak membuatku sumpek. Aku berangkat ke kampus dengan berjalan kaki. Karena memang letak antara rumah kost dengan kampusku tidak begitu jauh. Tidak pernah terbayangkan sedikit pun dalam benakku untuk mengenyam pendidikan di perguruan tinggi. Rasanya hampir tidak percaya saat aku lolos ujian untuk mendapatkan beasiswa. Awalnya aku ragu untuk mengambil keputusan ini. Namun Ayahku berhasil meyakinkanku walau kondisi keuangan keluarga kami bisa dibilang jauh dari kata berkecukupan. Ya! mungkin saja di kota Jakarta ini ada beberapa mahasiswa yang menganggap aku sebagai anak kampung. Bahkan mereka dengan tega sering kali mengataiku dengan cacian yang membuat hatiku terluka. Mungkin mereka menganggap aku berbeda dan unik. Sejauh itu tidak melecehkanku, maka aku tidak akan mempermasalahkannya. Hiruk-pikuk di kota ini mulai terasa sejak selepas subuh. Walau bisa dibilang kota Jakarta adalah salah satu kota yang tidak pernah tidur. Aku pun ikut bergulat dengan waktu agar tidak datang terlambat ke kampus tercinta. Namun aku merasa hari ini tidak seperti biasanya. Bahkan ketika aku baru saja memasuki pintu lobi utama, banyak mahasiswa yang menatapku. Rasanya benar-benar aneh. Memang biasanya ada beberapa mahasiswa yang melihatku dengan sinis ataupun menertawakan penampilanku. Namun kali ini mereka terlihat berbisik dan aku tidak tahu apa yang mereka bahas. “Nada!” Aku menoleh ke arah sumber suara dari seseorang yang memanggilku ketika aku hampir menaiki tangga menuju lantai dua kampusku. “Eh, Anggi?” sapaku kepada gadis berambut pendek sebahu berdarah Sunda yang selalu baik kepadaku. “Eh, Nad kamu tahu nggak? Kalau hari ini kamu teh trending loh!” “Hah? Trending apa ya, Nggi?” tanyaku yang benar-benar terkejut dan merasa takut kalau ada sesuatu hal yang buruk menghadangku. “Itu loh, Nad! Pas kamu nyanyi di malam keakraban waktu itu! Ingatkan?” “Iya ... Memangnya ada yang salah ya sama lagu yang aku bawakan di malam keakraban itu? kok bisa-bisanya aku jadi trending?” Aku merasa benar-benar takut kalau ada kesalahan fatal saat aku membawakan sebuah lagu sambil bermain gitar di malam keakraban beberapa hari yang lalu. “Nggak ada yang aneh! Yang ada teh kamu itu jadi trending di sosial media karena sehari setelah kita pulang, Satria mengunggah momen itu ke akun sosial media miliknya. Dan kamu teh tahu nggak? hampir semua anak-anak kampus ini tahu loh. Mereka hampir nggak percaya kalau suara kamu teh bagus banget dan kamu juga jago main gitar!” Anggi terlihat sangat senang. Dia merasa begitu bangga karena sudah mengenalku dengan baik. “Masa sih? Memangnya kayak gitu?” Aku hampir tidak percaya kalau sebuah lagu bertemakan cinta yang aku bawakan malam itu benar-benar mendapat apresiasi yang bagus dari banyak orang. Bahkan aku tidak pernah berharap akan mendapat pujian. “Kamu lihat sendiri deh! Nih!” Anggi menyodorkan ponsel pintar miliknya agar aku bisa melihat postingan Satria di akun sosial medianya. “Yang nonton udah banyak banget? Ini nggak mimpi kan, Nggi?” Aku menanyakan hal itu karena aku takut ini semua hanya mimpi atau prank yang biasa dilakukan mahasiswa sini sama aku. “Masa aku sama Satria bohong sih? Kamu lihat sendiri kan buktinya? Pokoknya teh kalau ada lagi yang ngebully kamu, harus lebih menunjukkan bahwa kamu lebih baik dari mereka! Aku teh nggak tega kalau lihat kamu dirundung kayak gitu sama mereka! Aku mau ikut melawan mereka teh masih takut! Mau gimana lagi ya! Aku kan masih junior!” Anggi memang selalu bersikap baik sejak kami pertama mengenal. Begitu juga dengan Satria. Dia salah satu orang yang sering membelaku saat dia memergoki aku tengah dirundung oleh geng Mawar Merah. “Tapi, Nggi ... Aku justru takut!” “Takut kenapa, Nad?” “Takut kalau geng Mawar Merah itu tiba-tiba tahu dan balik lagi ngebully aku! Memang sih bukan salah Satria juga karena emang itu kan momen kita saat malam keakraban, kebetulan kita satu kelompok. Dan aku juga nggak tahu kalau bakal trending kayak gini. Aku sih berharap geng Mawar Merah itu nggak muncul di hadapanku deh. Udah pasti mereka itu nggak bakal suka sama aku.” Aku hanya bisa menunduk dan tidak mau berharap terlalu banyak. Aku tahu siapa diriku. Hanya gadis kampung yang berusaha mencari kedamaian saat menimba ilmu di sini. Aku tidak mau mencari masalah dengan siapapun. Aku yang tidak mencari masalah pun terkena intimidasi geng mawar Merah itu. Entahlah Apa yang membuat mereka seperti ingin merajai seisi kampus ini. Mungkin karena mereka anak-anak dari orang berada atau mungkin mereka merasa memiliki segalanya. Sehingga mereka tidak akan peduli dengan perasaan orang-orang yang mereka bully seperti aku. “Udah, Nad ... nggak usah melamun! Yang penting kamu jadi trending dan banyak yang suka sama penampilan kamu dan suara kamu saat menyanyi! Nggak usah mikirin geng Mawar itu deh! Kita hadapi saja!” Aku hanya mengangguk setelah mendengar Anggi memberikan aku motivasi. Baiklah aku anggap aku tidak pernah trending dan akan menjalani hari-hariku seperti biasa saja. Semoga tidak ada masalah. Akhirnya kami berjalan menuju ruang perpustakaan untuk mengembalikan buku referensi yang kemarin aku pinjam sebelum kami memasuki ruang kuliah. Sepanjang perjalanan, aku merasa semua mata tertuju kepadaku. Rasanya benar-benar tidak nyaman. Apalagi dengan predikatku yang dikenal sebagai gadis kampung. Menjadi trending adalah sesuatu yang berlebihan untukku. Namun itu semua sudah menjadi takdir yang harus selalu aku syukuri apa pun keadaannya. “Hai, anak kampung!” tiba-tiba suara itu terdengar tepat di hadapan kami. Aku dan Anggi yang tengah menunduk tidak berani melihat ke depan. Kami saling menatap dan berusaha saling menguatkan karena suara yang memanggilku itu sangat tidak asing. Kami sudah melihat ada empat orang mahasiswi yang berdiri di depan kami. Mereka adalah Geng Mawar Merah. Salah satu pentolannya bernama Kak Juli. Aku dan Anggi berusaha untuk menatap ke arah Kak Juli yang saat ini sedang bertolak pinggang. “Mau ke mana kalian?” tanya Kak Juli sembari menatap kami bergantian. “Perpustakaan, Kak!” jawabku singkat dari pada terlalu panjang nanti bisa dianggap menantang mereka. “Lu jangan merasa besar deh! Walaupun Lu trending hari ini, tetep aja anak kampung tetaplah Anak kampung! Jangan sok yes di sini!” “Nggak ada yang mengharapkan jadi trending kok, Kak!” jawabku kesal. Sudah bisa aku tebak pasti mereka kembali mencari perkara. “Terus merasa bagus?” Sepertinya Kak Juli benar-benar tidak suka dan dia mengancamku. “Enggak!” jawabku singkat dan merasa kalau sebentar lagi mereka akan berbuat ulah kalau terus-terusan aku ladeni. “Bagus deh kalau gitu! Asal kalian tahu! Kalian hanya junior di sini! Anak kampung! Walaupun sekarang lo trending dengan suara emas lo, tetap aja nggak akan bisa ngalahin pamor gue! Jadi kalian nggak usah macam-macam dan nggak usah mengunggah aktivitas Nada dengan nyanyiannya! Gue nggak akan tinggal diam kalau sampai hal itu terjadi lagi!” Kak Juli mengancam kami dan mengintimidasi kami kalau aku tidak boleh lagi menyanyi ataupun mengunggah aktivitas menyanyiku di akun sosial media siapa pun. Apa salahku? Kenapa Kak Juli begitu tidak menyukaiku? Entahlah! Mungkin aku bukan level mereka. Sehingga mereka menganggap aku rendah. Anggi mulai menenangkanku karena dia tahu bagaimana aku mulai menyesak dengan ancaman mereka. Setelah mereka mengancam, Mereka berlalu begitu saja tanpa merasa bersalah. Satu hal yang aku tangkap dari ancaman ini. Mereka tidak suka kalau aku bernyanyi. Namun kali ini mereka salah. Bernyanyi sudah menjadi bagian dari hidupku. Ayah mengajarkan aku bernyanyi dengan sepenuh cinta dan setulus hati. Tidak ada yang bisa menghentikanku untuk terus bernyanyi dan melantunkan melodi. Kali ini aku tidak mau tinggal diam walau mereka terus merundungku.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN