Chapter 4

1038 Kata
Letupan asing di dalam dadanya seakan menariknya dalam lamun yang akhirnya membuat gadis yang satu itu menyadari bahwa dirinya tengah berdiri di tengah tengah padang ilalang tinggi dengan warna warna kecokelatan di sekelilingnya. Kepalanya menengok kesana kemari, memastikan apakah ia mengenali daerah sekelilingnya, namun seketika terhenti saat menyadari bahwa ia kini tengah dalam keadaan tak mengingat apapun. Satu memori kecil pun tak terdapat di kepalanya. Hembusan angin segar seakan bermain main di wajahnya, menari sesuka hati yang malah membuatnya sama sekali tak terusik karena nyaman tersimpan di hati. Helai demi helai rambut ikal berwarna cokelat itu terpisah satu sama lain dibawa angin, bergerak tanpa batas, tanpa terkekang yang kini malah membuat poninya ikut tersibak sosok tak berwujud itu. Tangannya menyibak dengan pelan tumbuhan tinggi yang menghalangi pandangannya sedari tadi, mencoba mencari tempat yang lebih tinggi dengan tungkainya berjalan menaiki bukit agar visinya bisa menyadari dimana kini ia berpijak. Nyatanya, setelah berjalan dengan perlahan, gadis yang satu itu menyadari bahwa dirinya tengah berada di sebuah bukit tak terlalu tinggi yang sekelilingnya hanya dipenuhi padang rumput yang terhampar sangat luas. Saking luasnya sejauh matanya memandang, ia hanya bisa melihat rerumputan hijau dan beberapa ilalang di beberapa pojokan juga beberapa buah pohon yang tidak terlalu tinggi. Sudah, hanya itu saja. Sisanya benar benar rumput hijau segar yang rasanya amat sangat memanjakan matanya. Ah tunggu- apa itu?? Gadis itu menoleh terkejut ketika indra pendengarannya menangkap sebuah suara tak asing yang seakan akan sudah biasa ia dengar sebelumnya. Matanya bergerak, retinanya menangkap sesosok hewan tampan dengan bulu putih bersih yang bahkan rambut di leher dan di ekornya pun seakan berkilauan terkena cahaya matahari. Ah.. ini kudanya. Kuda miliknya. Itulah hal pertama yang ia sadari mengenai kuda ini ketika ia kembali bersama rekan rekannya kala menyatakan mundur lebih cepat dari peperangan untuk mereka memulihkan tenaga sejenak. Omong omong, jika kalian penasaran, waktu yang mereka butuhkan untuk ‘beristirahat’ bahkan tidak menghabiskan sepuluh menit. Seakan tak merasakan sakit di sekujur tubuhnya, gadis yang satu itu langsung kembali ke medan perang dan membumi hanguskan manusia manusia sial yang nyawanya bahkan tidak lebih berharga dari roti keras berkualitas buruk yang dijual di negaranya. Tapi.. seingatnya, kala itu ia yang akhirnya lebih banyak terdiam karena menyembunyikan bahwa dirinya tengah kehilangan ingatannya itu tengah terduduk bersama rekan rekannya yang lain mengelilingi api unggun sembari memasak perbekalan seadanya untuk mereka mengisi lambung yang dirasa sudah cukup lama kosong hingga takutnya malah menyakiti tubuh semuanya. Kenapa ia kini tiba tiba berada disini?? Semi Maximilan. Itulah nama lengkap yang akhirnya ia tahu ketika salah satu anak buahnya menyebutkan namanya lengkap yang berakhir kepalanya dihantam dari belakang oleh rekannya yang lain. Tak sopan, tentu saja. Sepertinya itu etika yang ada di negeri mereka hingga tidak biasanya seorang anak buah menyebut nama atasan mereka sendiri. Namun dengan wajah datar, tak banyak yang mengetahui bahwa Semi bersyukur berat atas informasi penting yang ia dapatkan dikala memorinya tak mengingat apapun bahkan tentang pemilik tubuhnya sendiri. “Kenapa kita bisa berada disini, hm??” ujar Semi bermonolog sembari mengelus pelan surai halus dari kuda yang menjadi miliknya ini. Bak sudah amat terbiasa, gadis yang satu itu dengan lihat menaiki tubuh kuda dihadapannya, memposisikan dirinya dengan baik kemudian beranjak pergi dari sana dengan menunggangi kudanya. Sepanjang matanya memandang, ia hanya akan terus menerus mendapati tumbuhan tumbuhan tanpa adanya hal lain. Angin segar yang membawa aroma khas dari tumbuhan dan tanah seakan akan membuatnya relax yang kemudian bahkan ia tidak begitu khawatir mengapa ia bisa berada di tempat asing ini. Ya.. meskipun dengan ingatannya yang kosong, tentu saja semua tempat bak asing menurutnya. Apakah ini mimpi?? Tapi ini terasa amat sangat nyata. Atau apakah ia terpisah dari rekan rekannya yang malah membuatnya terhampar di tempat antah berantah tanpa adanya hal lain yang bisa menjadi tempat ia bertanya?? Oh- ataukah ia dalam keadaan koma? Atau parahnya tewas dalam keadaan peperangan itu?? Mungkinkah ini adalah tempat dimana persimpangan menuju akhirat setelah menghilang dari bumi?? Jadi kudanya ikut tewas bersamanya?? Juga..ketika ia tak sengaja menatap lengannya yang tengah menarik tali kuda, Semi menyadari bahwa semua luka yang ia dapatkan atas pertarungan sengit kala itu sama sekali tak ada, tak membekas. Tubuhnya yang dipenuhi luka bakar hingga beberapa bagian terlihat membolongi sebagian kecil daging itu sama sekali tak ada. Tubuhnya masih mulus bak bayi yang baru saja diterima oleh bumi ini. Hahh.. entahlah. Rambut yang semakin berlarian akibat angin karena laju kudanya sangat kencang itu sedikit ia sibak ketika menghalangi pandangannya. Ia tahu mungkin tubuh ini sudah terbiasa dengan hal satu itu, namun ia tak mau mati mengenaskan karena jatuh dari kuda hanya karena rambut yang menutupi matanya. Oh?? Apa itu?? Dahinya berkerut seraya tangannya menarik tali untuk memperlambat laju kuda yang sudah menemaninya sedari tadi ketika indra pengelihatannya tak sengaja menemukan sesosok gadis mungil dengan rambut emas berkilau yang tengah tertidur dibawah pohon dengan gaun tidur berwarna putihnya. Cantik. Itulah hal pertama yang ia pikirkan ketika ia terdiam beberapa detik setelah kudanya berhenti tepat dihadapan tubuh yang tengah berbaring tak sadarkan diri itu. Semi dengan lihai turun dari kudanya tanpa perlu merasakan kesulitan, beranjak pelan semakin mendekati gadis tadi kemudian memegang tubuhnya untuk memeriksa keadaannya. Tak sopan memang. Memegang tubuh orang lain, baik yang dikenal maupun tidak dikenal tanpa adanya consent adalah hal yang sama sekali tidak diperbolehkan. Semi tahu akan hal itu. Namun bukan artinya ia bersikap semaunya. Gadis berambut ikal itu hanya ingin memastikan apakah gadis yang terlihat lebih pendek darinya itu masih hidup atau ini adalah seoonggok tubuh tanpa nyawa. Namun, ia kemudian menyadari bahwa gadis berambut emas itu hanyalah tengah tetidur. Gerakan tubuh akibat nafas yang teratur, pun wajah yang tidak pucat juga tubuh yang terasa belum dingin. “Apakah ini malaikat??” gumamnya pelan. Ia memang masih tidak mengerti apakah ini hanya mimpi atau ia tengah berada di alam antah berantah sebelum sosok yang dipercaya manusia dan disebut sebagai Tuhan itu akan membawanya- entah ke surga maupun neraka. Karena hanya ada keduanya disana, Semi malah semakin bingung dengan keadaan disana. Apakah gadis ini juga sudah tewas sepertinya?? Tapi memangnya siapa yang tega membunuh gadis mungil cantik bak boneka yang kini tengah tertidur lelap dengan nyaman itu. Belum sempat Semi membuka suaranya untuk membangunkan si rambut emas tadi, cahaya putih menyilaukan muncul dan seakan akan membutakan pengelihatannya. 
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN