Chapter 37

1043 Kata
Karena pada faktanya, Semi terbangun dari mimpinya ketika ia merasakan sengatan tidak menyenangkan yang terasa di lehernya selama beberapa sekon. Sebelum otaknya bahkan berhasil mencerna, si pemilik tubuh ini sudah langsung bergerak dengan luwes atas apa yang ia hadapi kini. Matanya masih membayang. Seakan akan nyawanya belum terkempul sempurnah sehabis mimpi mimpinya tadi. Tapi beberapa detik kemudian- yang ia sama sekali tak sadar bahwa tengah berdiri dengan pose kuda kuda-, iya akhirnya menyadari ada dua orang asing dengan mulut yang tertutup kain juga kepala yang diikat tutup dengan kain pula hingga gadis yang satu itu sama sekali tak dapat menyadari identitas kedua orang tersebut. Tapi satu hal yang bisa dicerna oleh otaknya saat ini adalah- bahwa keduanya assasin. Keduanya adalah pembunuh yang mencoba menghabisi nyawanya ketika ia tidur tadi. Sadar bahwa mereka memiliki senjata tajam dan bersiap untuk menyerangnya, Semi mengambil besi penyangga kanvas –yang memang selalu disimpan di ruangannya itu- untuk menghantam pipi salah satu diantara mereka, dan salah satu lagi ia hantamkan menuju kepala. Bergerak bebas karena mereka tengah mengerang nyeri, Semi nampak mengaitkan kakinya kepada leher salah satu diantara mereka untuk dijatuhkan dan diberi hantaman siku. Selesai disitu?? Tentu saja tidak. Orang seperti mereka pasti memiliki tujuan yang kuat atau dibayar dengan sangat besar. Tak akan mungkin melepaskan buruannya hanya karena terluka di beberapa titik. Satu tendangan di perut yang langsung membuatnya mual seketika, lengkap dengan jambakan di rambut panjangnya membuat ia sedikit kesusahan karena tadi malah berfokus pada satu orang yang dirasa lebih menyusahkan. Gadis itu bergerak untuk menendang orang yang di maksud, namun suara tak asing di belakangnya membuat ia mau tak mau memberikan fokusnya pada sosok yang tadi sudah babak belur di bawahnya. Sebuah suara yang sering ia dengar ketika ia mengeluarkan pedangnya dari sarungnya. Suara khas dari besi yang tergesek dengan kayu penutupnya. Semi hampir saja mati jika ia tidak refleks bergerak kearah kiri ketika pedang tersebut diayunkan secara vertikal kearahnya. Mau tidak mau, gadis itu berguling beberapa kali untuk menghindar juga untuk mengambil pedang miliknya yang tergeletak didekat kasur. Lebih tepatnya terselip di samping lemari dan kasur. Rasanya berbeda. Ada yang berbeda dari dua orang ini. Mereka bukanlah tipikal orang yang mudah Semi kalahkan seperti orang orang yang mencoba membunuhnya beberapa hari lalu, atau prajurit lemah yang ia bantai di medan perang. Lawannya kali ini hanya dua, tapi.. terasa sangat kuat dan memiliki teknik luar biasa yang jika ini keadaan normal, Semi pasti sudah memberikan acungan jempol sebagai tanda approvement. Tanpa aba aba menyerang menggunakan ujung pedang miliknya, musuhnya itu dengan lihat berkilat dan menggunakan sarung pedang sebagai media untuk menahan benturan besi tajam tersebut. Melompat dan berputar selama dua kali, Semi berhasil melindungi dirinya sendiri dengan menangkis dan sedikit membawa tubuhnya mundur dengan cepat. Salah satu dari dua pria asing tadi mencoba untuk membunuhnya menggunakan pisau yang entah dari mana ia dapatkan itu, namun Semi menahan tangannya dan memastikan tangan si sialan tadi patah sebelum kembali beralih pada di b******n yang masih bersenang senang menggunakan pedangnya. Saling meninju satu sama lain dengan sarung pedang –jangan salah, sarung pedang mereka dibuat dari kayu berkualitas yang tidak mudah rusak atau patah, jadi bisa menjadi senjata yang meghasilkan rasa nyeri luar biasa bila terhantam- hingga rintihan pelan keluar dari mulut masing masing. Apa apaan. Ini masih tengah malam dan Semi yakin bahwa dirinya mengantuk parah hingga rasanya sulit untuk membuka matanya sendiri. Tapi bukannya bergelung di selimut tebalnya, gadis yang satu ini malah dibuat kerepotan dengan penyusup sialan yang mengganggu mimpi penuh petualangannya. Ah- omong omong, bagaimana ya Irene?? Apakah Irene juga terbangun atau masih di alam mimpi?? Atau jangan jangan gadis itu malah nekat untuk naik sendirian karena dirinya menghilang?? Semi harap tidak. Dia tidak tahu harus bagaimana dengan fakta jika seorang putri raja mendaki gunung sendirian. Jika orang lain mendengar cerita itu, mungkin semua orang akan menganggapnya melontarkan lelucon atau bahkan menganggapnya sebagai orang gila. Mengembalikan fokus pada dua assasin yang ada di hadapannya, si sosok yang tadi sempat mengerang tertahan akibat tangannya yang dibuat patah kini mencoba menggunakan tubuh bagian bawahnya untuk menyerang Semi. Ia nampak mencoba melayangkan pandangan sedangkan si pria satu lagi mencoba menebas lehernya menggunakan pedang. Dengan lihai, Semi merunduk meski kakinya terasa mati rasa ketika terkena hantaman dari serangan tadi. Tapi itu jauh lebih baik jika dibandingkan ia harus kehilangan kepalanya sendiri. Tidak. Ini bukanlah situasi yang baik. Dengan menimang nimang kemungkinan yang akan terjadi, Semi memutuskan untuk melemparkan tabung tabung cat air yang tidak jauh dari sana ke mata keduanya. Tidak terlalu berguna, tapi setidaknya akan menyulitkan mereka sementara karena cairan asing masuk ke mata mereka hingga hanya perih yang bisa mereka rasakan. Awalnya, Semi akan langsung menebas kepala keduanya saat ini juga. Tidak peduli jika kamarnya yang nyaman akan banjir darah seketika. Namun, tarikan seseorang di lengannya membuatnya terkesiap dan hampir saja mengubah haluannya menjadi menebas si sosok misterius ini. Tapi nyatanya tidak, ia malah terbelalak terkejut. Orang yang menahannya untuk tidak melakukan pembunuhan tadi adalah Sean. Sean adik laki lakinya. Matanya menengok kesumber suara berisik yang masih dengan membabi buta membabat kamarnya hingga hancur dengan mata tertutup –berpikiran bahwa Semi masih berada disana-, namun nyatanya, Semi kini dibawa diam diam dengan langkah kaki yang dibuat sehening mungkin menuju halaman rumah mereka, dimana seekor kuda putih yang Semi tahu betul sudah berada disana tanpa tali yang terikat di tempat seharusnya. “Sean tunggu dulu! Aku bisa dengan mudah membunuh mereka” Tapi yang dipanggil tidak peduli. Ia hanya memastikan Semi naik keatas kudanya dan menggenggam tali kuda sekuat mungkin. Pun memberikan dua buah pedang milik gadis itu untuk terus dibawanya kapanpun dimanapun. “Tidak. Dengan kau membunuh mereka, semua ini tidak akan berhenti dengan mudah” ujarnya bisik bisik dan memastikan bahwa tidak ada orang lain selain kedua orang itu yang tahu bahwa Semi tengah berusaha kabur. “Aku tahu semuanya. Aku akan menjelaskan ini nanti. Kau harus hidup bagaimanapun, Semi” katanya cepat sembari menghentak tali kuda tadi dan membuat si kuda mengikik sembari berlari dari sana dengan berisik. Tubuh pria muda ini berbalik, tahu bahwa kedua pembunuh bayaran tadi mendengar suara dan derap kaki kuda dari arah luar. Mereka pasti tahu bahwa Semi sudah pergi “Aku akan mengalihkan perhatian mereka padaku. Kau harus hidup, Semi, seperti apa yang kau janjikan padaku”

Baca dengan App

Unduh dengan memindai kode QR untuk membaca banyak cerita gratis dan buku yang diperbarui setiap hari

Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN