Video Call

1745 Kata
Walau Lukas sudah memerintahkan Luna untuk tidur saja dari pada mengobrol dengan dirinya, tetapi Luna tidak melakukan itu. Ia memilih melakukan video call saja bersama dengan Nisa dan Desi ketika mereka berdua memberi kabar kepada Luna bahwa sedang menginap di kost Nisa. "Hallo, Nisa ... Desi ....," ucap Luna dengan lesu. Tiba-tiba saja ia tidak cukup bersemangat untuk video call bersama dua sahabatnya. "Aku bosen banget, pengen pulang," katanya lagi ketika Nisa bertanya mengapa Luna nampak tidak bersemangat. Namun, sepertinya suara Luna cukup keras, padahal ia yakin sekali bahwa suaranya biasa saja. Tetapi, sepertinya acara video callnya bersama dengan dua sahabatnya tersebut cukup dapat di dengar oleh Lukas dari dalam kamarnya. Laki-laki itu sudah keluar dari kamarnya saja dan berdiri di ambang pintu kamarnya. Dari sini, Lukas pun bisa melihat Luna yang asyik rebahan di atas kasur sambil sambat tentang banyak hal yang Luna alami selama bersama dengan Lukas.  Tidak lama, Luna cukup terkejut dengan kehadiran Lukas yang tiba-tiba ada di sampingnya. Bukan hanya Luna yang terkejut, tetapi Nisa dan Desi pun banhkan sangat terkejut melihat Lukas yang muncul di samping Luna padahal Luna sedang ada di atas kasur. Sontak saja pikiran kedua sahabatnya itu berkeliaran ke mana-mana. Berbeda dengan Nisa dan Desi, dengan santainya Luna hanya mendorong kepala Lukas dengan satu tangannya agar tidak ikut-ikutan muncul di dalam layar ponselnya.  "Lun, jelasin ke kita semua kenapa Lukas ada di sebelah lo. Kenapa?" kata Nisa yang wajahnya sangat mendekat pada kamera sehingga terlihat sangat besar di layar ponsel Luna.  "Woi, Lukas! Lo jangan sekali-kali nyentuh Luna kami ya! Awas aja kalo Luna kenapa-napa, sampai di Malang lo bakal jadi perkedel goreng!" Kemudian giliran Desi yang hanya menampakkan mulutnya di layar ponsel Luna, yang amat membuat Luna tertawa.  Luna pun tertawa terbahak-bahak di sana. "Kalian itu kenapa? Ini kan rumah Lukas, wajar kalo kalo bareng-bareng sama Lukas." "Nggak gitu, Lun!" ucap Nisa dengan bentakannya seperti biasa yang bisa membuat telinga siapapun pegang, bahkan ketika hanya melalui video call.  "Lukas, sini deketan." Luna malah meminta Lukas untuk mendekat supaya wajah Luaks kembali terlihat di layar ponsel Nisa dan Desi. "Gila lo, Lun. Jadi cewek kok polos amat!" ucap Desi setelahnya. Mereka berdua sampai geleng-geleng kepala.  "Lun, plis lo kudu jaga diri baik-baik. Gue nggak mau lo nikah muda apalagi sama Lukas. Gue juga nggak mau lo jadi mama muda apalagi jadi mama muda dari anak-anaknya Lukas." Mendengar hal tersebut, ponsel yang dipegang Luna langsung diambil oleh Lukas. "Woi ... woi ... woi ... jangan mikir ke arah sana, woi," kata Lukas dengan nada santai. Sementara Luna masih berpikir sebenarnya apa yang sedang dibicarakan Lukas bersama kedua sahabatnya itu. "Lukas, kalian bicara apa sih?" tanya Luna yang menoleh menatap Lukas. "PLEASE BANGET INI MAH KALIAN CEPET KELUAR DARI KAMAR!!!!" Nisa sudah berteriak, membuat Luna kembali memperhatikan layar ponselnya. "Nisa kenapa teriak-teriak gitu sih? Kalian yang sopan dong di rumah orang, jangan teriak-teriak gitu!" Luna sudah menegur Nisa dan Desi. Tetapi keduanya terlihat sekali jika sudah memutar bola mata mereka karena merasa lelah.  "KALO NGGAK MAU KEDENGERAN BERISIK YA KAMU PAKE EARPHONE, LUN!" Desi masih berteriak.  "Lukas, tolong ambilin earphone aku di atas nakas itu dong," pinta Luna kemudian. Setelah earphone sudah ada di tangannya, ia lalu memakainya. Tidak lupa, dirinya juga menawari Lukas untuk memakai sebelah earphone, mereka saling berbagi earphone. Nisa dan Desi yang menyaksikan itu hanya bisa pasrah. Luna memang polos, ia akan terbuka dan akrab dengan siapa saja yang menurutnya nyaman. Di sini pula, Nisa dan Desi dapat menyimpulkan jika Lukas bisa dibilang sangat humble sampai-sampai Luna dapat nyaman kepadanya.  "Nisa, Desi, kan kita ngira selama ini Lukas itu nyebelin ya. Padahal Lukas itu orangnya seru banget lho!" Luna sudah laporan saja pada Nisa dan Desi.  Kedua sahabat Luna itu bisa percaya, tetapi tetap saja tidak mudah bagi mereka berdua untuk langsung percaya begitu saja.  "Lukas, awas ya lo sampai ngapa-ngapain Luna," kata Desi lagi memperingatkan. Lukas terkekeh di sana. "Gue nggak ngapa-ngapain Ya Allah, Desi. Gue sama Luna ke sini kan ya buat ngerjain tugas observasi." "Emangnya Lukas mau ngapain aku?" Luna pun bertanya pada dua sahabatnya itu. "Lukas orang baik, dia aja tadi siang rela antre lama banget buat dapetin spesial menu kolaborasi di mekdi." Luna terkekeh mengingat di mana mereka berdua antre hanya untuk mendapatkan spesial menu kolaborasi. "Awas, Lun. Hati-hati. Nanti tiba-tiba Lukas ada maunya." "Kalian jangan berprasangka buruk gitu dong, kan aku jadi jadi nggak enak sama Lukas. Aku di sini tamu lho," kata Luna yang lama kelamaan memang tidak enak jika teman-temannya masih menganggap Lukas bukan orang yang baik dan bisa diandalkan. "Tapi, Lun. Sejak kapan kalian bisa tiduran berdua kayak gitu? Di dalam kamar lagi!" Desi dan Nisa masih syok  jika harus menyaksikan Luna dan Lukas rebahan berdua begitu walau hanya dari layar ponselnya. Luna paham dengan kekhawatiran Nisa dan Desi. Tetapi, sepertinya memang Luna yang tidak terlalu khawatir dengan apa yang dikhawatirkan dua sahabatnya itu, jadi Luna merasa semuanya wajar-wajar saja.  "Kalian jangan berpikir kemana-mana. Kalian percaya aja sama aku sama Lukas kalo kita nggak bakal ngapa-ngapain. Kita tahu semuanya kok. Iya kan, Lukas?" Luna menoleh pada Lukas. Hal tersebut membuat Lukas sadar jika Luna memang mengerti semuanya, yaitu mengenai kedekatan mereka. Hanya saja Luna sangat jarang membahas kedekatan ini dengan detail. Mungkin Luna tidak mau membuat suasana menjadi canggung dan mungkin juga Luna hanya ingin lebih akrab dan lebih dekat dengan Lukas sebagai seorang sahabat. "Tapi kalian kalo tidur nggak berdua kan?"  Luna diam sejenak yang membuat Nisa dan Desi penasaran. "Lun!" Luna menggeleng. "Malam ini kita nggak tidur berdua kok. Kita tidur di kamar masing-masing. Iya kan, Lukas?" Lukas pun mengangguk menyetujui. "Tunggu ... lo bilang kalo malam ini lo nggak tidur berdua sama Lukas. Jadi, kemarin malam lo tidur berdua sama Lukas, Lun?" Luna mengangguk. Terlihat Nisa dan Desi membulatkan matanya. "Jelasin, Lun! Gimana bisa?"  "Ya bisa aja. Kemarin itu cuaca lagi cerah banget. Terus aku ada ide buat kita berdua pesta bantal terus-" ucapan Luna terpotong. "TERUS APA? GIMANA CERITANYA CUACA CERAH TAPI LO MALAH NGIDE BUAT PESTA BANTAL? APA HUBUNGANNYA, LUNA? LO MASIH WARAS KAN, LUN?" "Mulutnya di jaga dong, Nis. Aku masih waras tau! dan karena aku masih waras, makanya aku ngajak pesta bantal di balkon. Jadi kita tidurnya di balkon. Langitnya bagus banget banyak bintang-bintang. Yakali aku nggak manfaatin buat manjain mata aku." Mendengar penuturan dari Luna membuat Nisa dan Desi sedikit lega karena ternyata mereka berdua hanya tidur bersama dan itu di balkon. Sangat tidak masuk akal dan tidak bisa dibayangkan jika mereka berdua melakukan hal yang aneh-aneh karena sudah pasti akan terkena teguran dari orang tua Lukas.  Sementara Lukas, laki-laki itu merasa was-was jika saja Luna menceritakan kejadian waktu itu di mana dirinya memberikan ciuman pertamanya untuk Luna. Lukas benar-benar tidak siap jika hal tersebut sampai didengar oleh orang lain apa lagi oleh sahabat dari Luna. Lukas takut jika dua sahabat Luna itu kehilangan rasa simpatinya pada Luna dan berakhir meninggalkan Luna karena jijik dengan Luna yang berani-beraninya berciuman dengan orang yang baru saja dekat dengannya. Sungguh, Lukas akan merasa sangat bersalah jika sampai Luna sedih karena ditinggal oleh dua sahabatnya itu dan apalagi penyebabnya adalah dirinya. Di layar ponsel, terlihat jika Nisa langsung merebut ponselnya dan memegangnya. Mata Nisa melotot ke arah kamera dekat-dekat. Lukas yang melihat itu semakin was-was saja. Semoga saja jika Nisa bertanya hal yang aneh-aneh, Luna bisa berbohong untuk kali ini saja. Lukas sungguh berharap. "Lun, lo tidur di balkon sama Lukas, lo ngelakuin apa aja?" tanya Nisa dengan nada yang mengintimidasi. Lukas berharap-harap cemas, tetapi dirinya tidak bisa melakukan apa-apa. Jika dirinya menyahut dan berkata jika mereka tidak melakukan hal apapun selain memandang langit, bercerita, dan tidur, ia takut jika Luna malah dengan mudah jujur bahwa mereka berdua telah berciuman. Lukas pasrah saja, ia menyerahkan semuanya pada Tuhan dan Luna. "Ya seperti biasanya, Nis, kalo kita bertiga lagi pesta bantal di kost Desi. Lihat langit, ngobrol, overthingking." Akhirnya Lukas bisa mengembuskan napasnya. Ia lega karena Luna tidak menceritakan tentang ciuman itu. "Yakin, itu aja?" Kini Desi yang bertanya. Lukas kembali deg-degan saja. Ia bisa memprediksi jika kali ini Luna akan menceritakan semuanya. Habislah riwayatnya. "Aku mau cerita tapi kalian nggak boleh kaget ya!" kata Luna pada dua sahabatnya yang sudah siap mendengarkan cerita dari Luna. "Lun ...," ucap Lukas pelan. Ia mengkode Luna supaya tidak menceritakan hal tersebut pada dua sahabat Luna. "Jadi gini ... pas bangun tidur tuh kan aku sama Lukas ya cerita-cerita lagi kayak biasanya sebelum subuhan." "Terus?" Luna sudah menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Ia akan tidak habis pikir jika Luna sampai menceritakan hal yang sebenarnya tidak perlu diceritakan itu. Tetapi, di sisi lain Lukas juga harus menyadari bahwa Luna itu mempunyai dua sahabat yang mungkin sudah sanagt dekat sedekat nadi. Jadi, jika mereka sudah terbiasa menceritakan semua pengalaman ynag pernah mereka lalui, maka Lukas tidak bisa untuk  melarang Luna menceritakan semua ini. Lagi-lagi Lukas hanya bisa pasrah saja.   "Tanya sendiri nih sama Lukas, dia ngapain aku." Luna malah memberikan ponselnya pada Lukas. Otomatis saja Lukas kebingungan harus menjelaskan apa. "Lukas! Apa yang lo lakuin sama Luna?" Dua perempuan itu sudah menyentak saja. "Cepet bilang yang jujur. Lo tau juga kan kalo Luna nggak suka kebohongan. Otomatis juga lo nggak bisa bohong. Cepet jujur sama kami!" "Jujur aja, Lukas. Nisa sama Desi harus tau. Mereka nggak bakal marah juga kok," kata Luna yang malah mencoba menenangkan Lukas yang sudah menegang. "Emang harus banget diceritain ya, Lun?" tanya Lukas pada Luna. Keduanya pipinya mulai memerah karena malu. "CEPET CERITA!" kata Nisa yang membuat Lukas terkejut. Sepertinya memang Nisa dan Desi itu sangat bar-bar, berbeda sekali dengan Luna. Lukas sampai bingung bisa-bisanya Luna masuk dalam circle Nisa dan Desi. "Jadi emang pas bangun tidur, gue sempet nyium Luna." Akhirnya Lukas mengatakan hal yang sebenarnya. "HAH APAAAAAAAA?" "Iya, gue tau gue salah. Gue minta maaf banget ini mah, gue yang terlalu nggak bisa nahan diri gue. Maaf banget!" Setelah itu Lukas hanya bisa pasrah. Biarkan saja jika memang dirinya akan menjadi bulan-bulanan Nisa dan Desi ketika sudah sampai di Malang nanti. "GILA LO, KAS! MENTANG-MENTANG GANTENG, NYIUM ANAK ORANG SEMBARANGAN!"  "Iya, gue akuin gue salah. Gue nggak bakal ngulangin lagi, gue bakal jagain Luna selama di sini," kata Lukas yang sudah tidak bisa berkata-kata lagi. Wajah NIsa dan Desi sudah terlihat memerah, sepertinya mereka sedang menahan amarah. "Tapi kamu tadi nyium aku lagi, Lukas."  "APAAAA?" Lukas lelah. Bisa-bisanya Luna sejujur itu pada dua sahabatnya. Rasanya Lukas ingin berubah saja menjadi lampu taman jalanan daripada harus menghadapi kepolosan Luna yang tiada habisnya.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN