Chapter 19

2251 Kata
Hal menyebalkan yang sejujurnya lebih tepat masuk kedalam kategori lelucon ini adalah bagaimana dirinya seakan terbiasa dengan hal yang baru saja ia rasakan. Hal yang baru beberapa kali muncul dalam hidupnya, namun seakan membuat keadaan yang tengah ia alami kali ini adalah keadaan yang amat sangat familiar. Tanpa mengindahkan tatapan banyak orang yang menatapnya kebingungan, sosok diatas seekor kuda putih gagah itu langsung saja menggerakkan tali pacu untuk membuat sang kuda bergerak menjauh dari sana, setelah mungkin hampir lima menit ia terkekeh sendiri ditengah jalan diatas sebuah kuda dan dilihat oleh banyak orang. Jika tidak salah ingat, ini adalah kali keempat dimana gadis bersurai cokelat itu tak sadar tertidur, kemudian tahu tahu sudah ada di alam mimpi yang rasanya amat sangat nyata ini. Dari atas kudanya, ia bisa melihat dengan jelas pohon rimbun yang menimbulkan rasa hijau menyegarkan mata berada di sisi kanan dan kirinya. Sebuah jalanan kecil yang saat ini tengah ia lewati sepertinya hanya seukuran kereta kencana sedang jika diperhatikan. Jika dibandingkan, mungkin lebarnya hanya selebar dua ekor kuda yang dijejerkan bersamaan dengan jarak yang normal. Jika melihat posisi matahari diatas sana, rasanya saat ini tepat tengah hari- di musim panas. Hm.. Kalau begitu, dalam empat mimpi yang berbeda, si pemilik nama belakang Maximilan ini sudah melewati empat musim sekaligus hanya dalam empat malam bermimpi. It’s kinda weird, tapi amat sangat tak masalah. Entah kemana jalan satu jalur ini berujung. Tapi yang pasti, ia hanya akan membawa tubuhnya kemana pun akhirnya nanti. Toh selama tiga mimpi terakhir, ia sama sekali tak mendapatkan masalah meskipun tahu tahu berada di tempat yang berbeda. Tapi nyatanya, jalan tunggal ini berlabuh di sebuah tempat yang sangat tidak asing untuknya. Sebuah tempat dimana ia bisa melihat banyak rumah warga tak jauh dari tempat kudanya berhenti, namun sepertinya hanya berbeda lokasi saja dengan mimpi yang kemarin. Ya, Semi menyadari bahwa lokasinya kini beradi di desa yang sama dengan desa yang ada di mimpi ke-tiganya. Lokasi desa yang berakhir dengan kalung misterius yang sampai saat ini, baik di alam nyata maupun mimpi masih ia pakai. Masih tergantung dengan apik di leher jenjangnya. Tadinya, Semi akan memilih diam ditempatnya saat ini- di sebuah bukit dibelakang desa yang masih rumpun pohonnya demi meninggalkan serangan panas matahari yang rasanya hampir membuat ia mimisan saking panasnya. Terik matahari yang tepat berada di puncak kepalanya seperti ingin gadis tangguh yang satu itu kehabisan energi karena dehidrasi. Namun, rencana rencananya untuk diam di area bukit untuk mendinginkan diri hilang sekejap ketika ia melihat sosok tak asing namun misterius yang ia cari keberadaannya di mimpinya terakhir. Si gadis berambut emas. Dengan mengelus pelan bulu kudanya sebelum kembali naik untuk ditunggangi, Semi akhirnya memutuskan untuk turun menghampiri gadis yang tengah bermain dengan air itu. Disisi lain, Irene- si gadis berambut emas yang dimaksud oleh Semi- nampak tengah menyemprotkan selang air ke seluruh penjuru halaman rumah yang tengah ia tempati. Seselali tawa renyah keluar dari bibirnya ketika ia mengejar ngejar seekor anjing untuk ia siram demi menghalau serangan matahari yang biasanya membuat orang orang pingsan ketika terlalu lama terkena. Air tidak hanya menyiprat dari selang, melainkan pula dari bulu anjing hitam tadi ketika ia menggerakkan tubuhnya untuk mengeringkan diri atas serangan air dari gadis mungil itu. Sesekali, Irene pun nampak menyemprotkan air tadi ke sebuah pohon yang terletak di halaman rumah ini dengan senyum yang mengembang di bibir tipisnya. Selesai bermain main, Irene memilih memasuki rumah tradisional yang lebih banyak menggunakan kayu itu untuk mandi dengan benar. Ah.. rasanya aneh sekali bahwa ia bersiap siap sebelum mandi dan ketika mandi dengan dirinya sendiri. Sang putri raja ini terbiasa kapanpun dimanapun dilayani oleh para lady in waitingnya. Tapi.. yang jelas ini adalah pengalaman yang menyenangkan untuknya. Membuat gadis yang tengah membasuh rambutnya itu berpikir apakah akan begini hidupnya jika ia terlahir sebagai orang biasa. Bermain dengan hewan peliharaannya sesuka hati, berkebun, memainkan air dan sebagainya tanpa perlu untuk memikirkan etika yang terkadang membuat tulang tulangnya nyeri ketika terlalu lama duduk dengan manis. Satu satunya hal yang membuat ia nyaman adalah ketika momen dimana punggungnya bersentuhan dengan kasur disaat sebelum tidur. Hah... rasanya surga sekali. Selesai dengan mandi singkatnya- karena untuk menghilangkan panas dan sedikit keringat saja-, Irene keluar dari rumah tersebut dengan niatan untuk duduk di halaman sembari membawa kipas lipat sederhana yang ia temukan di laci. Tapi nyatanya, ketika keluar, ia menemukan sesosok gadis berambut cokelat ikal, yang sepertinya tingginya tak jauh berbeda darinya. Hanya saja, tubuh gadis itu nampak jauh lebih kuat dibandingkan tubuhnya yang ringkih ini. “Ah.. kau...” mata si rambut pirang nampak membola sembari menutup mulutnya terkejut. Ia tahu gadis itu siapa. Gadis yang sempat ia pertanyakan mengenai kehadirannya di mimpi. Sejujurnya Irene ingin meneruskan ocehannya, tapi ia sadar bahwa dirinya tak mengetahui nama gadis misterius itu. Semi yang memang baru saja sampai nampak mengikatkan tali pacu kudanya kepada poho yang tadi Irene siram. Kudanya memang tidak akan pergi meninggalkannya dalam kondisi normal, namun antisipasi saja jika hal tidak mengenakkan terjadi. Selesai dengan hal itu, Semi nampak melaju semakin mendekati Irene yang membuat si lebih pendek mengedipkan matanya dengan bingung. “Hai, namaku Semi” ujar Semi lebih dahulu seraya menjulurkan tangan dengan maksud untuk berjabat. Irene yang awalnya ragu ragu akhirnya ikut berjabat dengan gadis yang memiliki telapak tangan kasar itu. Jika Irene perhatikan lagi, gadis dihadapannya ini benar benar tampilan dari definisi gadis pendekar yang sebenarnya. “Hai, panggil aku Irene” ujar Irene dengan nada suara kecil dan memutuskan untuk lebih dahulu menyembunyikan identitas aslinya saja. “Ah.. maafkan aku tiba tiba datang kerumahmu tanpa kabar seperti ini. Apalagi aku adalah orang asing” ujar Semi tak enak ketika merasa ia mengintrupsi kegiatan sosok yang tadi mengenalkan dirinya dengan nama Irene itu. “Ah, tak apa” ujar Irene yang kini mempersilahkan Semi untuk duduk di halamannya. Gadis itupun ikut duduk bersama. Well.. toh ini memang bukan rumahnya. Seingat Irene, seperti biasa ia tertidur- dan lagi dan lagi masuk kealam mimpi yang aneh. Kali ini, ia tahu tahu sudah tersadar di sebuah rumah sederhana di suatu desa yang lebih banyak kebunnya dibandingkan rumah warga. Irene yang kala itu baru sadar langsung mencari sesuatu untuk mengipasi dirinya sendiri karena demi Tuhan- gadis itu belum pernah merasakan panas yang sebegini panasnya. Kala itu, matanya berlabuh pada beberapa jajar semangka yang tertanam di kebun sebrang rumah yang kini ia tempati. Mengingat bahwa ini semua hanya mimpi, Irene tanpa berpikir panjang mencabut sebuah semangka untuk dibawanya masuk kedalam rumah. Air liurnya bak ingin keluar ketika membayangkan bagaimana segar dan dinginnya semangka yang dimakan ketika cuaca amat panas seperti ini. Saat memakan semangka itu pula, Irene menyadari keberadaan anjing yang tidak jauh dari posisinya. Lalu- kejadian selanjutnya adalah perang air bersama anjing tadi yang berlabuh di kondisi saat ini, bertemu kembali dengan gadis asing yang sempat ia temui di mimpinya kala itu. “Kau mau semangka??” ‘Tidak, terima kasih. Aku alergi” jawab Semi dengan senyum, yang beberapa detik kemudian mendatar dan wajahnya menampilkan raut wajah terkejut. Tunggu dulu. Memangnya dia tahu dari mana dia alergi?? Apakah ingatannya kembali?? Tadi mulutnya hanya berkata sesukanya sebelum otaknya mampu memproses pertanyaan dari Irene.  “Ada apa??” tanya Irene yang bingung melihat reaksinya yang langsung berubah. Semi hanya membiasakan ekspresinya kembali sembari menggeleng pelan. “ini semua hanya mimpi, namun entah kenapa terasa sangat nyata” gumam Semi sangat pelan yang memang hanya dimaksudkan untuk dirinya sendiri, namun Irene yang tidak sengaja mendengarnya kini gantian untuk terkejut. Sangat sangat terkejut sampai sampai ia tersedak karena salah memasukkan makanannya. Bukannya kerongkong malah masuk ke tenggorokkannya. Irene mencoba mencari air minum. Kakinya bergerak sendiri memasuki rumah tadi seakan akan ini memang rumahnya sendiri. Bak ia sudah terbiasa disana hingga tahu posisi dimana benda benda yang ia cari. “apa tadi katamu??” nada suaranya naik satu oktaf setelah nafasnya kembali normal setelah terbatuk batuk cukup lama. Semi yang ditanya sebegitu agresifnya malah ikut bingung dan mengerutkan dahinya. “apanya yang apa??” “Tadi apa maksudmu dengan mimpi??” Ah.. Semi mengerti. Jadi Irene mendengar ucapannya. Bagimana ini?? Ia tidak ingin di cap sebagai orang aneh. Tapi ingin beralasan pun, bingung harus membuat alasan apa. “Dengar” Semi menggaruk pipinya dengan canggung. “Ini akan terdengar aneh, tapi dengarkan ceritaku hingga selesai” ujarnya lagi sebelum menceritakan mengenai kondisi dirinya yang sebenarnya. Menurut Semi, mungkin ia akan dianggap gila oleh si rambut emas itu, tapi bukan hanya Irene saja yang akan menganggapnya gila. Dirinya sendiri pun akan mengganggap ini gila karena bisa bisanya ia berani menceritakan hal bodoh sekaligus misterius yang selama ini menghantui dirinya itu. Irene yang dengan seksama mendengarnya kini semakin terkejut hingga harus menutup mulutnya karena tak bisa menahan untuk tidak menganga kaget. JADI!!?? Jadi bukan hanya Irene saja yang mengalami mimpi aneh bak nyata ini?? Jadi.. gadis dihadapannya ini mengalami hal yang sama dengannya?? “jadi... jadi kau pun ada di alam nyata sepertiku ya..” kalimat terakhir yang harusnya ia ucapkan di dalam hati tanpa sengaja keluar dan kali ini berbalik membuat Semi terkejut. “Apa katamuu??” Ayolah. Mereka berdua nampak seperti orang bodoh yang terus menerus terkejut karena fakta yang baru saja mereka temukan.  “Kau orang nyata sepertiku???” ujar Semi dengan nada yang melengking. Ah sial. Keanehan apa lagi ini. Pertama mimpi mimpi aneh. Kedua kalung. Ketiga fakta bahwa gadis berambut emas ini adalah orang yang sama dengannya. Orang yang juga mengalami lucid dream berkali kali. “i-iya..” ujar Irene ragu. Gadis dihadapannya tadi dengan gamblang berkata bahwa ia adalah pendekar di alam nyatanya dan tahu tahu sering bermimpi seperti ini. Apakah Irene harus mengungkapkan identitasnya juga?? Bagaimana jika di alam nyata, pihak Irene dan pihak bernama Semi ini adalah pihak yang bertentangan. Sepertinya... akan sangat bermasalah kan jika hal yang tidak diinginkan terjadi?? Pun, Irene akan bingung menjelaskannya bagaimana jika orang di dunia nyata bertanya suatu saat nanti mengenai keberadaan Semi. Ia bisa dianggap gila jika berkata bahwa keduanya bertemu di mimpi. Jadi, si rambut emas ini lebih memilih berpura pura sebagai orang biasa saja di dunia aslinya. Ia tidak mau bermain judi didalam mimpi. “tapi tunggu dulu-“ Irene kembali berucap ketika mengingat sesuatu. “katamu, ini kali keempatmu bermimpi, dan kali ketiga bertemu denganku?? Tapi ini mimpi ketigaku dan kali keduaku bertemu denganmu” ujarnya bingung. Aku hanya pernah bertemu denganmu di mimpi di sebuah sungai” “Ah..” menyadari hal lainnya, Semi kini ingin membenturkan kepalanya sendiri karena merasa fakta fakta baru yang ia temukan adalah hal hal yang sangat aneh. “kau bermimpi di sungai itu juga ya..” ujar Semi lagi dengan pandangan yang kosong. “Sepertinya, bukan hanya kita sosok nyata yang di alam mimpi sama, namun sepertinya kita selalu bermimpi yang sama” ujar Semi lagi. “Aku pertama kali bertemu denganmu di sebuah padang rumput luas di musim semi. Aku menemukanmu tertidur dibawah pohon bak orang mati karena sama sekali tak bergerak. Jika kau tidak bernafas, pasti aku sudah menguburkanmu saat itu juga” ujar Semi sembari mengingat ingat mimpi pertamanya. “Di mimpi kedua, aku bertemu denganmu di sungai dekat hutan, saat musim gugur. Aku tengah memancing ketika kau datang untuk duduk di batu besar yang tak jauh dariku. Tapi entah kenapa di mimpi itu, sepertinya aku tak bisa bicara kepadamu. Di mimpi ketiga, aku berada di desa ini. Di musim dingin ketika salju sedang lebat lebatnya. Kali itu, aku tidak menemukanmu, namun aku malah mendapatkan ini” uajr Semi sembari menunjukkan kalung dengan tiara oranye di lehernya. “lalu mimpi keempatku adalah saat ini, kita berbincang seperti sekarang” “Oh?? Kalung itu-“ ucapan Irene tercekat ketika menyadari bahwa kalung ini adalah kalung yang ia beli di alam mimpinya kala itu. Kalung yang menurut si ibu penjual, adalah kalung yang juga dibeli oleh seorang gadis pendekar. “Tunggu dulu- biarkan aku menjelaskan dulu” potong Irene ketika melihat Semi yang sudah akan bertanya mengenai reaksinya tadi. “Jika diingat ingat, sepertinya aku memang ada di mimpimu yang pertama itu” ujar Irene lagi. “di mimpimu yang pertama, kau juga membawa kuda?” tanyanya yang dijawab anggukan oleh Semi. Irene mengingat, bahwa ia pernah bermimpi mendengarkan suara angin, suara burung dan suara tapak kaki kuda. Namun gelap, Irene tidak melihat apa apa. Ia hanya bak mendengar suara relaksasi dari alam, yang awalnya ia pikir itu adalah alam bawah sadarnya yang ingin Irene untuk tertidur lelap. Itu semua Irene jelaskan kepada Semi. “Berarti jika itu mimpi pertamaku, mimpi ketigaku adalah di sebuah pasar yang di musim salju” “Pasar?? Apakah kita tidak bermimpi yang sama di mimpi ketiga-“ “Er... aku tidak yakin. Di mimpi itu, aku berada di sebuah pasar di lokasi yang merupakan desa terpencil dimana semua pedagang menggunakan barter sebagai alat penjualan. Dan.. aku membeli kalung itu” ujarnya kikuk sembari menunjung leher Semi. “Kau membeli kalung ini juga?? Jadi kalung ini ada juga di alam nyatamu??” “KALUNG INI ADA DI ALAM NYATAMU??” pekik Irene terkejut yang kini gantian ia yang dijelaskan oleh Semi mengenai kemunculan misterius kalung itu di alam nyatanya. “Aku tak tahu apakah kalung itu muncul di alam nyataku atau tidak. Tapi yang pasti, sepertinya di mimpi ketiga kita tidak bertemu karena aku tidak tertidur di malam hari. Kala itu, aku tertidur hampir disaat matahari akan terbit. Sepertinya itu yang mempengaruhi” Hhahhh.. kepala keduanya sakit kali ini. Semangka yang tadi disantap oleh Irene bak tidak berfungsi untuk menyegarkan otaknya kali ini. “Sepertinya... kita memang akan selalu ada di mimpi yang sama”
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN