NANA OH NANA - BAB 11

1285 Kata
Nana merasa sangat kesal pada pamannya yang seperti itu. Degub jantung Nana semakin tidak menentu mendapat perlakuan pamannya seperti itu. Bukan apa-apa, dia hanya takut ada orang yang melihat perbuatan pamannya tadi. Candra tidak tahu, kenapa dia bisa seperti itu saat dengan keponakannya. Padalah dia sudah berusaha menepis kejadian sebulan yang lalu, dan mencoba melupakan Nana dari hidupnya, tapi kenyataannya setelah dia dekat dengan Nana lagi, malah dorongan untuk dekat Nana semakin kuat. Nana mengatur degub jantungnya yang dari tadi tidak karuan karena perbuatan pamannya. Dia tidak tahu, kenapa dia bisa sampai seperti ini. Merasakan degub jantung yang sangat tidak karuan. Sebisa mungkin Nana melupakan kejadian satu bulan yang lalu, tapi kini dia mengingatnya lagi karena pamannya melakukan hal yang tak terduga tadi. ^^^^ Semua sudah berkumpul di meja makan. Hanya Nana yang belum keluar dari kamarnya, dari tadi dia masih malas untuk keluar kamar karena dia tidak ingin bertemu dengan pamannya. Nana mendengar ibunya memanggil untuk ikut makan malam. Nana terpaksa keluar dengan wajah lusuh seperti habis tidur. “Kamu malah tidur, Na?” tanya Ibunya. “Ngantuk, Bu. Dari tadi sore ‘kan Nana bantu-bantu Mbak Win masak, Bu, jadi capek sekali,” jawab Nana. “Makan dulu, jangan tidur, ini masih sore, Na,” ujar ibunya. “Hmmm... ini Nana mau makan,” jawabnya dengan malas-malasan. Nana sebenarnya sudah bersiap tidur. Dia keluar dengan menggunakan baju tidur, lebih tepatnya daster dengan motif polkadot berwarna biru muda. “Na, kamu sudah tidur?” tanya Aziz. “Iya, Pakde, ngantuk banget, Nana pulang sekolah langsung beberes kamar, dan sorenya langsung membantu Mbak Win masak. Sekali-kali tidur sore, mumpung enggak kerja,” jawabnya dengan langsung duduk di kursi. Dan, dia tidak menyadari kalau dia duduk si sebelah Candra. “Na... Na... malam minggu kita kumpul malah kamu tidur,” ucap Ayu. “Ngantuk, Bi,” jawabnya dengan mengambil makanan. “Makan, Na, nanti kita kan mau nonton film baru,” ujar Tya. “Aku enggak suka nonton, Mbak. Paling juga nonton drakor, kan? Enggak masuk tontonan seperti itu untuk Nana, Mbak,” jawabnya. “Masuknya apa, Na? Nonton bola?” ucap Candra dengan mengacak-acak rambut Nana. “Hmmm... mending semalaman enggak tidur Nonton bola paman,” jawab Nana. “Sudah, ah, Nana mau makan,” ucapnya. “Makan yang banyak,” ucap Adil, adik Tya. “Hmmm... ini mau makan,” ucap Nana. Nana benar-benar tidak tahu, kalau dia duduk si sebelah pamannya. Dia mulai risih dengan perlakuan Candra yang sengaja menyentuh pahanya dengan mengusap lembut. Nana semakin gelisah, dan tidak tenang mendapat perlakuan pamannya seperti itu. “Dasar om m***m! Dia semakin nekat saja!” umpatnya dalam hati. Nana segera menyelesaikan menghabiskan makaannya, dan dia langsung ke belakang dengan alasan, dia ingin membuat teh hijau untuk dirinya. Padahal dia menghindari pamannya yang semakin tidak karuan tindakannya. Nana langsung membuat teh hijau dan pamit dengan ibunya untuk langsung ke kamarnya, karena akan mengerjakan tugasnya. Dia tidak ingin bergabung dengan mereka, yang nantinya akan diperlakukan dengan tidak baik lagi oleh pamannya. ^^^ Malam semakin larut. Nana masih belum bisa memejamkan matanya. Padahal dia sudah menghabiskan beberapa buku untuk ia baca. Namun, matanya tak kunjung terpejam. Padahal Nana sudah berusaha untuk memejamkan matanya. Nana keluar dari kamarnya. Dia tahu semua orang pasti sudah tertidur lelap, karena sudah pukul satu dini hari. Dia keluar karena ingin membuat s**u vanila kesukaannya. Nana ke dapur dan mengambil s**u bubuk rasa vanila, lalu menyeduhnya dengan air hangat. Nana mengambil sepotong roti tawar untuk menemaninya memimun s**u. “Belum tidur, Na?” tanya seorang laki-laki yang suaranya sangat ia kenal. Nana menajamkan pandangannya lagi ke arah seorang laki-laki yang berada di ambang pintu dapur. “Paman?” ucap Nana dengan lirih. “Iya, aku paman kamu, kenapa?” ucap Candra dengan berdiri di samping Nana yang sedang duduk di kursi yang ada di dapur. “Jangan macam-macam, Paman!” ucap Nana dengan penuh penekanan. “Kamu takut sekali sepertinya?” ucap Candra dengan tersenyum. Candra melihat keponakannya yang gugup meminum susunya dan sepertinya ingin cepat-cepat keluar dari dapur. “Na, mau tidur lagi, kan?” tanya Candra. “Iya lah, memang mau apa di sini terus?” jawab Nana. “Sebentar, Na,” ucap Candra dengan menarik tangan Nana yang akan keluar dari dapur. “Paman lepas!” Nana menepis tangan Candra. “Jangan belepotan gini dong, Na,” ucap Candra dengan mengusap bibir Nana yang masih ada bekas s**u. Nana hanya diam membiarkan pamannya membersihkan bibirnya dengan jarinya. Usapan jari Candra sangat lembut, yang membuta Nana hanyut dengan sentuhan jari jemari Candra di bibirnya. Terlebih, Nana tadi habis membaca cerita yang bergenre Romance Adult. Nana semakin merasakan embusan napas pamannya yang hangat di wajahnya. Candra semakin terpikat dengan bibir manis keponakannya itu hingga dia ingin sekali melumat bibir manis keponakannya itu. Wajah Candra semakin mendekati wajah Nana. Tidak ada penolakan pada diri Nana. Dia malah memejamkan matanya, dan pasrah dengan apa yang pamannya lakukan. Candra mencium bibir Nana dengan lembut, dan melumatnya. Nana sedikit membalas ciuman Candra yang semakin memanas. Lidah mereka saling membelit, dan Nana pun menikmati apa yang terjadi di dapur yang temaram. Kecapan mereka sedikit terdengar, lenguhan kecil Nana pun terdengar lembut di telingan Candra. Tangan Candra terus bermain di d**a Nana. Candra mengangkat daster Nana dan tangannya menyusup ke dalam dadanya. Hasrat Nana semakin menggebu. Dia membiarkan pamannya bermain di dadanya dengan  mulutnya. Seperti bayi yang menyusu ibunya. Nana melenguh lirih. Tubuhnya semakin panas saat hari Candra mengoyak bagian sensitifnya dengan lembut, dan perlahan semakin kencang. “Paman, Nana... uhhmmmppp...” lenguhnya yang sudah tidak karuan karena hasratnya sudah hampir sampai. “Nana pipis....” ucapnya dengan malu. “Keluarkan terus, Sayang, hmmm....” ucap Candra di telinga Nana dengan lembut. “Ahhh.....” Nana memekik lirih, menuntaskan hasratnya. Candra mengeluarkan jarinya, dan memeluk Nana dengan erat. Membenarkan baju Nana yang sudah berhasil ia acak-acak. “Paman,” panggil Nana lirih dengan napas yang terengah-engah. “Iya,” sahut Candra. “Kenapa bisa seperti ini lagi?” tanya Nana. “Paman tidak tahu, tapi wangi tubuhmu sudah menjadi candu untuk paman. Paman seperti orang gila satu bulan tidak bertemu kamu, Na. Please... jangan menghindari paman, paman akan beri apa yang kamu mau, Na. Asal kamu jangan menghindar,” pinta Candra. “Nana tidak janji paman, Nana mau ke kamar,” pamit Nana, tapi lagi-lagi Candra menarik tangan Nana, dan memeluknya. “Maafkan paman,” ucapnya dengan lirih. “Nana bosan mendengar kata maaf paman, yang nantinya akan diulang lagi kesalahannya. Nana mohon, menjauhlah dari Nana, Nana ingin fokus dengan sekolah Nana, karena Nana sudah ingin bekerja, agar Nana punya rumah lagi, tidak menumpang di sini,” ucap Nana. “Oke, paman akan turuti permintaan kamu ini. Paman akan menjauh dari kamu, tapi bukan paman ingin melepaskan kamu, paman tetap memantau kamu dari jauh,” ucap Candra. “Itu bukan urusan Nana, yang Nana minta, jauhi Nana, tidak usah sering-sering bertemu Nana. Nana tidak mau seperti ini,” ucap Nana dengan melepaskan pelukan Candra. Candra terduduk. Jiwanya berontak lagi, karena dia melakukan hal seperti itu lagi pada keponakannya. Entah kenapa bisa seperti ini, padahal dia setiap hari mendapat yang lebih dari Sisca. Tapi, bayang Nana masih saya menyelimuti Indera penglihatannya. “Bukan Candra kalau belum bisa mengambil keperawanan Nana. Aku tidak peduli dia keponakanku. Aku suka dengan tubuhnya, aku ingin, dan bisa aku pastikan, aku akan mendapatkannya kelak. Aku akan menunggu dia cukup umur dan lulus sekolah,” gumam Candra dengan membayangkan Nana lagi, yang membuat aliran darahnya bertambah kecang, Candra terpaksa menuntaskannya di kamar mandi. Dia sudah tidak tahan, sedang istrinya tidak mau melayaninya. Candra menuntaskan hasratanya sendiri. Dengan membayangkan lekuk tubuh Nana yang Indah. Dan mengerang menyebut nama Nana di akhir saat dia menuntaskan hasratnya.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN